Jumat, 14 November 2008

Ali Topan Anak Jalanan (56)


Dia membayangkan wajah ibu Anna yang non-kompromis itu, wajah ayah Anna yang rada tak acuh, sopir Mercy yang namanya Oom Boy dengan tampang klimis yang menjijikkan. Wajah tiga manusia aneh itu akan bertemu dengan wajah Ibu Dewi yang sinisnya bukan kepalang, wajah Pak Broto Panggabean yang rada blo'on. Amit-amit deh. Dan dia membayangkan Anna Karenina bakal ketakutan menghadapi orangtua-orangtua yang aneh itu.

Membayangkan Anna, dia menggeplak jidatnya sendiri. Sampai di depan kelas Ali Topan masih menggeplak-geplak jidatnya sendiri. Kusut pikirannya.

Ali Topan masuk ke dalam kelasnya. Teman temannya memandang padanya.
"Gimana, Pan?"tanpa Bobby.
"Prihatin, mek!," sahutnya.

Dia menghampiri Anna Karenina, dan berdiri di depan gadis manis yang merasa sebagai gadis paling apes di seluruh dunia.
"An! Besok orang tua kamu bakal disuruh datang oleh penguasa sekolah ini. Orangtua saya juga dipanggil, tapi jelas mereka nggak bakal datang. Besok kita berdua bakal diadili di depan orang-orang tua itu. Saya harap kamu tabah," kata Ali Topan. Suaranya cukup keras sehingga anak anak lain bisa mendengarnya.
"Bakalan seru dong, Pan. Kalau perlu kite rubuhin aje sekolahan kagak berbobot ini," Wandi, anak betawi asal mencuap.
"Iya, Pan kita culik sekalian Pak Broto dan Ibu Dewi. Kite ceburin ke Bina Ria biar dimakan jaws!" kata I Soen peranakan Cina-Sunda yang duduk sebangku dengan Ridwan. Teman teman sekelas, termasuk Ali Topan dan Anna tertawa mendengar leluconnya.
"Apa lu kate?" kata Bobby, "dimakan jaws? Udah pinter ngomong Inggris lu, Cina!" tambahnya dalan nada bergurau.
"Pejajaran lu, Bob. Gue bukan Cina, gue orang Sunda tau? Sekali lagi lu ngatain gue Cina, gue embat lu," kata I Soen. Tampangnya dibikin seperti orang marah.
"Sorry boy, I belum tau. Tapi kalau lu mau jual sih, gue beli embatan lu," kata Bobby. Tampangnya distel serius. "Ah, kagak, gua becanda aja, Bob," kata I Soen, lalu ia melihat Ali Topan dan berkata, "jadi gimana Boss? You atur deh, I follow!" Ali Topan yang sedang prihatin tertawa ketawa ha-ha-hi-hi mendengar celotehan I Soen. Anna Karenina juga tertawa terpingkal pingkal. Mereka lupa sejenak pada `musibah' yang menimpa diri mereka.

Kelas menjadi gaduh oleh suara ketawa bebas-aktif yang spontan keluar dari mulut seluruh murid di situ. Humor demi humor yang ditimpa komentar `asbun' merupakan obat mujarab pengusir hati yang gundah.

Di tengah tengah keriuhan suasana, Hadi datang membawa instruksi khusus dari Pak Direktur. Isi instruksi itu pendek tapi tegas: kelas III Paspal 1 distrap, tidak boleh memperoleh pelajaran hari itu. Murid murid harus tetap di kelas, tidak boleh keluar tanpa izin langsung dari direktur.

"Jangankan distrap sehari, sebulan juga kita masih oke. Dia pikir kita sedih kah, padahal sih gembira betul hati kita," kata I Soen.
Ali Topan meminta maaf kepada teman-temannya atas terlibatan mereka karena perbuatannya. Seperti biasanya, teman-temannya mengerti, karena hanya pengertian itu yang bisa mereka berikan kepada sesame teman.

Saat pulang, Ali Topan mengantar Anna ke gerbang sekolah.
"Anna, apa pikiranmu soal urusan besok?" tanya Ali Topan. Anna memandang sayu pada Ali Topan, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata tidak tahu.
"Kamu merasa takut?" tanya Ali Topan. Anna menggeleng.
"Kamu merasa kecewa pada saya?" "Mungkin!" sahut Anna Karenina.

Ali Topan terkesima mendengar jawaban itu. la memandang Anna dengan tajam. Tapi Anna menunduk saja. Bahkan gadis itu mempercepat jalannya langsung menuju Mercy yang sudah menunggu.

