Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (83)


"Anna! Kemari kau!" Pak Surya berteriak. Nadanya masih keras dan kaku. Ia seperti tak terpengaruh oleh keharuan yang hadir dari pelukan Ika dan istrinya.
Anna tak beranjak dari tempatnya.
"Anna!"

Anna tetap diam. Hatinya diliputi rasa haru melihat kakak dan ibunya bertangisan melepas kerinduan. Sekuat tenaga dicobanya menahan keharuan itu. Anna berpikir, orangtuanya membawa-bawa polisi untuk menangkap Ali Topan. Maka itu ia bertahan. la tak mau meninggalkan Ali Topan.

Merah padam wajah Pak Surya karena Anna tak mematuhi instruksinya.
la berpaling pada alat-alat negara yang dibawanya, lalu menuding Ali Topan.
"Itu dia yang membawa lari anak saya! Tangkap dia, Pak!" teriak Pak Surya.

Dua polisi Komwilko 74 bergerak ke arah Ali Topan. Mereka menampilkan gaya David Toma yang suka mereka tonton di layar tivi.

"Papa! Apa-apaan sih! Suruh pergi orang-orang ini!" teriak Anna Karenina. la makin menguatkan cekalannya, memeluk Ali Topan. Ali Topan berdiri tegak, matanya tak gentar menatap agen-agen polisi yang mendekatinya.

"Bapak-bapak mau nangkep saya, apa ada surat perintahnya?" tanya Ali Topan.

Agen-agen polisi itu tersenyum. Salah seorang di antara mereka mengeluarkan surat perintah penangkapan dari kantong celananya dan menunjukkannya pada Ali Topan. "Lebih baik adik ikut kami secara baik-baik. Jangan kami dipaksa mengambil jalan kekerasan," kata polisi itu sambil tangan kanannya mengusap-usap gagang pistol yang mencuat dari sarungnya.

"Dia nggak boleh ditangkap! Dia nggak bersalah! Saya yang mau lari ke sini!" Anna membentak polisi itu. "Anna! Tutup mulut kamu!" hardik Pak Surya. la makin tak sabar melihat kelakuan anaknya. Anna menatap ayahnya. Wajahnya menegang. Tiba-tiba ia berteriak, sangat keras" "Kamu jahat, Papa!"

Bagaikan geledek cacian itu menyambar telinga Pak Surya. Mulutnya sampai terbuka, tak bisa omong apa-apa, saking kaget dan gusarnya. Dan, tidak cuma dia. Semua yang hadir tak pernah menyangka, Anna memaki ayahnya secara terbuka.

"Sayaaaang.. . tidak boleh gitu... ," suara lirih Ali Topan terdengar, mengkontra ketegangan situasi. Suara itu lembut, menyelusup sampai ke hati Anna Karenina. Pelan, namun penuh wibawa. Anna sampai mendongak, merasa tak percaya bahwa kata-kata itu keluar dari mulut Ali Topan. Ali Topan tersenyum padanya. Senyuman yang mengandung kesedihan. Anna menangkap sinar sedih di mata Ali Topan.

"Kau pergilah ke ayah dan ibumu... Kau dengar?" bisik Ali Topan. Anna tak sanggup mendengarkan bisikan itu. Kata-kata yang sedih. Kata-kata seorang jantan yang kehilangan kasih-sayang. Sedih, namun tetap bersikap gagah.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (82)


Jam berdentang, pukul sembilan.
Sepasang kupu-kupu terbang dekat mereka. Bagus warna bulunya.
"Bakal ada tamu gede nih," kata Iqbal.
"Moga-moga bawa rejeki," sahut istrinya, sambil memandang kupu-kupu yang terbang kian ke mari.

Jam setengah satu, Anna dan Ali Topan datang dari tempat main mereka, persawahan di bagian Timur Depok. Mereka pacaran di sawah-sawah.

Igbal dan Ika tersenyum menyambut mereka. "Sudah capek?" tanya Ika.
"Capek apa? Nggak capek, cuma laper," sahut Anna. "Kalau lagi pacaran memang rasanya nggak capek-capek ya," goda Ika sambil bermain mata dengan suaminya.
"Idih! Bisa aja, Mbak Ika," sahut Anna. Wajahnya bersemu dadu, malu. Ali Topan tersenyum simpul saja. "Nggak usah malu, kita udah paham. Kan kita juga pemah pacaran, ya Pa," Ika masih menggoda.
"Mana Saibun?" Anna mencoba mengalihkan pembicaraannya. la merasa malu digoda secara terbuka oleh kakaknya.
"Sedang main ke rumah tetangga. Belajar cari makan sendiri"' kata Igbal. Bicaranya pelahan, tapi bikin ketawa semua orang.

Saat mereka sedang ketawa-tawa, datanglah kejutan. Terdengar dua buah kendaraan berhenti di depan rumah mereka. Satu Jip Willys berisi empat orang polisi, satu lagi Mercedes Benz disopiri Boy, mengawal Tuan dan Nyonya Surya.

Pucat wajah Anna melihat ayah-ibunya datang bersama alat negara. Ika juga agak gemetar. Ali Topan dan Iqbal tetap tenang.

Tuan dan Ny Surya tampak ragu-ragu turun dari mobil. Masih ada rasa angkuh. Jangankan menginjak rumah anak mantu, sedangkan si anak mantu datang ke rumah minta berkah saja, mereka usir.

Para polisi bersiap. Dua orang polisi dari Komwilko 74, Jakarta Selatan, dua orang lagi polisi Depok sebagai penunjuk jalan.

"Ini rumahnya, Pak!" seorang agen polisi Depok berkata pada Pak Surya. Barulah Pak Surya turun, diikuti istrinya dan Boy. Mereka berdiri. Garang. Iqbal membukakan pintu.
Ika muncul di belakangnya, berlari menyambut orangtuanya.
"Mamaaa! Papaaaa!" seru Ika. la membuka tangannya, hendak memeluk ayah dan ibunya. Tapi wajah orangtuanya tegang. Jangankan menyambut dengan pelukan, tersenyum pun tidak! Apalagi ketika Tuan Surya melihat Iqbal, rasa bencinya kambuh dengan hebat.

"Mana Anna? Suruh keluar dia" hardik Pak Surya.

"Silakan masuk Papa. Silakan Mama...," Ika mempersilakan papa dan mamanya. Airmatanya berlinang-linang.

"Tak Perlu Tak perlu masuk!" kata Pak Surya. Suasana tegang. Ketegangan yang mengharukan.

"Anna di sini, Ika?" suara lembut memecah ketegangan suasana. Suara Nyonya Surya. Ibu ini akhirnya tak mampu menahan keharuan hatinya. Terlalu lama ia memendam kerinduan. Terlalu lama ia mencoba mengalahkan kerinduan itu dengan keangkuhan.

Ika melihat ibunya. Airmatanya bercucuran. sekali mendengar namanya dipanggil oleh sang ibu yang dirindukannya. Tak sanggup berkata-kata, Ika berhambur ke pelukan ibunya. Ny Surya mendekap anaknya. Mereka bertangisan.

Saat itulah Anna Karenina muncul bersama Ali Topan! Anna berdiri di depan pintu. Tangannya mencekal lengan Ali Topan.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (81)


SEMBILAN BELAS

Depok adalah sebuah kota kecil yang terletak di antara Jakarta dan Bogor. Kota ini terkenal dengan "Belanda" Depoknya, yakni satu macam masyarakat pribumi yang "di-belanda-kan" oleh orang-orang Belanda pada zaman penjajahan dulu.

Menurut ceritanya, beberapa keluarga pribumi Depok diberi nama famili Belanda, diajar berbicara Belanda dan apapun yang berbau penjajah gila tersebut.

Setelah Indonesia merdeka dan Belanda pergi dari Depok, kelompok masyarakat binaan penjajah itu berkembang tanpa majikan. Kultur yang ke-belanda-belanda-an terbentur lagi pada kultur pribumi asli.

Tapi sampai sekarang, sisa-sisa budaya "binaan" itu masih membekas pada kelompok masyarakat Depok. Maka, orang luar Depok akan heran, kalau menjumpai orang Depok yang kerjanya jadi tukang gali sumur, kulit tubuhnya putih karena panu yang merata di sekujur tubuhnya, bisa bicara Belanda.

Rudy dan Riem De Wolf dari grup The Blue Diamond yang beken itu, juga kelahiran Depok. Ika dan suaminya menempati sebuah rumah kecil di dekat rumah kelahiran Rudy dan Riem.

Rumah mereka kecil tapi asyik, merupakan hadiah perkawinan dari ayah Iqbal. Ika yang mendesak untuk tinggal di Depok, karena merasa tidak betah hidup di Jakarta, berdekatan dengan orangtua yang membencinya.

Iqbal punya beberapa truk yang disewakan, di samping itu, ia menjadi leveransir pasir untuk proyek-proyek pembangunan di Jakarta. Istrinya membuka usaha es mambo. Jadi, dalam soal materi mereka cukup, namun mereka masih merasa belum tentram benar. Setiap saat mereka menunggu agar Tuan dan Nyonya Surya mau mengakui Saibun sebagai cucu. Saibun adalah anak lelaki mereka yang sudah berumur satu setengah tahun.

"Aku khawatir, Papa dan Mama menuduh kita mendalangi pelarian Anna dan pacarnya itu. Kita makin dibenci saja nantinya," kata Ika pada suaminya. Mereka duduk di ruang kerja lqbal di bagian depan rumah. Ali Topan dan Anna sudah dua hari di rumah mereka.
"Kamu merasa mendalangi apa tidak?" tanya Igbal.
"Tidak. "
"Ya sudah. "
Ika memandang suaminya. Matanya memang memancarkan kekhawatiran yang besar. la khawatir, kasusnya akan terulang pada adiknya. Ia takut Anna hamil, seperti peristiwanya sendiri. Sebagai kakak ia ingin Anna pada saatnya menikah dengan cara baik-baik.
"Kenapa bengong?" tanya suaminya.
"Kuatir."
"Anna bunting?" Ika mengangguk.
"Nggak usah kuatir. Mereka anak baik. Nggak seperti kita," kata suaminya, sambil tersenyum.

Ika pun tersenyum.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (80)


"Haaah?" ia cuma bisa bengong,tidak menjumpai Anna di dalam kamar.
Pak Karno dan Nyonya Surya yang terbirit-birit ke dalam kamar, menjadi heran pula.
"Lho, kosong? Ke mana anakmu?" tanya Pak Karno sambil membantu Pak Surya berdiri.
"Kemana dia Mam?" Pak Surya malah balik bertanya pada istrinya.

Nyonya Surya cuma mengangkat bahu saja. Boy yang terburu-buru datang, dan para babu yang kaget karena mendengar suara gedubragan, juga menampilkan wajah tak tahu.
"Anakmu minggat, Mam!" kata Pak Surya.
"Lho, kok minggat? Gimana to duduk-perkaranya?" Pak Karno menyela, "apa dia tak betah di rumahnya?" Pak Surya dan istrinya saling berpandangan.
"Coba cari dulu di sekeliling rumah, Mam," kata Pak Surya. Istrinya menurut. Kemudian, semua orang mencari Anna. Pencarian yang sia-sia.
"Boy, siapkan mobil!" kata Pak Surya, setelah pasti anaknya kabur dari rumah. Kemudian ia menoleh ke Pak Karno. "Wah, maafkan saya, Pak Karno. Saya musti cari anak saya. Teruskan daharnya, biar ditemani istri saya saja."
"Waa, iyaa, anak hilang musti dicari. Soal makan, tidak usah ditemani juga tidak apa-apa, Pak Surya...," kata Pak Karno dengan nada polos.
"Terima kasih atas pengertiannya.... ," kata Pak Surya. "Mudah-mudahan anakmu cepet ketemu," balas Pak Karno.

Lalu keduanya saling membungkuk seperti gaya pegawai kraton Yogya.
"Saya pamit dulu. Permisiiii." "Monggoooo," sahut tetamunya. Pak Surya segera keluar.
"Cepat jalan, Boy!" perintahnya, ketika sudah masuk ke dalam mobil.
"Ke mana?"
"Pokoknya jalan saja dulu."

Boy patuh. Mobil dijalankan cepat meninggalkan rumah, diikuti pandangan mata cemas dari Nyonya Surya dan para pembantu rumahnya.

Jam 02.37 dinihari, Pak Surya dan Boy pulang ke rumah. Tanpa Anna.
Ny Surya membukakan pintu untuk mereka. "Bagaimana, Pa?" tegurnya.
"Tak ada. Sudah kucari ke mana-mana," sahut Pak Surya, lesu.
"Jadi, bagaimana dong?"
"Esok saja kita cari lagi. Kalau perlu minta bantuan polisi. Sekarang aku letih, ingin tidur," kata Pak Surya menggerumel.

