Senin, 31 Desember 2007

Buah Perbaikan di Sentul dan Berguru di Cina

Oleh: Bogi Triyadi

Penerimaan bola pertama buruk, blok jelek, koordinasi kurang, dan mental mudah goyah, serta pertahanan yang lemah. Itulah catatan penulis ketika menyaksikan tim nasional bola voli putra Indonesia dalam Kejuaraan Bola Voli Putra Asia 2007 Sampoerna Hijau yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, pada September silam.

Kelemahan itu mungkin juga menjadi catatan pelatih Hu Xinyu. Usai Kejuaraan Asia, para pemain kembali digembleng di padepokan bola voli Sentul, Jawa Barat. Bahkan dua pemain senior Loudry Maspaitella dan Mohamad "Mamat" Zainuddin kembali dipanggil masuk ke pusat pelatihan nasional (pelatnas). "Kami memang membutuhkan mereka karena kualitas dan pengalamannya," jelas Machfud Irsjada, asisten pelatih timnas voli putra seperti di kutip Tabloid Bola. Meski akhirnya Loudry dan Mamat tidak diikutsertakan ke Sea Games XXIV Thailand.

Tak hanya di padepokan bola voli Sentul, timnas voli putra juga berguru ke Cina. Di Negeri Tirai Bambu itu, timnas menghadapi tim-tim lokal selama kurang lebih dua pekan. Ini untuk memperbaiki semua kelemahan tadi.

Hasilnya, boleh dibilang Joni Sugiyatno dan kawan-kawan berhasil memperbaiki kelemahan itu. Di final menghadapi Vietnam di Stadium Indoor 2 His Majesty The King’s Birthday 80th Anniversary, Thailand, Jumat (14/12) petang, tim asuhan Hu Xinyu ini bermain nyaris sempurna dan minim berbuat salah.

Blok-blok pemain Indonesia begitu rapat. Joni Sugiyatno, Joko Murdiyanto, Riviansah, Affan, Rudi Tirtana, serta Didi berkali-kali mampu memblok smes keras pemain-pemain Vietnam. Penerimaan bola pertama juga amat bagus, baik oleh libero Fadlan maupun pemain lainnya. Jauh meningkat dibanding saat bertanding di Piala Asia 2007.

Namun yang paling menonjol dalam pertandingan menurut pengamatan penulis adalah mental bertanding Joni Sugiyatno dan kawan-kawan. Walau di final bukan menghadapi tim tuan rumah, mental bertanding mereka sangat bagus. Timnas voli putra tak pernah kehilangan lebih dari dua angka di setiap set. Baik saat memimpin maupun tertinggal.

Kondisi ini jauh berbeda saat bertanding di Piala Asia 2007. Joni dan kawan-kawan mudah sekali memberikan angka kepada lawan, bahkan hingga lima poin berturut-turut. Satu lagi catatan penulis pada partai final adalah penampilan luar biasa Joko Murdiyanto. Pemain Jakarta Sananta ini mampu menjalankan tugasnya membendung salah satu spiker Vietnam setinggi 196 sentimeter.

Penampilan Joko jauh berbeda saat bertanding di Piala Asia 2007. Saat itu, Joko sulit mendapatkan umpan open yang menjadi andalannya. Namun di final Sea Games XXIV, pemain berposisi all round itu dilayani sangat baik oleh Didi. Hampir seluruh umpan bola open Didi diselesaikan dengan sempurna oleh Joko.

Sebanarnya bukan cuma Joko, penampilan Joni, Rudi, Riviansyah, Affan, Didi, dan Fadlan juga sama bagusnya. Begitu juga dukungan penonton yang hadir di Stadium Indoor 2, mampu meningkatkan metal bertanding mereka.

Timnas voli putra saat ini dihuni oleh pemain-pemain berusia 22 hingga 23 tahun, cuma Erwin Rusni yang umurnya di atas 30 tahun. Penulis berharap, timnas ini dipertahankan dan bila perlu ditambah pemain muda lainnya. Maju terus voli Indonesia dan terus berjaya di pentas Asia Tenggara, Asia, dan hingga perlu dunia. Amin.