Ketika Mercy disopiri Oom Boy bergerak meninggalkan gedung sekolahnya, Anna melirik sekejap ke arah Ali Topan yang berdiri dengan aksi di pintu gerbang. Dua tangannya masuk ke kantong celana dan pandangan matanya gagah sekali. Anna Karenina tidak tahu kalau gaya yang keren itu ditampilkan Ali Topan untuk menutupi perasaan hatinya yang terpukul oleh jawaban Anna.

"Mungkin?" gumam Ali Topan. Lantas ia tersenyum sendirian. la menarik napas berat, lalu berbalik langkah berjalan menuju tempat parkir motor. Bobby, Dudung dan Gevaert menunggu di situ.
"Gimana, Pan?" tanya Gevaert.
"Mungkin," sahut Ali Topan. Ia menghidupkan motornya, lalu meninggalkan tempat parkir, diikuti teman temannya.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (55)


Ali Topan menarik tangan Anna, mengajaknya kembali ke bangkunya.
"Wan, sorry kalau gue bikin kacau lagi," kata Ali Topan pada Ridwan, ketua kelasnya.
"Sorry sih sorry, Pan. Tapi gua ini yang repot. Mendingan lu aja jadi ketua kelas, soalnya guru-guru kan tahunya gua terus. Gua udah capek dipanggil ke kantor, katanya gua nggak becus memimpin kelas," kata Ridwan.
"Boleh aja gue jadi ketua kelas, tapi pakai syarat. Kalau kita boleh pakai busana yang sedikit nyentrik dan merokok di dalam kelas, oke saja. Lu bilang deh ke Pak Broto," kata Ali Topan.

Tentu saja teman temannya tertawa. Grrr. Suasana jadi segar lagi.

Di Kantor Direktur Sekolah. Pak Broto Panggabean mendengar "laporan" Ibu Dewi. Seperti biasanya, Ibu Dewi mendramatisir laporannya dengan airmata yang meleleh dipipinya.

Pak Broto Panggabean memanggil sekretarisnya. "Hadi, Ali Topan suruh menghadap," kata Pak Broto. "Ya, Pak," kata Hadi.

Dia berjalan cepat ke luar. "Anak setan itu kok nggak bosen dipanggilin terus. Gua aja yang disuruh manggil udah bosen. Dia dia juga," gumam Hadi pada dirinya sendiri.

Hadi sampai di kelas, berdiri di depan pintu sambil cengar cengir. Dia melambai ke arah Ali Topan.
"Hallo Boss. Urusan biasa dah!" kata Hadi. Murid-murid ketawa.
"Biasa apaan?" kata Ali Topan. "Dipanggil Godfather," kata Hadi. "Eh, bego ! God itu nggak berfather dan father itu bukan God," kata Ali Topan.

"Lu bilangin ke Pak Brotpang... jadi Direktur Sekolah kok kerjaannya manggil-manggil murid sih. Apa nggak ada kerjaan lain yang lebih bermanfaat buat pembangunan?" kata Ali Topan. Gerrnrrrr lagi teman temannya.

"Saya nggak tahu. Nanti tanya saja pada yang bersangkutan," kata Hadi, "Sekarang ayo dah, kita ke sono, daripada... daripada...," tambahnya.

Ali Topan berjalan keluar kelas diiringi komentar jahil yang ke luar dari mulut teman-teman kelasnya. Anna Karenina tidak ikut berkomentar. Dia menundukkan kepalanya. Maya juga diam.

Ali Topan menghadap Pak Broto Panggabean. "Selamat Pagi, Pak," kata Ali Topan.
"Iya. Pagi pagi kau bikin perkara lagi. Ini lbu Dewi melaporkan kelakuan kau yang brengsek. Dan, pelajaran terhenti. Itu berarti kau bikin rugi teman teman kau yang lain," kata Pak Broto Panggabean.

Ali Topan diam saja. Percuma menjawab, sebab jawabannya akan sama seperti jawaban pada setiap kali dipanggil Pak Broto. Pak Broto Panggabean mengusap-usap kumisnya yang tebal.

"Aku sudah capek marah-marah. Kau rupanya punya adat eksentrik ya. Semakin hebat dimarahi semakin hebat berengsek kau! Nah, tadi Ibu Dewi melapor, katanya kau pacaran di dalam kelas. Main surat cinta dengan Anna. Nah, Ibu Dewi minta supaya kita bikin pertemuan antara kau, Anna, orang tua kau dan orangtua Anna dengan kami di sini. Kau menghadap lagi besok pagi jam delapan," kata Pak Broto Panggabean.

Ali Topan keluar dengan wajah lesu, tanpa permisi kepada Pak Broto. Ibu Dewi ditengok pun tidak olehnya. Jalannya rada loyo. Dia memikirkan kegawatan esok hari. Urusan bakal jadi meriah pasti.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (54)


Tanpa pikir dua kali, Ali Topan melangkah masuk ke dalam kelas. Wajahnya tegang, pandangan matanya menyapu seluruh kelas, lalu hinggap di wajah Ibu Dewi.