Nyonya Surya termangu-mangu mendengar kata-kata suaminya. Perasaannya melayang ke masa lalu. Kenangannya langsung ke Ika, yang akhirnya kawin tanpa rencana.
"Apa dia tak pergi sama anak bergajul itu, Pa?" tanya Nyonya Surya. Yang dimaksudkannya Ali Topan. "Besok sajalah kita urus lagi. Kepalaku pening, tak bisa mikir apa-apa lagi, Mam...," kata Pak Surya, lalu masuk ke kamar tidurnya.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (79)


Annapun tersenyum. Rasanya, keindahan pertemuan mereka mampu mengusap dan mendinginkan rasa marah yang bagaimanapun besarnya.
Di luar hawa dingin. Ali Topan mencopot jaketnya, dikenakannya pada Anna.
"Kamu aja yang pakai. Dingin," kata Anna.
"Biarin. Kamu aja yang pakai." Ali Topan memaksa. Akhirnya Anna mau juga.
"Ke mana kita?"
"Ke rumah Mbak Ika, di Depok:'
Ali Topan menghidupkan motornya. membonceng di belakangnya.
"Pegangan baik-baik, An."

Anna menurut. Dirapatkannya badannya ke punggung Ali Topan dan dipeluknya tubuh gacoannya dengan erat dan kuat. Lantas sepasang remaja yang sedang dibadai cinta itu, berlalu, menyatu dengan malam, menuju Depok yang terletak di luar kota.

Di rumah Anna sedang ada acara makan malam. Pak Surya dan istrinya ramah sekali menjamu tetamunya. Di mata para relasi, keluarga Surya memang dikenal ramah-tamah dan baik budi bahasanya.
"Mana anakmu, Sur?" tanya Pak Karno, tetamunya. "Dia sedang ngadat, mengeram di kamarnya," kata Pak Surya.
"Lho, kenapa ngadat? Suruh keluar dong. "
"Tidak mau dia. Biarlah."

Pak Karno memanggil Saodah yang mengantarkan tusukan gigi.
"He, bik, panggilkan nonamu. Bilang, mau dikasih duit sama Pak Karno, gitu," kata Pak Karno. Bik Saodah melihat ke arah majikannya, menunggu persetujuan.
"Tak usah, tak usah bilang mau dikasih duit. Bilang saja, Pak Kamo ingin ketemu. Sana, cepat," kata Pak Surya.
Saodah pun pergilah ke kamar nonanya. la memutar pegangan pintu. Terkunci.
la mengetuk lebih keras dan memanggil lebih gencar, tetap tak ada jawaban.
Akhirnya ia kembali lagi ke ruang makan, melaporkan hasil kerjanya yang sia-sia.
"Saya nggak dijawab, Tuan."
"Lho, kenapa ngga dijawab?"
"Saya kurang paham. Barangkali Neng Anna sudah tidur. Tadi saya disuruh beli kue pukis, tapi sewaktu saya antarkan, pintu kamarnya dikunci”
"Lho, kok bisa begitu?" tanya Pak Surya.
"Apa makan pil tidur? Atau narkotik?" tanya Pak Karno. Orang ini memang sedikit bego. Profesinya pelukis ekspresif, jadi kalau ngoceh juga ekspresif betul.
"Hus!" istrinya yang pendiam, meng-hus-nya. Pak Karno tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku cuma berkelakar saja," katanya. Tapi kelakarnya kali ini tak masuk di otak Pak Surya yang sedang diganggu oleh pikiran curiga.
"Coba aku lihat dia!" kata Pak Surya, lantas segera bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kamar Anna. "Anna! An! Annaaaa! Buka pintuu!" seru Pak Surya.

Berulang-ulang ia memanggil nama anaknya, berkali-kali ia menggedor pintu kamar itu, tapi bunyi kentutpun tak terdengar dari dalam.Akhirnya beliau penasaran seperti Oma Irama. Dan bermaksud membongkar pintu.

"Bongkar saja pintunya, Pap!" seru istrinya, memberi semangat. Sang istri merasa malu pada tetamunya, karena anaknya bandel, tak mau mendengar panggilan orangtua.

Ditonton oleh tetamunya, Pak Surya memasang kuda-kuda. Tangan kanannya diangkat ke atas, tangan kirinya ditekuk ke bawah puser. Kaki kanannya ditekuk sedikit ke belakang seperti gaya Iswadi menendang bola, sedang kaki kirinya diajukan ke depan seperti gaya tukang nandak di Pasar Senen. Setelah mengempos nafas sesaat, diterjanglah pintu kamar Anna. Gubragh! Jebollah pintu yang terbuat dari tripleks itu. Pak Surya kehilangan keseimbangan dirinya, ngusruk ke dalam.kosong!

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (78)


la berjalan ke pohon mahoni di tepi jalan di depan rumahnya. Dari situ ia menoleh, memandang ke arah rumah. Cahaya lampu menerangi halaman. Genting-genting hitam. Hatinya tercekat, dilanda kesedihan, ketika melihat rumahnya. Ingin ia tetap tinggal. Tapi perasaannya tak sanggup menahan tekanan yang dilancarkan oleh orangtuanya. Apalagi ada Boy, manusia yang tak disukainya.

Suara tawa ayahnya memenuhi udara. Terbahak-bahak. Anna menggigit bibirnya. la muak pada suara itu. Suara tawa orang yang egois dan kejam. Tanpa buang tempo lagi, Anna berlari menyeberangi jalan. Sebuah taksi kebetulan lewat. Distopnya.
"Ke mana?" tanya sopir taksi, setelah Anna masuk ke dalam taksinya.
"Ke rumah Maya!" sahut Anna, tanpa sadar. "Ke rumah Maya? Di mana?" tanya sopir taksi.

Anna menyebutkan alamat Maya. Pak sopir taksi mengantarkannya, tanpa banyak bicara. Taksi berhenti di depan rumah Maya. Argometer menunjukkan Rp360. Anna memberikan Rp500.
"Nggak usah dikembaliin," katanya.
"Terima kasih. " Taksi pergi lagi.

Anna Karenina berdiri, melihat arlojinya. Jam 21.07. Sesudah taksi menghilang di tikungan, Anna masuk ke rumah Maya.
Pembantu rumah membukakan pintu untuknya.
"Lho, Neng Anna? Sama siapa malem-malem ke sini? Neng Maya lagi nonton pilem sama bapak dan ibu," bisik Bik Isah, pembantu rumah Maya.
"Pergi?"
Bik Isah mengangguk.
"Ada perlu penting?" Anna berpikir sebentar.
"Boleh pinjem telepon, Bik?"
"Boleh, boleh. Silakan."

Anna diantarkan ke tempat telepon. Bik Isah memperhatikannya dengan heran.
"Rupanya seperti sedang bingung, Neng?"
"Ah, nggak ada apa-apa, Bik!" kata Anna sambil memutar nomer tilpon.
Ali Topan sedang mengambil apel dari lemari es, ketika tilpon berdering. Mula-mula dibiarkannya deringan itu. Lama-lama ia merasa risi.
Ia pergi ke tempat telepon, dan mengangkat gagangnya. Lantas ia terkejut ketika mendengar suara Anna.

"Halo! Anna! Apa kabar?"
Secara singkat Anna membeberkan kisahnya.
"Okey! Okey! Aku datang!" kata Ali Topan. Kemudian, tanpa membuang tempo lagi, ia bergegas ke kamarnya, mengambil jaket, lalu keluar mengambil motornya.

Kurang dari lima menit, Ali Topan sudah sampai di rumah Maya. Dijumpainya Anna yang menunggu di kamar tamu.
"Haiii..." "Hai. . ..." Keduanya berhai-hai dan tertawa riang. "Kangen deh."
"Aku juga kangen. "

Mereka tertawa lagi. Lalu saling berpegangan tangan. Saling memandang. Keduanya tak mampu berkata-kata lagi. Sorot mata penuh kerinduan telah berarti sangat banyak.
"Hem! Hem!" Bik Isah berdehem dari pintu. Ali Topan dan Anna baru tersadar bahwa mereka sedang berada di rumah orang.
"Yuk, kita pergi," kata Ali Topan.
"Yuk," kata Anna.
Mereka pamit pada Bik Isah.
"Lho, nggak nunggu?" Bik Isah nyeletuk.
"Nunggu siapa?" Tanya Ali Topan.
"Nunggu diusir."
"Sialan lu, Bik! Becanda kaya anak-anak sekolahan aje," kata Ali Topan. Tapi ia tidak marah.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (77)


DELAPAN BELAS

Sejak peristiwa makdikipa di depan rumah Panbers, Anna Karenina berstatus orang tahanan di rumahnya sendiri. Ke mana-mana dikuntit terus.

Perkara dimarahi, cuma caci maki dalam bahasa Arab saja yang belum diterimanya. Bahasa Belanda, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa daerah, sudah. Larangan ke luar rumah berlaku 24 jam, kecuali pergi dengan ibunya dan Boy. Lebih sial lagi, diam-diam ayahnya menghubungi Tekab, polisi Team Khusus Anti Bandit, untuk keamanan dan ketertiban Anna.

Sudah jelasAnna kesal dan bosen memperoleh perlakuan kurang ajar itu. Tapi ia masih belum bisa bergerak. Pesawat telepon pun tidak boleh disentuhnya. Komunikasi diblokir sama sekali. la ingin minggat. Itu keputusan hatinya. Keinginan itupun datanglah pada suatu malam. Ayah dan ibunya sedang menemui tetamu di ruang depan. Boy sedang disuruh beli rokok dan "seafood' untuk menjamu tetamu. Para pelayan sedang repot di dapur.

Anna bersiap-siap. Untuk men-check situasi, ia pura-pura pergi ke dapur. "Beliin kue pukis, Dah!" kata Anna pada Saodah, pelayan khususnya. Diberikannya uang Rp500 pada Saodah. "Cepetan ya," Anna lagi. Meyakinkan.
"Iya, Non," sahut Saodah.

Begitu Saodah pergi, Anna Karenina segera beraksi. la masuk ke kamar mandi, dan mengunci pintunya dari dalam. Dari balik tumpukan pakaian kotor di kamar mandi, diambilnya tas plastik berisi celana jeans dan tiga buah kaos oblong.

Kamar mandi itu berjendela kaca yang cuma digerendel saja. Di luarnya, terdapat taman bunga anggrek milik Nyonya Surya, di samping kiri rumah.

Anna membuka gerendel jendela dengan hati-hati. Kemudian, ia lolos dari jendela itu. Tidak seorangpun tahu.Sampai di luar, ia memasang kupingnya. Terdengar tawa ria para tamu dan orangtuanya dari kamar tamu, dan dengan dentingan cangkir-cangkir dari arah dapur.

Setelah melongok-longok ke kanan kiri, Anna berlari, mengendap-endap di antara pohon-pohon anggrek. Untuk mencapai jalan raya, ia harus melewati pintu bambu. Dari pintu itu, ia masih harus melewati halaman depan rumahnya yang terbuka. Jika ayah atau ibunya melihat ke arah halaman, sudah pasti ia ketahuan. Anna tak mau gegabah. Ia mengatur langkah selanjutnya, sambil tetap merunduk di antara pohon-pohon anggrek.

Saat repot mencari akal, mobil Mercy masuk ke halaman. Anna kaget. Dan nyalinya menciut. Jika Boy sampai tahu, gagallah rencananya.

Bor memarkir Mercedes di depan pintu, hingga agak menutupi pandangan dari dalam ke luar. Anna mendengar pintu mobil di tutup dan langkah kaki Boy menuju rumah. Dengan menguatkan hati, ia bergerak cebat ke pintu bambu. Dibukanya pintu itu perlahan-lahan. Kemudian melongok ke luar. Hatinya lega tatkala melihat situasi membantu rencananya. Mobil Mercedes menghalangi pandangan langsung ayah dan ibunya. la bisa berjalan jongkok, atau merangkak, jika Tuhan mengizinkan, dalam beberapa detik ia sudah bisa mencapai jalan raya. Setelah itu, urusan bisa lebih sip.Anna mengatur nafasnya.

Disebutnya nama Tuhan. Lalu ia beraksi. Digigitnya tas plastik berisi pakaian dan dompet uangnya, kemudian ia merangkak cepat. Jarak yang Cuma beberapa meter saja terasa panjang baginya. Hampir-hampir ia tersungkur karena kepalanya terasa pening tiba-tiba.

Maklum, ia belum pernah merangkak lagi semenjak bayi dulu. Matanya berkunang-kunang, tapi ditahannya sekuat tenaga. Jika kali ini gagal, tak ada kesempatan lagi, demikian kata hatinya. Semangatnya untuk bebas tergugah lagi, bernyala-nyala. Diteruskannya merangkak. Terus. Terus. Terus. Akhirnya'sampai juga.

Anna terengah-engah di depan pintu halaman rumahnya. Kaki dan tangannya terasa pegal. Telapak tangannya perih. Tapi hatinya tetap kuat.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (76)


Tak terasa airmata membasahi pipi Anna. la menangis. Terbayang olehnya, jalan nekat yang diambilnya untuk bisa bertemu Ali Topan pagi ini. Pada saat ibunya ke wc, dan Boy sedang membeli bensin, Anna pergi dari rumahnya. la mencegat taksi yang segera membawanya ke warung gado-gado Bibi Sexy. Ali Topan sudah menunggu. Dari warung Bibi Sexy, mereka langsung ke Taman Ria Senayan.

Merana betul hatinya mengingat makian yang diterimanya dari Ali Topan. la cuma bisa menangis. "Anna... jangan menangis...," bisik Ali Topan, sambil membelai rambut Anna dengan jemarinya. Tapi Anna semakin menangis. Bahunya terguncang-guncang menahan tangisan. Ingin rasanya berlari ke tengah danau dan membenamkan kepalanya di dalam air. Ingin rasanya membunuh diri. Tapi itu semua tak sanggup dilakukannya. la cuma bisa menangis. Dan menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya. Airmata mengalir di antara jemarinya.

Plak! Plok! Plak! Plok! Plak! Plok!

Bunyi gamparan yang keras terdengar di belakangnya. Anna menoleh, refleks. Apa yang terjadi membuatnya heran, dan otomatis mengerem tangisannya. Ali Topan telah menggampari dirinya sendiri. Kedua pipinya berwarna merah, darah mengalir dari bibirnya!

"Topaaaan!"Anna memekik, tubuhnya direbahkan ke Ali Topan. Mereka berpelukan. Anna membenamkan kepalanya di pelukan Ali Topan, dan Ali Topan mengusap-usap rambut gadisnya.
Angin berhembus.
Bunga-bunga flamboyan berguguran, melayang seperti kupu-kupu merah.
Angsa-angsa hitam berenang berkejaran. Indah sekali.

Jam tiga siang lewat beberapa menit, mereka meninggalkan Taman Ria Senayan. Anna senyum, demikian pula Ali Topan. Ali Topan dengan gembira memboncengkan Anna Karenina. Pelukan Anna di pinggangnya terasa kuat dan hangat.

Rupanya, kehangatan masih belum boleh berlama-lama mereka rasakan. Tepat di depan rumah Panbers Club Band di Jalan Hang Tuah Raya, sebuah Mercy memotong motor Ali Topan, dan menggiringnya ke pinggir jalan. Dua manusia bertampang murka turun dari Mercy itu. Ayah Anna dan Boy.

"Kamu bawa lari anakku, he?!" begitu kata ayah Anna sambil langsung menghantam muka Ali Topan dengan tinjunya. Bug! Bug! Ali Topan terjengkang saja dari sadel motornya! Melihat Ali Topan terjengkang, Boy ikut nimbrung, menyepak perut Ali Topan! Begh! Begitu dia mengayunkan kakinya, hendak menyepak kepala, Ali Topan berkelit dan menangkap kaki itu. Langsung dipuntirnya, dan Boy langsung menggrusak jatuh!

Fans Panbers yang kebetulan memenuhi rumah grup itu, berhamburan ke luar, menonton pergumulan itu! Anna yang mencoba memisahkan, ditarik ke dalam mobil oleh ayahnya. la meronta ronta dan menjerit jerit, tapi tak berdaya.

"Boy! Sudah!" teriak Tuan Surya. Boy mendengar teriakan itu, tapi ia tak berdaya memenuhinya, Ali Topan yang gusar mengamuk bagaikan badai! Dihajarnya Boy habis habisan. Dalam sekejap, mata Boy bengap. Dan giginya rontok dua kena dengkul Ali Topan.

Para penonton bersorak sorai.Hayooo! Hayooo! Hembat teruuuuus! Sodok! Sodok! Libas! Libas! Horeeeeee! Yihuuuuuuuuy!
Sorak sorai itu terhenti, ketika Tuan Surya mengacungkan laras pistol ke arah Ali Topan, dan berkata dingin: "Berhenti! Atau saya tembak kamu!"

Ali Topan menghentikan hajarannya. la memandang Tuan Surya dengan penuh kebencian. la ingin rasanya menghajar batok kepala orang tua itu., supaya copot dari batang lehernya. Tapi ada Anna di antara mereka......
Boy beringsut-ingsut ke mobil.
Tuan Surya mebukakan pintu, Boy pun masuklah. Disopiri Tuan Surya, mereka berlalu. Anna duduk di belakang, memandang Ali Topan. Sepanjang jalan ia memprotes ayahnya. Tapi si ayah tak menggubris protes itu. la langsung menancap pedal gas Mercy, menuju rumah.
Ali Topan menjetik-jentikkan tanah yang mengotori pakaiannya. Orang-orang masih berkerumun memandangnya.
"Ada apa sih?" satu orang bertanya. Ali Topan melirik orang itu.
"Ada tawon!" sahutnya, asal nyeplos.
Orang-orang ketawa. Tapi Ali Topan tidak. la segera menuju motornya, lantas minggat dari hadapan penonton-penonton gratisan itu.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (75)


Anna menggeleng lagi. Sinar matanya mendingin. Tadi itu ia punya niat bermanja manja pada Ali Topan. la ingin sekali dipuji cantik oleh Ali Topan. Ternyata jawaban yang ke luar bukan sebagaimana yang diinginkan.

Ali Topan segera meraba perasaan Anna. Sambil memajang senyuman, iapun berkata lembut, "Jangan marah dong. Siapa yang tidak tahu kalau kamu cantik? Lihat bunga flamboyan, angsa hitam dan telaga serta seisi taman ria ini, masih kalah cantik denganmu, Anna. Tadi itu, Saya bilang kamu biasa-biasa saja, supaya jangan kelewat mekar, tau?"
"Nggak!"
"Nggak tau?"
"Masabodo!"
"Siapa yang bodo?"
"Kamu!"

Ali Topan ketawa keras sekali. Anna tampak keki betul oleh godaan-godaannya. Wajah Anna cemberut, omongannya ketus, tapi sinar matanya makin lama makin berbinar. Ada keriaan di antara cahaya matanya.

Ali Topan menjentik ujung hidung Anna. Dan gadis itupun tersenyumlah.
"Kamu nakal,. Suka menggoda saya," kata Anna.
"Lho, apa kamu nggak pengen saya goda?" Anna mendelik,dengan kagetnya.
"Pengen? Pengen? Amit amit jabang bayi! Emangnya saya perempuan murahan ya?!" kata Anna. Dia mendelik terus sampai biji matanya hampir keluar. Marah betul rupanya.
"Lho, saya main-main kok kamu serius?" kata Ali Topan dengan penuh kerendahan hati. Ditatapnya Anna, ditembaknya gadis itu dengan senyuman yang polos, dan diusapnya anak rambut yang jatuh di kening sang gadis.
Maka hati Anna luluh. Kemarahannya mereda. Senyumnya muncul kembali pelahan lahan.
"Ali Topaaan...," gumam Anna. Manja.
"Hm?Apa sayang?"
"Kamuu.... Kamu..... “
"Kenapa?"
"Jangan nakal ya?"

Ali Topan tak menjawab. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya saja. Anna Karenina menatapnya, menunggu jawaban. Tapi Ali Topan tak mau menjawab.
"Kamu nggak denger saya ngomong?" Tanya Anna.
“Denger’
"Saya harap kamu jangan nakal ya? Ngerti maksud saya?"

Ali Topan tak mengerti bahwa maksud Anna, janganlah ia nakal dalam pengertian bangor, main-mainkan perempuan. Kalau hati Anna bisa ngomong, tidak lebih tidak kurang, kata-kata yang ke luar dari hatinya adalah: "I love you, my darling. I love you banget. Tapi you musti love me juga dong. You jangan love cewek lain ......"
"Kalau lelaki nggak nakal bisa sepi Kebayoran. Nggak ada entertainment," kata Ali Topan,yang masih bodo dalam soal percintaan. Kata-kata bersayap yang ke luar dari mulut Anna, sulit ditangkapnya. Dia pikir, Anna berharap agar ia jangan suka ngebut, tidak boleh begadang, dilarang bergentayangan di jalanan, dan lain lain kegiatan rutinnya.
"Ah, kamu...," kata Anna,
"susah mengerti. "
"Lho, kan betul. Kalau anak lelaki nggak berandalkan lucu. Anak lelaki diam di rumah udah liwat jamannya, Anna. "
"Liwat gimana?"
"Iya, sudah liwat, kayak tukang bakso. Nanti kalau ada lagi jaman yang lain, kita panggilin deh," seloroh Ali Topan.
Anna Karenina tertawa geli. Lelucon Ali Topan benar-benar pas di hatinya. Hatinya terbebas, rasanya dunia lain sekali. Lebih indah dan lebih menyenangkan. Dipandanginya wajah Ali Topan yang keren.
Ali Topanpun memandangi wajah Anna yang profilnya mirip bintang film Diana Rigg.
"Anna...."
"Hm?"
"Bagaimana perasaan kamu pagi ini?"
Anna Karenina mendongak ke arah langit, menahan senyum kecil di bibimya, lalu menjawab, "Biasa biasa saja: '
"Kurang ajar. Kamu balas dendam ya?" Anna mendelik karena makian itu.
"Ih! Kamu kalau omong seenak perut aja!" kata Anna dengan keras,
"lihat-lihat orangnya dong, kamu piker saya ini babu kamu apa, seenaknya memaki kurang ajar! Saya benci kamu!" sambungnya.
Dengan wajah kaku dan sinar mata menyala-nyala, Anna segera berdiri. Ali Topan menyekap mulutnya. la merasa menyesal. Makian kurang ajar itu begitu los menyeplos ke luar dari mulutnya.
"Anna.... Saya tidak bersungguh-sungguh mamaki kamu. Saya menyesal betul ........," kata Ali Topan. la berdiri pula, merendengi Anna. Tapi Anna segera mamalingkan muka ke arah angsa hitam yang berenang-renang di danau buatan.
"Anna.....," kataAli Topan, lembut sekali.

Anna diam saja. Hatinya kesal betul. Baru pertama kali dalam hidupnya ada orang memakinya kurang ajar, dan orang itu justru Ali Topan yang disayanginya. Dalam hatinya ia merasa sedih betul. Baru mulai jatuh sayang, baru mulai bersemi bunga bunga cinta, orang itu sudah berani memakinya kurang ajar secara lugas. Bagaimana kalau sudah kawin nanti dan beranak cucu? Barangkali bisa dibelah-belahnya tulang belulangku, demikian kata hati Anna.

Anna termenung. Hatinya sedih betul. Ingin rasanya berlari menjauhi Ali Topan yang kasar, tapi ada perasaan lain yang menahannya. la sendiri tak tahu daya tarik apa yang menyebabkan ia tak sanggup berbuat apa-apa di depan Ali Topan. Jangankan berhadapan, pada saat ia berjauhan, tak saling tampak muka, angan-angan dan perasaannya tetap lengket pada Ali Topan.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (74)


TUJUH BELAS

Dua hari kemudian di Taman Ria Senayan. Matahari bergerak pelahan, sinarnya menghangati pagi. Ali Topan dan Anna Karenina berjalan bergandengan tangan dari pintu masuk menuju pohon flamboyan yang tegak di tepi danau Angsa Hitam. Disebut Danau Angsa Hitam sebab danau itu tempat memelihara angsa-angsa hitam yang didatangkan dari luar negeri.

Bunga-bunga flamboyan melayang ditiup angin, menari-nari bagaikan balerina, jatuh ke permukaan danau, sopan tampaknya.
"Pagi yang indah sekali," gumam Ali Topan sambil memandang wajah Anna Karenina, "seindah lagu Koes Bersaudara," sambungnya.

Kemudian, sambil melangkah pelahan, Ali Topan menyenandungkan lagu Pagi yang Indah Sekali ciptaan Tonny Koeswoyo. Anna Karenina mendengarkan dengan seksama senandung Ali Topan:
Pagi yang indah sekali Membawa hati bernyanyi Walau gadisku dah pergi Dan tak kan mungkin kembali ............

Anna Karenina tercekam mendengarkan syair lagu yang dinyanyikan Ali Topan. la berhenti melangkah. Matanya sayu mengawasi Ali Topan.
"Gadismu t'lah pergi? Siapa yang pergi? Kenapa dia pergi, Topan?" tanya Anna Karenina dengan lemah lembut.

Ali Topan memandang Anna. Ia tersenyum, lalu menggandeng Anna, berjalan lagi menuju rerumputan di bawah flamboyan. Ali Topan duduk, tapi Anna tetap berdiri. "Ayo duduk, Anna...," kata Ali Topan.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku. "
"Soal nyanyian tadi?"

Anna Karenina mengangguk. Ali Topan tertawa kecil.
"Yang pergi itu gadisnya Tonny Koeswoyo, bukan gadisnya Ali Topan. Perginyapun di dalam lagu. Ngerti, An?" kata Ali Topan,
"Ayo duduk dong. Jangan sampai pagi yang indah ini pecah oleh kesedihan yang aneh," sambungnya.
"Kamu merasa sedih?" tanya Anna sambil duduk di depan Ali Topan.

Ali Topan tak menjawab. la memandangAnna Karenina dengan seksama. Tampak olehnya sinar mata gadis itu menyimpan kesedihan, walaupun bibirnya mengulum senyuman.
"Kamu merasakan kesedihan yang aneh?" tanya Anna lagi. Ali Topan mengangguk. la memang merasakan sesuatu, semacam kesedihan yang halus sekali, tidak kentara, tapi hadir dalam suasana yang indah.
"Kamu sih nyanyi lagu itu. Lagunya bagus, tapi sedih ya.
"Iya," kata Ali Topan polos.
"Seharusnya kita gembira bisa bertemu. "
"Ya, seharusnya begitu. Nah, ayolah kita bergembira. La la la la la la ... ," kata Ali Topan. Iapun bertralala, cukup keras, sehingga sepasang angsa hitam yang sedang berenang berduaan di danau kecil menengok ke arahnya. Ali Topan menunjuk ke arah angsa-angsa hitam, lalu berkata terus:
"Lihat, lihatlah! Angsa angsa hitam memandang kita. Mungkin keduanya berbisik-bisik, bicara tentang kita, An. Tuh, tuh, tuh mereka tersenyum pada kita"
"Mana ada angsa tersenyum?"
"Pasti mereka tersenyum. Dan pasti mereka bisik bisik tentang kita. Kamu tahu apa yang mereka bicarakan,An?"
"Tahu."
"Apa?"
"Yang jantan bilang, he liat tuh Si Ali Topan sedang merayu ceweknya. "

Ali Topan tertawa tergelak gelak mendengar perkataan Anna yang sungguh di luar dugaannya. Sukacita sekali hati Ali Topan. Demikian pula halnya dengan Anna Karenina. Pasangan remaja yang sedang diamuk cinta itu lantas lupa pada kesedihan yang baru saja mereka bicarakan.
"Kamu tau apa ngga, kenapa angsa itu bulunya hitam?" tanya Ali Topan.
"Nggak tauk!"
"He, pikir dulu dong. Belum apa-apa udah bilang nggak tauk!"
"Kami juga mikir dong, kalau ngasih pertanyaan yang bener. Angsa bulu hitamlah ditanya kenapa bulunya hitam. Kamu tanya aja sendiri ke angsanya, jangan tanya saya," kataAnna Karenina.
"Kalau kamu bertanya kenapa saya cantik, mungkin saya bisa jawab," sambungnya sembari mengulum senyuman bertendens.

Ali Topan melengak. Ternyata Anna pandai pula berseloroh.
"Lho, kamu cantik toh? Saya baru tahu." Kata Ali Topan. Wajahnya distel bodo.
Anna kaget mendengar perkataan itu. "Menurut kamu, saya ini cantik apa tidak?" "Menurut saya sih biasa-biasa saja," sahut Ali Topan. "Uh! Memerah lah wajah Anna mendengar perkataan yang lugas itu. Mulutnya terbuka karena saking bengongnya. la menjublag seperti patung. Matanya berkedap kedip seperti angsa hitam.
"Lho, mengapa? Apa Saya salah omong?" Anna menggeleng.
"Kamu marah?"

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (73)


"Kabar dia sama Anna gimana ya? Ada perkembangan baru kayak apa ya? Perlu juga kita tanya bos kita. Jangan kita melulu yang kebagian apes, dia juga mesti ngerasain dong," kata Dudung.

Ketika mereka menemui Ali Topan di rumahnya, wajah pemimpin mereka tampak memuaskan. Ali Topan baru selesai membaca surat dari Anna, pakai tanda romantis. Surat itu ditandai dengan tanda gambar gincu dari bibirnya.

"Waduh, sudah sampai taraf hot," kata Gevaert ketika Ali Topan memperlihatkan tanda gambar bibir itu. "Udah ditentukan apa belon?" tanya Dudung. "Apanya?"
"Kawinnya!"
"Gua bagian nerima kadonya aja, Pan. Kali-kali aja ada arloji yang nyelip," kata Gevaert menggoda.
"Gua bagian nyari orkesnya. Bakal ngibing," kata Dudung.

Ali Topan berhaha-hihi mendengar olok-olok kedua temannya itu.
"Cita-cita sih setinggi bintang, sayang bintangnya ngga selamanya bersinar terang, mack. Rasanya sih gua bakal backstreet. Gua sendiri sih nggak doyan backstreet-backstreet-an, tapi Anna nekat aja," kata Ali Topan.
"Rasanya semua orang pacaran di dunia ini pakai acara backstreet. Orang dulu backstreet-nya lebih serem, itu kata papa gua, Pan," kata Gevaert.
"Iya, tapi mereka kan nggak fair. Rasanya gua belum pernah dengar ada orangtua ngaku backstreet pada jaman mereka pacaran dulu. Memang begitu, seperti kata orang bijaksana, manusia sering lupa dengan kelakuannya sendiri. Ibarat King Kong di depan kacamata ngga keliatan tapi Cucu Monyet di seberang hutan keliatan sampai ke biji-bijinya! Aih, sudahlah, ngomong soal orangtua bikin capek kita aja, Vaert. Pokoknya kita bikin sejarah sendiri sajalah," kata Ali Topan dengan gagah. Kalau dia sudah bicara yang agak berbau filsafat, teman-temannya mengiyakan saja. Kagum.

"Jadi, gimana sambungan percintrongan lu sama Anna?" tanya Gevaert lagi.
"Ali Topan berusaha, Tuhan menentukan," jawab Ali Topan, "Kalian bantu doa saja," sambungnya.
"Ada komisinya dong?"
"Ada! Ada! Tinggal pilih saja, mau kepalan tangan kanan atau tangan kiri. Tangan kanan masuk kuburan, tangan kiri nyangkut di rumah sakit," sahut Ali Topan sambil tersenyum khas. Dudung meleletkan lidahnya. Gevaert menggaruk-garuk kulit kepalanya. Mereka memandang Ali Topan yang sangat mereka kagumi kegagahannya.

"Tunggu kabar lebih lanjut deh, kalian. Gua mau bikin kejutan cinta dalam beberapa hari ini," kata Ali Topan. la mengerjapkan mata ke arah Dudung dan Gevaert, lalu berjalan pergi meninggalkan mereka.Tidak sulit bagi Ali Topan melaksanakan niatnya untuk berhubungan dengan Anna, walaupun telepon di rumah Anna disensor. la pergi ke rumah Maya dan minta tolong gadis itu meneleponkan Anna. Begitu hubungan sudah didapat, Maya memberikan kesempatan kepada Ali Topan.

Nyonya Surya yang menerima telepon dan menyampaikan kepada Anna. Nyonya Surya tidak pernah mengira bahwa yang kemudian mengobrol di pesawat telepon itu Ali Topan yang sangat dibencinya. la tidak tahu, pembicaraan di telepon itu adalah pembicaraan yang gawat. Ali Topan dan Anna merencanakan pertemuan rahasia.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (72)


ENAM BELAS

Enam belas hari sebelum ujian, skorsing Ali Topan dicabut. Pak Broto Panggabean berhasil melembutkan hati lbu Dewi, sehingga Ali Topan tak perlu minta maaf di atas kertas bersegel. Soalnya Pak Broto pernah memanggil Ali Topan, Ali Topan berkeras lebih baik tidak usah ikut ujian daripada disuruh minta maaf. Pak Broto yang bijaksana memahami kekerasan jiwa muridnya. Lantas segalanya bisa diselesaikan dengan caranya yang bijak.

Kepada Ibu Dewi ia memberi jaminan pribadi dan mengatakan bahwa Ali Topan menyatakan penyesalan, secara lisan serta berjanji tidak berbuat ulah liar lagi. Kepada Ali Topan ia berkata bahwa Ibu Dewi juga menyatakan penyesalan telah membesar-besarkan persoalan. Begitu cara Pak Broto Panggabean.

Sampai hari ujian sekolah tiba, teman-teman sekelas melihat bahwa hubungan Ali Topan dan Anna Karenina mendingin. Mereka mengira peristiwa yang lalu menjadi .sebab gawatnya hubungan itu. Ali Topan jarang bicara dengan Anna. Dan, Anna pun mengambil sikap yang sama. Sebetulnya tidak begitu. Itu cuma taktik mereka saja. Ali Topan telah memberi surat pada Anna. Isinya singkat.Anna sayang. Sampai ujian selesai, kita bikin situasi mendingin dulu deh. Kamu belajar baik-balk, sayapun demikian. Kamu berkonsentrasi untuk lulus, sayapun demikian pula. Sesudah ujian selesai, kita bikin keindahan yang lebih dari masa lalu. Pokoknya, begitu deh. Kita bersandiwara sedikit, biar nggak jadi bahan gosip.Okey sayang? Harus okey dong. Cintamu selalu, Ali Topan.
Demikian bunyi surat yang disampaikan langsung oleh Ali melalui kantor pos. Surat itu dialamatkan ke rumah Anna, dengan nama pengirim Siti Sundari.

Maka ujianpun berlangsung seperti yang direncanakan oleh pemerentah. Tenang, lancar dan beres.Para murid menjalani ujian dengan perasaan seperti bapak dan ibu mereka. Ada yang gelisah, ada yang grogi, ada yang deg deg gung, ada yang tenang dan ada pula yang menggerung-gerung karena merasa goblog. Tapi tak ada yang bunuh diri.

Ali Topan merasa mantap. Anna Karenina pun demikian pula. Bobby sedikit grogi. Dudung pas-pas-an. Gevaert stel yakin.
"Kita telah bekerja maksimal, kalau nggak ada sabotase rasanya kita boleh mendaftar ke Ul. Coba Dung, besok tanya ke Ul apa pendaftaran mahasiswa baru sudah dibuka untuk umum," kata Ali Topan ketika hari terakhir ujian telah mereka lewati.
"Bagian naon?" tanya Dudung.
"Bagian yang bisa demonstrasi!" sahut Ali Topan, lalu ketawa yang di sambut oleh ketiga temannya dengan nada yang berlainan.
Hari libur melahirkan peristiwa yang aneh bagi 4 sekawan itu. Gevaert diusir oleh orangtua Farah ketika ia berkunjung ke rumah perempuan yang ditaksirnya itu. Soalnya sederhana. Pada suatu malam ia kepergok mencipok pipi Farah di teras rumah pas bapak si Farah melongok dari celah pintu. Sejak peristiwa naas itu, Gevaert patah arang.
"Nyipoknya cuma sedikit, tapi malunya itu nggak ketulungan, mack," kata Gevaert kepada Dudung. la tak berani mengadukan ikhwalnya ke Ali Topan, takut temannya itu mendatangi rumah Farah dan melabrak bapak si Farah. Dia mengadu pada Dudung, sebab merasa senasib.

Dudung sendiri mengalami malam apes juga. Rupanya, Meiske itu punya pacar seabreg-abreg. Ketika Dudung mengunjunginya pertama kali pada suatu malam Minggu, di rumah Meiske berderet tiga buah mobil. Fiat 125 dan Mercedes 200 milik anak-anak geng Ngos-ngosan, sedangkan Toyota Hardtop milik anak geng RememberMe. Di depan hidung Dudung, yang datang pakai motor saja, Meiske dicium oleh Troy, anak gang Remember Me. Nyiumnya sih nyerobot, hingga Dudung dan anak-anak geng Ngos-ngosan yang melihat jadi merinding. Tapi berhubung Meiske cengar-cengir saja, urusan tidak bisa ditarik panjang.
"Harga diri gua rasanya kebanting banget, Vaert. Soal tampang sih, berani diadu gua, tapi soal materi nyerah deh," kata Dudung bersungut-sungut, "gua pikir si Meiske nggak materialis, eh ternyata gila harta juga," tambahnya.
"Menang di tampang kalah di bensin, gitu Dung? Lu jajal lain kali, bawa bensin dua drum," kata Gevaert.
"Buat apa?"
"Buat bakar rumah si Meiske!" Dudung menyeringai.
"Nasib kita kayak cerita di komik saja, kebagian apesnya melulu. Gua mau nekat kayak si Topan, belum sanggup rasanya. Gila, babe si Farah punya pestol. Kalau gua ditembak bisa celaka. Iya kalau kena jantung langsung meninggal, kalau kena mata kaki kan nyeri betul, Dung," kata Gevaert.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (71)


Ali Topan mengambil tas Bobby dari rak buku, lalu memberikan tas itu pada pemiliknya. la tidak mau mengambil sendiri buku catatan Aljabar dan Kimia di situ. Bobby mengambilkan buku-buku dan catatannya.
"Lu apa-apa minta dilayani. Kapan berentinya kelakuan begitu, friend," kata Bobby.
"Itulah yang dinamakan tatakrama, friend. John Lenon menyebutnya etiket. Yang udah-udah, gua baca di buku Can't Buy Me Love sih begitu. Kalau gelas ada tatakannya, kalau manusia ada tatakramanya, begitu friend."
"Buku apa? Can't Buy Me Love? Nggak salah tuh, yang gua baca sih buku Blowin' In the Wind," kata Bobby, senyum dia.
"Yeaaah, sama juga. Tapi yang lebih klasik mah di buku Pileuleuyan yang diedit oleh Nyi Upit Sarirosa," sahut Ali Topan, disambungnya dengan heh he heh heh. Bobby pun ber-heh heh heh heh pula.

Ali Topan mencatat apa yang perlu dicatatnya. Ringkas. Sempurna. Bobby sudah hafal kejeniusan Ali Topan dalam urusan pelajaran. Dia sudah bosan heran dan bertanya, bagaimana caranya otak Ali Topan bekerja. Ia yang punya catatan rapi, belajar cukup getol, tapi jarang dapat angka tujuh pada setiap ulangan Aljabar atau Kimia. Sedangkan Ali Topan yang rasanya ke sekolah cuma iseng, dan hidupnya semi acak-acakan, ulangannya paling apes dapat 8. Kalau nggak sungkan sama Pak Guru, dia selalu dapat 9 atau 10. Brilian-lah, begitu kalau orang Barat bilang.

"Jadi skorsing gua berakhir pas dua hari menjelang minggu tenang, Bob? Lama juga gua cuti nih," kata Ali Topan, seusai merapikan catatannya.
"Nggak juga. Gua denger sih, Pak Borot mau meninjau keputusan itu. Dia tiap hari negosiasi sama Bu Dewi. Gua rasa sih skorsing lu dipersingkat. Paling-paling lu disuruh minta maaf secara tertulis di atas plat segel. "
"Minta maap? Lu kira lebaran pake acara minta maap. Emoh aku!"
"Lantas apa maumu? Apa yang kau cari, Ali Topan?" kata Bobby. Dia ini paling doyan omong gaya tinggi, gaya teknokrat sama Ali Topan.
"Aku tak mau apa-apa dalam hidup yang singkat ini. Yang kucita-citakan adalah menjadi suami yang baik bagi istriku dan menjadi ayah yang baik bagi anak-anakku kelak, kalau Tuhan mengizinkan lho," sahut Ali Topan dengan irama tukang pantun.
"Seandainya Tuhan tidak memberi izin kepadamu, apakah yang kau cari Ali Topan?" tanya Bobby, menahan tawa.
"Seandainya ada acara begitu ya tidak apa-apa, sebab Tuhan itu Maha Bijaksana. "
"Bijaksana apa bijaksini. "
"Eh lu jangan kurang ajar, Bob! Dosa ngoceh sembarangan becandain Tuhan. Lu kire Tuhan itu statusnye kayak Oom lu? Baek-baek lu ngoceh. Ntar bisu ngga ketauan sebabnye lu," kata Ali Topan. Serius die.

Bobby senyum-senyum kecil. Tapi hatinya memang takut. Dia merasa keterlaluan dalam soal Tuhan. Untuk menetralisir suasana, dia membesarkan volume musik Dino, Dessy and Billy-nya.
"Ngomong punya ngomong, gimana kabar Dudung sama Gevaert? Apa semuanya baek?"
"Baek, cuman rada kurang ajar."

"Di pasal berape kurang ajarnye?"
"Di pasal perkosaan. Masak sih, Dudung and Gevaert berani-beranian naksir perempuan. Si Dudung naksir si Meiske anak Gang Kembang, Si Gevaert naksir Farah anak Jalan Tumaritis. Berbarengan lagi cintanya, kan repot?"
"Kapan peristiwanye? Dan gimana silsilahnye si Farah sama si Meiske itu? Anak orang baek-baek apa anak seniman?Anak ABRI atawa anak pegawe negri? Di mana lahirnye, di mana bahenolnye? Pegimane guratan nasibnya, ngajak kaya apa ngajak miskin? Itu semua musti diitung dulu, Bob."
"Nah, itu die, Boss. Gua kan repot. Tiap istirahat udah pade bedua-duaan, kayak pejabat sama bintang pilem gitu. Rasenye, pengen gua goreng aje itu anak dua. Bandel sih, dapet perempuan nggak bagi-bagi."
"Ooh begituuu? Coba deh nanti Oom tanya mereka, kenapa tidak membagi perempuan padamu, Bobiiih " "Eh, jangan manggil Bobih begitu dong, kayak panggilan orang Gunung Kembung..."
Kedua sobat itu tertawa bersama-sama. Renyah. Sesudah capek ketawa dan bosen ngobrol, Ali Topan permisi pulang.
"Nanti malem ke rumah Gevaert, Bob. Kongko-kongko."
"Jangan kebanyakan kongko, ujian sudah di depan congor kita, Pan. Ntar ngga lulus gua bisa ngga diaku anak oleh babe gua."
"Oh ya?"
Malam harinya mereka berkumpul. Ceritanya belajar bareng, tapi toh acara saling `ngeledek' tetap berjalan. Tiga nama perempuan: Anna Karenina, Farah dan Meiske merupakan topik yang menyenangkan Bobby. la menyatakan bahwa perempuan itu cenderung merusak karier, mengganggu pelajaran. la mengatakan, sebelum jadi sarjana, sebaiknya orang lelaki jangan pacaran sama perempuan. Bahaya, katanya.
"Tergantung perempuannya, kalau hatinya memang busuk, ya merusak, kalau hatinya baik ya bikin baik, Bob. Kalau si Farah mah, rasanya berhati emas," kata Gevaert. "Berapa karat?"
"Dua puluh lima karat!" "Wah. Monas kalah dong?"
"Jangan sentimen lu. Belon kena sentuh perempuan lu ya? Sekali kena panah asmara, mabok dah lu."
"Oh ya?"
"Iya."
"Yah, mudah-mudahan deh gua kuat iman. Rasanya sih, tipe ideal gua belum lahir ke dunia. Kalau perempuan biasa saja sih, sorry deh, geli gua. Paling dikit sih selevel sama Putri Caroline dari Monaco."
"Lu ngomong gitu waras apa lagi sakit?" kata Ali Topan.

"Waras. Kenapa? Gua kan gini-gini masih ada tetesan darah biru. Bangsawan Yogya, mack. Asal paham saja."

"Oo darah nenek moyang lu kecampuran tinta dong? Lu jual ke pabrik Parker bisa laku tuh."
Sampai di situ ledek-meledek selesai. Ali Topan tahu, kalau diteruskan, Bobby bisa kalap. Omongan dibelokkan ke buku-buku pelajaran. Demikian sampai jauh malam.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (70)


Maya bercerita perihal Anna Karenina yang setiap hari nampak sendu dan merana, perihal ulangan ulangan yang membadai menjelang ujian, perihal Ibu Dewi yang makin
merajalela dan perihal macam macam yang bisa diceritakan.
"Wah, kasihan kekasih hati pujaan jantung gua, May," kata Ali Topan, "hatinya tersiksa menanggung derita. Tapi tolong bilang sama dia, May, jangan kuatir tentang nasib gua, gua cukup makan, cukup minum dan istirahat nyenyak."
"Anna kuatir kalau kamu nggak lulus ujian nanti. Si Meinar malah bilang sama Anna, kalau perlu dia mau lapor papanya, supaya urusan skorsing kamu ditinjau kembali. Kan papa si Meinar jendral di Hankam. Tapi cewek kamu nggak mau," kata Maya.
"Wah, betul itu, jangan bawa bawa Hankam deh buat soal sepele kayak gini, entar diketawain marmut kan repot kita? Jangan deh, jangan mengundang kekuatan luar. Tapi bilang sama Meinar, gua mengucapkan terima kasih atas i'tikad baiknya," kata Ali Topan. Terharu perasaannya mendengar rencana Meinar, teman sekelasnya yang cukup dahsyat itu.
"Terus kamu nggak belajar? Nanti gimana dong kalau nggak lulus, mengulang lagi setahun?"
"Soal belajar kan nggak cuma di sekolahan, Maya. Apalagi sekolahan brengsek begitu, keseringan sekolah bisa miring otak kita. Pokoknya, kalau gua nggak lulus ujian nanti, lu boleh sunat gua lagi."
"Ih! Geli!"
Ali Topan ketawa.

Maya menutup mulutnya dengan tas sebolahnya, menahan tawa pula. Rasanya, kata-kata paling jorok pun yang keluar dari mulut Ali Topan, indah kedengaran di kupingnya.

Mereka sudah sampai di pelataran Pasar Melawai. Di dekat tempat parkir motor, Ali Topan melihat petugas keamanan yang galak, melihat ke arahnya. Sinar mata orang itu tampak mencorong, mengandung amarah. Di sebelahnya ada seorang temannya lagi yang juga mengawasi Ali Topan. Bekesiur hati Ali Topan, merasakan gelagat yang kurang cocok dengan seleranya saat itu. Ada Maya, tak enak bikin setori.

Tapi Ali Topan bukan Ali Topan namanya, kalau di saat gawat tidak menemukan akal kancil. Sekira tiga langkah sampai di depan petugas keamanan itu, ia memandang Maya dengan serius. Lalu is berkata dengan nada keras.
"Papa si Meinar pangkatnya Mayor Jendral apa Letnan Jendral, May? Rasanya udah naek pangkat dong dia. Masa dari dulu cuma Mayor Jendral terus? Kan kariemya di Hankam hebat tuh!"

Maya memandang Ali Topan dengan perasaan heran. Yang lebih heran, sampai mundur selangkah, adalah dua petugas keamanan. Mendengar Ali Topan menyebut jendral, ngerilah hati mereka. Lantas beliau-beliau itu pura-pura membuang muka ke atap Pasar Melawai.

Ali Topan berjalan dengan gaya koboy, mengambil motornya. Dihidupkannya motor, dan sengaja dimainkannya gas motornya sekeras-kerasnya, hingga Maya menutup kuping dan berteriak-teriak. la baru berhenti berteriak setelah Ali Topan menormalkan gas motomya.
"Kalau mau ngebut saya nggak mau diantar pulang, mendingan jalan kaki," kata Maya, mengajuk.
"Sorry boy."
"Boy lagi, emangnya gua cowok."

He he he he he he he. Ha ha ha ha ha ha.. Hu hu h u hu hu hu hu. Ho ho hi hu ho ho hi hu. Ali Topan: kumat urakannya. Sepanjang jalan ke rumah Maya ia tertawa renyah
bak kicauan burung kukuk beluk. Jalan motor dilambatkannya hingga Maya senanglah hatinya. Berbunga betul hati Maya bisa memeluk pinggang Ali Topan. Rasanya, matipun tidak penasaran.

Ketika motor sampai di rumah Maya, buyarlah lamunan indah gadis itu. Pelukan tangannya di pinggang Ali Topan merosot otomatis. Wajahnya rada tersipu-sipu bak wajah perawan dicolek penyamun.
"Mampir dulu?" kata Maya.
"Makasih deh. Lain kali saja. Oom masih ada urusan laen," kata Ali Topan. Sembari melepas senyum bertendens, ia memacu sepeda motornya. la bermaksud menjenguk sahabatnya, Bobby, mau nanya soal-soal ulangan dan catatan-catan pelajaran sahabat itu.

Bobby sedang mendengarkan kaset Dino, Dessy and Billy, ketika Ali Topan nongol di kamarnya.
"Hello friend, apakah revolusi sudah selesai?" tegur Ali Topan sembari menyelipkan sebatang Dji Sam Soe di bibirnya.
"Hai, revolusi mendingin karena Che Guevara sedang diskors oleh Fidel Castro," sahut Bobby.
"Bagaimana dengan konsep-konsep penanaman modal, Aljabar dan Kimia Organik dalam rangka pembangunan ujian kita?"
"Ada tuh di tas gua. Lengkap dengan data-data komisi buat pejabat yang berwenang memutuskan."

Ali Topan melemparkan sebatang Dji Sam Soe ke arah Bobby yang tetap duduk relaks di tempat tidurnya. "Apakah LNG-nya bisa dirojer?"

Ali Topan melemparkan korek api cap orang keling mikul kendi. Bobby menyulut rokoknya dengan gaya teknokrat.Gaya tinggi.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (69)


LIMA BELAS

Munir, pemilik kios koran dan majalah di samping toko sepatu Bata Blok M, sedang repot membenahi dagangannya ketika Ali Topan datang. Ali Topan langsung menyomot Kompas.
"Nir, ada berita rumah digusur atau tukang becak ditangkepin?" kata Ali Topan.
"Di Kompas ada, tapi yang lebih seru di Ibu Kota, Nenek-nenek diperkosa kira-kira juga ada di situ," kata Munir. la memberikan Ibu Kota pada Ali Topan.
"Makasih!" sahut Ali Topan, kemudian ia duduk di bangku milik Munir.
la membaca.
Munir meneruskan kerjanya, mengatur koran-koran dan majalah.
Seorang petugas keamanan Blok M datang ke kios itu dan berdiri di dekat Munir. la menyomot beberapa majalah.
"Minjam dulu ah, buat bacaan di kantor," katanya. Munir tak menjawab. Mulutnya separuh ternganga. Ali Topan melirik ke arah petugas keamanan itu. Kebetulan si petugas memandangnya.
"Ada apa liat-liat?" kata si petugas.
Ali Topan kaget. Dalam hatinya ia berkata, galak amat petugas itu.
"Situ kenapa liat-liat saya?" kata Ali Topan.
Si petugas melengak. Ia melotot. "Mau saya gampar kamu?" katanya.
"Lho, ada kasus apa?" kata Ali Topan sembari memajang senyuman bertendens. Si petugas tak menjawab. Tapi matanya makin melotot.
"Jangan melotot begitu dong, nanti saya takut," kata Ali Topan. Munir dan beberapa penjual mainan anak-anak tersenyum mendengar omongan Ali Topan. Mereka senang melihat petugas keamanan yang sok itu dipermainkan oleh Ali Topan.
"Mau gua gampar? Banyak bacot kau!" kata si petugas. la bergerak mendekati Ali Topan, tangannya diangkat untuk menggampar Ali Topan. Langsung saja Ali Topan berdiri.
"Kalau mau dipecat sama bapak saya, coba gampar!" kata Ali Topan. la berkacak pinggang. Gagah sekali. Petugas keamanan keder juga melihat gaya Ali Topan, lagi pula ia berpikir siapa gerangan bapak si anak muda ini.
"Bapak kamu siapa?" tanyanya, melembut. "Bapak saya orang!"
Munir dan teman-temannya tertawa. Petugas keamanan melihat ke arah mereka. Wajahnya merah padam menahan amarah. Tapi ia tak berani bertindak sembarangan.
"Bapak kamu jendral ya?" nanya si petugas, meyakinkan dirinya sendiri.
"Punya KTP apa enggak, berani berani nanya bapak saya? Nanti saya sebut nama bapak saya, situ kaget lagi. Udah pergi sana saya tak ada tempo melayani situ," kata Ali Topan. Lantas ia duduk kembali, dan melanjutkan bacaannya. Petugas keamanan ragu sejenak, tapi kemudian ia memutuskan untuk menuruti perasaan kedernya.

Sambil menyandang perasaan malu, ia ngeloyor pergi. "Gila lu, Pan! Untung dia ngeri, kalau dia kalap kan repot lu," kata Munir.
"Wash, boss kita ini hebat kali. Gertakannya mantap kali. Hebaaat," kata seorang penjual mainan.Ali Topan cuma tersenyum.
"Gerakan begitu ada elmunya tuh, bukan sembarang gertakan," kata Ali Topan sembari tersenyum lebar. "Elmu apa, Boss?" kata penjual mainan anak-anak. "Wah, itu nggak boleh sembarangan dikasih tahu," kata Ali Topan. Ia menaruh Kompas dan Ibu Kota, lalu ngeloyor pergi.
"Makasih, Nir," katanya. "Sama sama," kata Munir.
Ali Topan berhenti sebentar di toko Bata, melihat lihat. Lalu berjalan lagi ke arah Pasar Melawai bagian belakang. Melewati lorong-lorong kecil bagian toko-toko tekstil, ia bersiul-siul lagu sembarangan. Sapaan halo dari para pegawai toko-toko tekstil dijawabnya dengan halo juga. Di ujung lorong ada seorang gadis memanggil namanya.
"Hai, Maya, ngapain?" sahut Ali Topan sambil menghampiri Maya yang tersenyum manis.
"Disuruh mama beli kain kelambu," kata Maya.
"Lho, kok masih pakai kelambu? Kan ada Raid?"
"Mama alergi kalau bau obat-obatan semprot, jadi pakai kelambu. Kamu dari mana? Kangen deh," kata Maya.
"Kalau kangen, beliin rokok dong," kata Ali Topan. Penjual tekstil yang mendengar omongan itu, kertawa he he he. Maya yang sudah hafal kebiasaan Ali Topan mengangguk pertanda paham.
"Tunggu sebentar ya, saya selesaikan transaksi dulu," kata Maya. Ia pun membayar harga kain kelambu yang telah dibelinya.

Tak lama kemudian, kedua teman itu berjalan menuju kios rokok yang terletak di samping bioskop Kebayoran. Maya membelikan sebungkus Dji Sam Soe dan Ali Topan menyatakan terima kasih sepenuh hatinya.
"Ke mana kita? Ada cerita apa di sekolah? Bagaimana kabar cewek gua? Apakah Ibu Dewi sudah meninggal dunia? Dan Pak Brotpang apa sehat-sehat atau masih pilek?" pertanyaan Ali Topan beruntun menyambar kuping Maya.

Maya tertawa renyah. la senang betul pada Ali Topan. Segalanya deh. Stel habis senangnya pada Ali Topan. Memang, Maya diam-diam memendam perasaan naksir pada temannya yang keren dan badung itu. Tapi taksirannya cuma mampu dipendam di dasar laut nuraninya, sebab ia maklum bahwa Ali Topan tak ada minat padanya dalam soal cinta menyinta.

Cukup kasihan sebenamya kalau ada gadis sedikit manis seperti Maya, yang punya cita-cita memeluk gunung padahal menyusuri bukitnya pun sudah ngeri dia, ngeri kalau ditolak. Dan, tidak mengherankan tidak pula disesalkan kalau Maya memendam sedikit birahi pada anak manusia yang kerennya stel habis model Ali Topan, sebab, bidadaripun, umpama kata, jika melihat cucu Adam yang tampangnya orisinil seperti Ali Topan, runtuhlah imannya dan bisa kejadian ia minta pensiun sebagai bidadari.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (68)


Anna Karenina masih duduk diam di kursinya. la masih tetap dibanjiri nasihat dan petuah oleh ayah dan ibunya. Sudah bosan dia mendengar petuah dan nasihat yang diobral, yang itu ke itu melulu.Tapi untuk beranjak pergi, ia masih ngeri. la belum pernah memberontak secara total.

Pemberontakannya selama ini cuma terbatas pada memaki Boy, atau membantah omongan orangtuanya secara kecil-kecilan, dan akhirnya menangis.Keluarga Anna Karenina memang termasuk keluarga yang sedikit sableng. Istilah ilmiahnya, ayah dan ibu Anna, kehilangan rasionalisme dalam mendidik anak-anak mereka.

Emosi lebih berbicara. Subyektif sekali. Mereka melihat Anna dan Ika sebagai anak kecil melihat boneka-boneka.Anak-anak tak punya hak cukup untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Hukum wajib dan larangan, semata-mata datang dari pihak orangtua.

Kebebasan berpendapat, kebebasan menentukan apa yang disukai dan tidak di sukai oleh Anna dan Ika, cuma ada di dalam hati. Tak pernah diberi kesempatan. Mereka lupa, betapa masyarakat di luar rumah setiap saat berubah, begitu cepat. Kaum muda makin menuntut kebebasan, dan memperoleh hal itu dari masyarakat, sedangkan kaum tua menjadi dungu dan tolol, membunuh wibawanya sendiri, karena memusuhi hak kebebasan anak-anak mereka.

Perang nilai, pembaharuan dan kekolotan yang penuh basa basi dan kemunafikan, melahirkan banyak kepahitan. Di antara kepahitan itu makin banyaknya jumlah `unwanted child,' bayi-bayi yang dicetak dalam kepanikan. Motif cinta ataukah nafsu, begitu kabur. Dan tidak menjadi peduli.

Ika Jelita, kakak perempuan Anna Karenina, termasuk dalam kasus itu. la memang jelita bagai porselen. Sialnya, ayah dan ibunya menganggap Ika seperti barang antik, bukan sebagai manusia. Rumah merupakam semacam museum. Ika seperti patung kuno yang ditaruh di dalam lemari kaca. Hanya bisa dilihat, boleh ditaksir, tapi tak boleh menaksir orang yang disukainya. Sampai pada waktunya ia pantas pacaran, pacarpun dipilihkan oleh orangtuanya. Ada anak jendral pensiunan, ada anak dokter jiwa, ada anak pedagang kaya, dan ada keturunan bangsawan Yogya.

Bukan tak ganteng, bukan tak punya cinta, tapi Ika sudah punya pacar. Namanya Muhammad Igbal, anak Betawi asli. la anak yang soleh dan cukup terpelajar. Meskinpun tidak, karena orangtuanya punya sawah dan kebun buah-buahan. Tabiatnya baik. Orangnya rendah hati. Yang utama, Ika mencintainya, dan iapun mencintai Ika dengan sepenuh hati.

Tapi, Tuan dan Nyonya Surya tidak setuju Ika pacaran dengan Muhammad Igbal. Igbal kampungan, kata mereka. Dan segerobak kejelekan lainnya yang diada-adakan.

Ika dan Igbal bercinta lewat pintu belakang. Backstreet. Orangtua Ika tahu. Larangan jatuh. Aturan diperketat. Mereka lupa, makin ketat aturan, makin deras larangan, makin hebat cinta berjuang mencari jalannya.

Sampai pada batas cinta tak bisa kompromi dengan peraturan rumah, Ika-pun hamil oleh Iqbal. Atas dasar cinta sama cinta, suka sama suka. Dan, orangtua akhirnya tak punya kesaktian lagi, kecuali mengusir Ika dengan bekal caci-maki. Begitu ceritanya.
Kini Anna mengalami nasib sama walau tak serupa. Orangtuanya masih belum kapok. Mereka tak mau menimba pelajaran dari pengalaman mereka sendiri. Jiwa anaknya tak diselami, kematiannya tidak ditimbang-timbang. 'Pokoknya, prek deh buat Ali Topan,' demikian keputusan mereka.

Mereka tak menyadari, orangtua pun bisa kuwalat kalau mengkorup hak asasi anaknya. Mereka lupa bahwa mereka bukan Sang Maha Kuasa. Padahal Tuhan telah menanamkan benih cinta di setiap hati umat-Nya. Dan benih itu punya bunga-bunga. Bunga bunga cinta punya keindahan masing-masing. Dan, tak bisa ditahan mekar dan wanginya. Kalau menahan mekarnya bunga, kalau membekap wanginya, itulah melawan takdir.
Rupanya, pikiran Tuan dan Nyonya Surya tidak sampai ke situ. Jadinya, mereka takabur. Menganggap enteng cinta muda-mudi. Kalau diterus-teruskan, mereka menganggap enteng Tuhan anak-anak itu. Mereka pikir, barangkali, Tuhan anak-anak muda berbeda dengan Tuhan mereka.
Anna, Ia gadis yang sedikit nyentrik. Kemauannya lebih keras dari Ika, kakaknya. Bedanya dengan Ika, Anna lebih ekstrovert, terbuka. Ia masih punya setitik harapan, orang tuanya membolehkan ia bergaul dengan Ali Topan. Tapi ia kecewa, karena Ali Topan sudah distempel sebagai pemuda begajulan.
Yang mencemaskan Anna, adalah manusia bernama Boy. Sebagai gadis, Anna punya perasaan, Boy menaksirnya. Taksiran itu habis-habisan. Boy pandai menyembunyikan minatnya dari pandangan orangtua Anna. Tapi nafsu yang terpancar dari dua matanya, tak lolos dari pandangan Anna. Anna ngeri betul pada Boy. Matanya seperti mata tukang perkosa di film-film. Buas dan lapar betul !
Selama ini Anna cuma bisa memendam kengeriannya. Lagi pula ia tidak bisa sembarangan omong, khawatir kalau Boy menjadi-jadi, jika tahu Anna membaca jalan pikirannya yang mesum. Anna khawatir Boy jadi ge-er alias gede rasa.
Kehadiran Ali Topan dalam hidupnya membawa kesejukan di dalam hati. Tapi orang tuanya menganggap justru sebagai badai yang memporak-porandakan segalanya.
Tanpa alasan yang masuk akal. Hingga Anna kesal dan mulai nekat. Diam-diam ia sudah ambil keputusan untuk memberontak, merebut haknya, seperti Ika.
Ketukan di pintu membuat semua orang menoleh. Dan semua orang itu terkejut ketika tahu siapa tamu mereka. Ali Topan!
Sejenak mereka terpana. Tuan Surya mengernyitkan dahi, Nyonya Surya menunjukkan aksi bengong, Boy meringis, dan Anna berhenti menangis!
Ali Topan berdiri tegak. Ia menanti persilaan dari si empunya rumah. Ternyata persilaan itu tak kunjung datang. Yang datang justru kejutan lain.
"Usir anak gila itu, Boy!" seru Tuan Surya.
Tersirap darah Anna mendengarnya. Ia mengangkat kepalanya, melihat ke arah Boy yang berjalan ke pintu. Anna jadi nekat. Dengan cepat ia bergerak, berlari ke pintu.
"Anna! Kembali!" ayahnya berteriak. Tapi Anna tetap berlari, membuka pintu.
"Topaaan... ," bisik Anna, tangannya menyentuh lengan Ali Topan. Ali Topan tersenyum. Mereka saling menggenggam tangan, tak menggubris Boy yang meringis di dekat mereka.
Genggaman itu lepas ketika Tuan Surya datang dan menggeprak tangan mereka! Anna Karenina ditariknya ke dalam, lalu ia berdiri murka di depan Ali Topan. "Jahanam! Pergiiii!" hardiknya.
Ali Topan menganggukkan kepalanya dengan sopan namun gagah. Kemudian ia memutar badannya, dan berjalan dari hadapan orangtua yang murka itu.
Diiringi isak tangis Anna Karenina, ia menyemplak motornya, lantas pergi dari rumah itu.
Hatinya puas bisa bertemu dengan Karenina.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (67)


Ali Topan sampai di jalan Thamrin. Perutnya lapar. la mengebutkan kendaraannya supaya cepat sampai di kebayoran. Pikirannya sudah mendahului sampai di warung Tegal di belakang kantor polisi Komwil 74, salah satu tempatnya biasa makan dengan teman-tempanya.

Di depan gedung Sarinah ia terkesiap. Mobil ayahnya tampak di antara kendaraan yang lain. Ditancapnya gas motornya untuk menyusul mobil itu. Mobil itu memang mobil ayahnya.

Pak Amir tampak sedang tertawa-tawa, menyetir mobilnya. Di sebelahnya duduk seorang perempuan. la sama sekali tak mengira kalau anaknya sedang membuntuti di samping sebuah mobil lain di belakangnya.
"Badanku capek, pegel semua. Kau harus memijati aku Marta," kata pak Amir, sambil menyubit paha perempuan bawaannya. Marta mengaduh, tapi membiarkan tangan Pak Amir tetap di atas pahanya. Bahkan ketika tangan itu menggerayang ke mana-mana tetap dibiarkannya.
"Sabar ah, sabar... sebentar lagi aku tekuk semua tulang-tulang, Oom Amir, supaya hilang capeknya," kata Marta.
"Wah, kalau tulang ditekuk-tekuk, tambah capek dong. "
"Iya, capek, tapi kan enak," sambil tertawa cekikikan. Pas dia ketawa begitu, Ali Topan merendengi mobil Pak Amir. Ali Topan memandang tajam ke arah ayahnya, Pak Amir kaget melihat Ali Topan. Setir mobilnya sampai terlepas dan mobilnya sedikit ngepot. Marta ikut kaget karena mobil itu hampir menghajar mobil lain.
Pak Amir mencoba tersenyum wajar ke anaknya, tapi Ali Topan menampakkan wajah murka.
"Dari mana kau?" sapa Pak Amir, mencoba beramah tamah.
Ali Topan tak menjawab. Ia membuang pandangannya. Lalu memacu motornya ke depan. Pak Amir malah melambatkan mobilnya.
"Siapa sih, Oom?" tanya Marta. “Anak saya.. . ," kata Pak Amir.
"Wah, ganteng ya. Bisa pinjem dong saya..."' kata Marta.
"Hus! Bapaknya saja, jangan anaknya..."' kata Pak Amir. la melotot. Tapi tangannya menggerayangi paha Marta kembali.
"Nanti dia mengadu ke ibunya. Bisa gawat nih, Oom," kata Marta.
"Nggak, nggak. Dia nggak suka ngadu. Nanti kalau ngadu saya tempelengi," sahut Pak Amir.

Mereka sampai di bundaran Hotel Indonesia. Lampu lalu lintas hijau. Pak Amir terus membelokkan mobilnya ke Hotel Indonesia.
Ali Topan mengebutkan motornya. Perutnya yang lapar tiba-tiba tak terasa lagi.

Kelaparannya lenyap, kalah, oleh kepahitan hatinya. Seringkali ia memergoki ayahnya membawa perempuan, yang sekali lirik saja diketahuinya sebagai perempuan bawaan. Bahkan pernah dulu ia bersama Bobby, Dudung dan Gevaert berlibur ke daerah Puncak, dan mengintip orang bercinta di sebuah villa. Yang diintipnya ayahnya sendiri.

Tak terasa ia sampai di bunderan Senayan. Matanya perih kena angin dan debu malam. Diusapnya matanya dengan tangan kiri, lalu mengebut lagi ke jurusan CSW Wajah Anna Karenina terbayang tiba-tiba. Dan rindunya pun datang bersama bayangan wajah gadisnya. Tiba-tiba pula hatinya berdetak. Serasa ada sesuatu yang tidak enak mengganjal perasaannya. Tiba-tiba ada suatu tarikan perasaan yang kuat, keinginannya bertemu dengan Anna. Ia ingin tahu apakah Anna dimarahi oleh orangtuanya karena persoalan di sekolah siang hari tadi.

Tiba-tiba pikiran khasnya muncul, didorong oleh instink aneh yang dimilikinya. Ali Topan memang punya instink tajam. la sering bergerak instinktif. Spontan. Begitu instinknya memberi sinyal berupa perasaan ingin ketemu Anna, Ali Topan langsung menuruti kehendak itu. la menahan rasa laparnya. Motornya langsung ditujukan ke arah rumah Anna. Dia ingin datang ke rumah gadisnya.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (66)


"Sejak kau pakai kalung itu, kau suka marah-marah, An” kata Boy. Ucapan yang acuh tak acuh itu justru hebat. Anna membelalak.
“O begitu kau bilang, Boy?" kata Pak Surya,
"Coba kulihat kalungmu, An," ucapnya pada Anna. Pak Surya menjamah kalung di leher Anna. Anna mencoba mengelak, tapi tangan ayahnya sudah menyentuh kalung itu. "Coba buka," kata Pak Surya. Anna diam saja.
"Diguna-gunai melalui kalung itu dia Pa" kata nyonya Surya yang sangat terpengaruh oleh ucapan Boy.
"Coba buka, Papa mau lihat," kata Pak Surya. Anna masih diam. Tapi wajahnya memperlihatkan penolakan yang hebat. la sangat marah pada Boy, benci pada hasutannya yang dipercaya oleh ayah dan ibunya.

Kedua orangtuanya memang sangat percaya pada tahayul. Pak Surya menarik kalung Anna perlahan. Anna bertahan. Berulang-ulang Pak Surya memintanya membuka kalung itu.
"Besok papa belikan kalung emas bermata berlian ganti kalung ini, Anna. Bukalah," kata pak Surya. Anna menggeleng-nggelengkan wajahnya. Air matanya berlinang.
"Biar... biar Anna pakai kalung ini saja, Papa. Papa? Kalung ini tidak ada guna-gunanya... percayalah Papa...," kata Anna dengan bibir bergetar perasaan yang tertekan.
"Aaaah, cerewet!" kata Pak Surya, sambil menyentak kalung itu. Putus! Anna memekik. Lehernya terasa sakit, tapi hatinya lebih sakit lagi. Maka ia pun menangislah. Terisak-isak. Pak Surya menggenggam kalung itu. la mencium-cium benda itu, seperti kelakuan dukun klenik yang sedang mengendus setan.

"Hm. Hm... bau melati... ini pasti ada apa-apanya...gumam Pak Surya. la melihat ke istrinya, lalu mengangsurkan kalung itu. Nyonya Surya membaui kalung itu, mengendus-ngendus dengan penuh semangat. Pikirannya sudah dipenuhi oleh guna-guna. Begitu terbaui olehnya bunga melati, ia pun mengangguk-angguk. la menoleh ke Boy. Boy melirik Anna dengan gaya sinis betul. "Kemenangan" menyertai tatapan sinisnya itu.

Anna Karenina tak tahan melihat kelakuan mereka. Dongkol, tapi merasa sedikit geli. Tentu saja kalung itu bau melati, karena memang diolesinya kalung Ali Topan itu dengan parfum Jasmine yang bau sari melati. la ingin menjelaskan hal itu, tapi ketika dilihatnya ayah ibunya seperti dukun, ia membatalkannya.

"Untung Boy memberi ingat. Kalau tidak, bahaya! Bisa kecolongan lagi kita," kata Nyonya Surya. Pak Surya mengangguk-anggukkan kepalanya, seperti burung kuntul ikut-ikutan mengangguk-angguk. Anna ingin meludahi muka Boy. Ingin sekali.

“Bawa anakmu ke Mbah Ruspi, Ma," kata Pak surya. Mbah Ruspi yang dimaksudkannya itu adalah orang tua yang menjadi dukun keluarga.
“Tidak mau!" kataAnna dengan keras.
“Tuh tuh guna-gunanya masih nempel,” kata Nyonya Surya. Pak Surya langsung mendekati Anna. Disentuhnya Anna, dengan maksud meraba-raba "setan" yang menyarangi Anna. Anna menepis tangan nya.
"Wah, setannya bandel betul! Melawan!" kata Pak surya.

Gila betul orangtua ini. Dia menangkap tangan Anna. Lalu dipegangnya kuat-kuat. Pikirannya dipenuhi angan-angan kalo anaknya kena guna-guna. Sebelah tangannya mengusap dahi Anna. Anna memejamkan matanya. Ia tak sanggup menahan kesedihan hati yang bercampur rasa marah yang sangat. Perlakuan orangtuanya sungguh keterlaluan.la cuma bisa menangis. Terisak-isak.Pak Surya melepaskan sentuhannya. la membiarkan Anna menangis.Malah ditontonnya anaknya yang sedang menangis.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (65)


Ali Topan melihat polisi yang melaju ke depan sambil celingukan. Sambil melaju ke arah Bunderan Hotel Indonesia, Ali Topan masih menempel bis PPD. la melihat penumpang dan kondekturnya ketawa-tawa melihatnya. Mereka tahu kalau Ali Topan mempermainkan polisi.

"Tenang aje, polisinya udah ngilang," kata kondektur bis. Ali Topan diam saja. Malas menjawab.

Lepas dari bunderan HI, Ali Topan memacu motomya kembali. la lurus ke arah utara. Ia ingin segera sampai di pantai Bina Ria, salah satu tempat yang disenanginya untuk menyendiri.

Matahari mulai tenggelam di makan laut barat. Langit berwarna merah merona. Ombak makin besar dan angin makin kencang.

Ali Topan berdiri tegak menatap cakrawala. Rambutnya yang hitam lebat dan gondrong dihembus angin, menambah kegagahannya. Sekujur tubuhnya lusuh. Dan perutnya terasa lapar.Sudah berjam-jam ia merenung sendiri berdialog dengan angin dan laut. Sepatunnya penuh pasir. Demikian Celana jeans-nya.

la berjalan ke tepi pantai. Dimasukkannya kakinya ke laut, sebatas paha. Celana dan bajunya basah tangannya mengambil pasir dari dalam laut. Digenggammya pasir itu, lalu dilemparkannya ke tengah. Kemudian dibasahinya wajahnya dengan air laut. Dijilatinya tangannya basah. Asin. Dan agak pahit. Hausnya makin menjadi-jadi.

Akhimya ia berbalik, berjalan menuju semak memarkir motornya. Diangkatnya sang motor, ditepuknya sadelnya. Lalu ia menyemplakinya.

Sebelum berlalu, ia menoleh ke arah laut." Dah dulu ya laut, kapan-kapan aku ke sini lagi," Lantas ia hidupkan motornya, dan berlalu dari sana.

Sementara itu di rumah Anna. la duduk dengan bapaknya di ruang tengah membahas perkara hubungannya dengan Ali Topan.

"Kenapa jadi begini, Anna? Papa kan sudah bilang berkali-kali agar membatasi pergaulan dengan anak anak yang tidak cocok dengan derajat kita. Kau harus selalu sadar bahwa kau masih punya tetesan darah bangsawan. masih berlaku, walaupun orang bilang sekarang jaman emansipasi.

Bagaimanapun modernnya jaman, tetapi tetap ada perbedaan derajat antara tetesan bangsawan dengan darah rakyat biasa yang tidak jelas asal usulnya," Pak Surya.
“Saya tak mengerti soal itu, Papa," sahut Anna.
“Kamu memang tak pernah mau mengerti. Pokoknya, mengerti atau tidak, Papa ingin kau menurut aturan, titik! Di sekolah yang dulu, kau bergaul sembarangan. Sesudahnya ke sekolah baru, masih begitu saja," kata Pak surya.

“Mestinya dia sekolah di rumah saja, biar tak bikin pusing orangtua. Saya pun sanggup mengajarinya, kalau diminta" sela Boy.

Anna benci sekali mendengar ucapan Boy. Kebenciannya itu ditunjukkan dengan cara melihat Boy dengan jijik.
“gua nggak mau belajar sama kamu, bangsat!" kata anna.
Semua kaget mendengar makian Anna. Tak ada yang menyangka dia berani memaki Boy. Boy melengak, tapi pura-pura tenang. la mengawasi Anna. Boy tersenyum kecil.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (64)


Dulu mamanya nggak begitu. Masih biasa-biasa saja. Seperti mamanya waktu ia masih kecil. Meskipun cerewet, dan kalau bicara membentak-bentak, tapi masih waras.

Mamanya berubah sejak tahu suaminya main perempuan. Dia jadi kacau. la tidak berteriak. la hanya terisak-isak. la tak mau teriak kepada ibunya, walaupun sekujur tubuh dan isi jiwanya ingin berteriak, Hentikan, hentikan semua kegilaan di rumah ini!!! la memejamkan mata sejenak dan menarik napas panjang-panjang. Kedua tangannya mengepal.

Ditinjunya berkali-kali untuk melampiaskan tekanan perasaan dalam jiwanya.Akhirnya ia terkulai lemas.Perlahan dibukanya kelopak matanya. Bibirnya terbuka. la menyebut nama Tuhan.

Lalu ia berjalan mengambil celana blue jeans dan jaketnya. Dikenakannya pakaian itu, kemudian sepatunya. Dengan tubuh terkulai ia pergi ke kamar mandi. Diciduknya air, diusapnkan ke wajahnya. Demikian berkali-kali. Sesudah itu ia menyenduk air dengan tangannya, untuk berkumur-kumur. Lalu ia keluar.

Tak lama kemudian, Ali Topan naik motor meninggalkan rumahnya. la ngebut! Ali Topan memacu motornya di jalanan. Wajah muram. Pikirannya kusut. la merasa sebagai anak malang di Jakarta.

Dalam keadaan risau begini, ia ingin sendiri. la tidak membutuhkan siapapun. Tidak Gevaert, tidak bobby dan tidak Dudung! walaupun mereka teman-teman sepermainan, ia sedikit sekali bicara tantang keadaan rumah.
Teman-temannya itu mendengar rumah tangganya yang kacau balau, tapi bukan ikut merasakan ada di dalamnya.

Kebayoran memang bukan sekecil Subang, urusan permainan seks-gelap, seperti yang oleh kedua orangtuanya, rasanya setiap Kebayoran tahu. Terutama ikhwal ibunya, yang sebutan Tante Dun Hill karena selalu merokok setiap pemuda hidung belang rasanya belum ada yang belum pernah pergi dengannya, begitu kelakar Kebayoran.

Dan ayahnya? Tak ada rotan, akar pun mereka. Artinya, tak ada perempuan lacur,ABG pun jadi.

"Gilak!" teriak Ali Topan.

Ia kaget sendiri mendengar teriakannya, sebab pengendara mobil di sampingnya melotot ke arahnya, kaget. Ali Topan mengebutkan motornya di antara mobil sedan di jalur cepat Jalan Raya Jendral Sudirman. harusnya ia masuk ke jalur lambat, tempat khusus bagi pengendara motor yang dicampur dengan biskota.

Tapi ia peduli jalur lambat. Ia ingin cepat. la tak peduli sumpah-serapah oom-oom di dalam mobil yang marah karena mematuhi aturan lalu lintas jalan raya. la sedang kesal.ali topan mengebutkan motornya di antara kendaraan lainnya kecepatan 80 sampai 90 km per jam. Ia terus bablas. Lewat kolong jembatan Semanggi. Dua lalu lintas yang sedang patroli menudingnya. Tapi masa bodo saja. la menggeblas terus. Polisi mengejarnya.dari Bendungan Hilir ia masuk ke jalur lambat. Kecepatan motornya dikuranginya. Ia menyelipkan motornya bis PPD, hingga polisi patroli kehilangan jejak.

Polisi itu celingukan, mencari-cari Ali Topan. la heran, anak tanggung itu menghilang. la tidak tahu bersembunyi di balik bis kota.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (63)


EMPAT BELAS

Esoknya,sekitar pukul 10.00 Waktu Indonesia Barat, Hadi datang ke rumah Ali Topan, membawa sepucuk surat keputusan Direktur SMA Bulungan I, mengenai skorsing. Selama satu bulan penuh, ia tidak diizinkan mengikuti pelajaran sekolah.

Yang menerima surat itu Nyonya Amir. Ali Topan sedang berada di kamarnya.Nyonya Amir membaca surat keputusan itu, kemudian pergi ke kamar Ali Topan. la masuk ke kamar anaknya dan mendapati Ali Topan sedang tidur-tiduran.

Nyonya Amir duduk di samping Ali Topan.
"Kamu tidak sekolah hari ini?" tanya Nyonya Amir.
"Males," jawab Ali Topan.
"Kenapa males?"
"Kemarin ribut di sekolah."
"Kenapa ribut?"
"Biasa. "
"Biasa apa?"
"Soal cewek."
"Lho, sudah punya cewek? Kok mama nggak di kasih tahu?"

Ali Topan tak menjawab. la merasa aneh. Mamanya kok lain sekali hari ini? Kok menaruh perhatian banget? la menelentang, memandang ibunya. Ibunya tampak tersenyum. Tapi wajahnya pucat sekali.
"Ada apa?" tanya Ny. Amir.
"Mama tumben nanya-nanya. Udah insap ya?" kata Ali Topan.

Mamanya terperanjat. Wajahnya yang pucat makin pucat. Tapi senyumnya masih diusahakan keluar, untuk mengurangi rasa kagetnya.
"Kepala Sekolahmu mengirim ini," kata Nyonya Amir. la menunjukkan surat pada anaknya.
"Apa itu? Surat skorsingya? Atau Ali dipecat dari sekolah?" tanyaAli Topan.
"Baca saja sendiri," kata Nyonya Amir. la memberikan surat itu pada anaknya. Ali Topan membaca surat itu. Ekspresi wajahnya tidak berubah. Tenang-tenagg saja tampaknya.
"Kamu nakal betul ya di sekolah, kok sampai di skors begitu lama. Jangan nakal dong Ali."
"Ha ha ha. Jaman sekarang memang jamannya orang nakal, Mama. Kalau nggak ada orang nakal, nggak rame dunia," kata Ali Topan.

Nyonya Amir tertegun. Darahnya tersirap. Kata-kata anaknya terasa sebagai ratusan jarum yang menancap di ulu hatinya. Dipandangnya wajah anaknya, tapi terbayang wajah lelaki tanggung yang bukan anaknya. Semakin ia memandang Ali Topan, semakin terbayang wajah anak-anak muda yang menjadi "gigolo"nya. Kepalanya terasa pening mendadak. Pandangan matanya berkunang-kunang.
"Apa kamu bilang?" bisiknya. Ali Topan memandangnya. Sepasang mata seakan-akan layu. Sinar matanya suram, mengandung kecewa.
"Maaf, Mama, Ali nggak suka keadaan di rumah ini. Ali nggak mengerti kemauan mama dan papa. Terus terang Ali kecewa," kata Ali Topan.

Nyonya Amir tertegun. Peningnya menjadi-jadi. Sebetulnya rasa pening itu hampir tak bisa ditahannya, tapi keakuannya sebagai seorang ibu tidak bisa menerima ucapan anaknya, sekalipun ucapan itu mengandung kebenaran.
"Kamu memang tidak akan pernah bisa mengerti!" gumamnya. Lalu ia bangkit, dan segera berjalan ke luar. Pintu kamar Ali Topan dibantingnya. Surat hukuman dari sekolah melayang jatuh kelantai.

Sesaat Ali Topan memandang daun pintu yang dibanting dan surat hukuman yang terletak dilantai. Lalu iapun bangkit, dari tempat tidurnya. Matanya terasa panas.

Sekuat tenaga ia tahan airmata yang hendak ke luar, namun sia-sia. lapun menunduk. Butir-butir airmata jatuh ke lantai. la menangis, terisak-isak. Dadanya terasa sesak, hatinya terasa hampa. Ia ingin sekali berteriak sekuat-kuatnya. la ingin meledakkan seluruh perasaan yang terpendam lama, rasa kecewa berasal dari rasa kehilangan sesuatu, yaitu perhatian ibunya.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (62)


Dengan kesal Anna menuruti "kebijaksanaan" itu. la pamit pada Pak Broto. Pak Broto mengelus rambut muridnya, lalu mengantar ke luar ruang. Boy, mengikuti Anna dari belakang. Nyonya Surya juga pamit. Ia berjalan mengikuti Boy dan Anna.
Pak Broto memperhatikan mereka, kemudian masuk ke dalam kantornya.

"Hadiiiii!," serunya. Hadi datang segera. "Ada apa, Pak?"
Pak Broto melotot.
"Pakai tanya lagi. Mana es teh buatku? Dan Dji Sam Soe sebungkus, bon dulu di kantin. Cepat kau! Kepalaku pening melihat muka kau yang macam beruk itu!" hardik Pak Broto. la melampiaskan kedongkolan pada Hadi.

"Siap, Pak!" kata Hadi. Lalu berjalan mundur ke pintu. Sampai di luar ia berlari sekencang-kencangnya ke kantin. "He, bibi! Mana es teh aku? Dan Dji Sam Soe sebungkus, ngebon dululah! Cepat kau antar ke kamar Bapak kita, Si Broto Panggabean, bah!" kata Hadi pada bibi kantin. Bibi kantin tertawa.

"Kalau di sini berani bilang Si Broto Panggabean. Kalau di depan orangnya... huh!, bisa dibikin beres kamu, Di," kata Bibi Kantin. Sambil tertawa-tawa, segera membuat es teh manis. Setelah selesai, ia berikan es teh dan sebungkus Dji Sam Soe pada Hadi. "Salam buat Pak Broto," kata bibi kantin.
"Salam pakai cium?"
"Hus!" Bibi kantin melotot. Hadi terbahak-bahak sambil pergi membawa es teh dan Dji Sam Soe.

Begitu Hadi sampai dan menaruh gelas es teh manis, langsung Pak Broto menyambar minuman itu dan menenggak seperti orang menenggak tuak. Segelas es teh manis amblas dengan sekejap mata. Lalu membuka bungkus Dji Sam Soe dengan gigi taringnya.
Hadi segera mengundurkan diri. Pintu kantor Pak Broto ditutupnya dari luar. Hadi tahu, pada saat seperti itu, Pak Broto tidak boleh diganggu gugat.

Pak Broto mengambil sebatang Dji Sam Soe, mengeluarkan tembakau separuh. Kemudian ia mengambil bungkusan ganja dari laci mejanya. Ganja itu dicampur dengan tembakau yang sudah dikeluarkannya, kemudian dimasukkan lagi ke dalam rokok. Sisa tembakau dan ganja disimpannya di dalam amplop. Pak Broto sulit menghilangkan kebiasaan mengganja yang dilakukan sejak masih muda, di Medan dulu.

Sebuah pesawat terbang kertas melayang di dalam kelas. Pesawat itu melayang-layang, lalu menukik, dan mendarat di kepala Maya. Lantas terdengar suara ketawa dari teman-temannya. KetawaAli Topan terdengar paling keras. la yang melayangkan pesawat terbang kertas itu.

Maya tidak marah. Ia tahu, Ali Topan sedang kesal. Anna Karenina sudah pulang bersama Ibunya dan Boy. Di depan pintu, tadi, Boy berdiri dengan gaya sok angker. Ali Topan melemparnya dengan sebutir permen Chiclets. Kena kepalanya. Ketika Anna mengambil tasnya, ia tak berkata apa-apa. Wajahnya merunduk.

Ridwan menghampiri Ali Topan. Ia berbisik-bisik. Ali Topan mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu Ridwan kembali ke tempat duduknya.

Ali Topan berdiri. la mengambil tas sekolahnya, lalu berjalan ke pintu. Teman-temannya memperhatikan. Di tengah pintu, sambil tetap menghadap ke luar, Ali Topan berseru: "He, kenyung-kenyung. Gua poskul duluan. Kalian belajar baek-baek, ye?!"
"Iyeeeee..," teman-temannya serempak menyahut.

Lantas Ali Topan berlalu. Langkahnya tenang, pandangannya lurus ke depan. la terus berjalan, melewati koridor, kantor guru-guru, pintu gerbang sekolah dan menyeberangi jalan.

la terus berjalan. Pelan tapi pasti. Menuju Jalan Panglima Polim Tiga, tempat tukang tambal ban motor dan mobil.
Motornya sudah siap ketika ia sampai. Bannya sudah ditambal, dan bodinya sudah dibersihkan oleh penambal ban.
"Ada berada lobang?" tanya Ali Topan.
"Dua lobang. Pakunya panjang sih," kata penambal ban.
"Brapa?".
"Dua lobang, duaratus deh."

Ali Topan membayar Rp 200, lalu mengambil sepeda motornya.
Tak lama kemudian, ia sudah nangkring di atas motornya. la tak ngebut. Motornya dijalankannya pelan-pelan.
la langsung pulang ke rumahnya.

Sumber: kompas.com