Ditatapnya mata Ibu Dewi. Kemarahan terbayang di wajahnya. "Ini dia pahlawan cinta kita!," Ibu Dewi berseru, "hei, kau baca surat itu!, serunya lagi, pada Anna Karenina. Anna tergetar. Ia memandang Ali Topan dan Ali Topan juga memandangnya. Tiba-tiba Ali Topan mengulurkan tangannya, meminta surat itu.

"Biar saya yang membacanya, An," katanya.

Anna memberikan surat itu. Ibu Dewi membelalakkan matanya. Menghadapi Ali Topan selalu membuatnya kehilangan akal. Karena itu ia selalu memunculkan kemarahan dan sinisme yang galak.
"Ibu Dewi, karena saya yang membuat surat ini, saya kira lebih tepat jika saya yang membacanya...," kata Ali Topan.
"Boleh juga, Bung!" kata Ibu Dewi.
Tanpa banyak pernik, Ali Topan membaca suratnya.

Anna Karenina Yang Manis! Saya senang sekali menerima suratmu. Saya tiba-tiba jadi bersemangat dan hidup terasa tidak suram lagi. Rasanya, baru pertama kali dalam sejarah hidup saya sampai hari ini, saya menerima perhatian yang menakjubkan. Surat Anna saya bawa ke manapun saya pergi. Setiap saat saya ingin membacanya. Nah, sekian dulu. Oh ya, soal saran kamu supaya saya rajin sekolah, itu gampang diatur Terima kasih.
Ali Topan

Ali Topan selesai membaca suratnya. la memberikan surat itu kembali pada Anna. Teman-temannya ada yang tertawa mengikik mendengar Ali Topan membaca surat.

Tapi tak ada yang berani mengeluarkan cemoohan. Teman-teman sudah kenal Ali Topan. Mereka respek padanya. Respek campur ngeri.
"Sekarang kamu yang baca," kata Ibu Dewi pada Anna. Anna, Ali Topan dan murid-murid lainnya terkejut. Mereka menganggap Ibu Dewi keterlaluan. Lagipula, yang menjadi pertanyaan anak-anak, kenapa bunyi Ibu Dewi lain dengan bunyi Ali Topan mengenai surat itu? Apakah Ibu Dewi mengada-ada tadi?
"Saya kan sudah membaca, Ibu Dewi?" tanya Ali Topan. Nadanya lembut.
"Kalau saya suruh dia baca kamu mau apa? Atau kalau saya mau sobek-sobek surat kamu, lantas kamu mau apa?" kata Ibu Dewi. la berpaling ke Anna. "Ke sinikan surat itu!," katanya.

Anna memberikan surat itu. lbu Dewi merobek-robek surat itu dengan tenang dan membuang robekan kertas itu tepat kena wajah Ali Topan dan berhamburan ke lantai. Beberapa potongan menempel di baju dan tas sekolahnya.

Kelas dicekam sunyi. Semuanya menunggu reaksi Ali Topan. Mereka memastikan, Ali Topan naik pitam. Kali ini mereka salah duga. Ali Topan mampu menekan emosinya. Perlahan ia membungkuk, berjongkok memunguti robekan kertas suratnya. Dikumpulkannya robekan kertas itu di tangan kirinya, kemudian ia berdiri lagi. Dia berikan robekan surat pada Anna Karenina, kemudian ia berpaling ke Ibu Dewi.
"Terima kasih atas kebijaksanaan Ibu," kata Ali Topan. Kata-katanya merendah, tapi nadanya dingin betul. "Saya tidak butuh terima kasih kamu!," kata Ibu Dewi.

Ali Topan tersenyum.

"Boleh kami duduk, Ibu?" katanya. Tenang. "Kamu menghina saya ya?" kata Ibu Dewi.

"Tidak," kata Ali Topan.
"Tapi sikap kamu kurang pantas! Kamu sok jago. Keluar kamu! Saya muak melihat tampangmu! Sana! Keluar!"

"Jangan begitu dong, Bu. Masa saya mau sekolah disuruh keluar? Itu kan kurang bijaksana namanya," kata Ali Topan.
"Kamu selalu membantah! Anak berengsek!" kata Ibu dewi.
Dia berjalan ke meja, mengambil tasnya, lalu keluar cepat-cepat. Wajahnya geram betul.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (53)


Anna Karenina mengambil surat dari Ali Topan, lalu ditaruhnya di bawah tas sekolah yang ditaruhnya di atas meja. Ketika Ibu Dewi sedang asyik menulis teori-teori pergaulan, ia mempergunakan kesempatan itu untuk membaca surat dari Ali Topan.

Begitu Ibu Dewi selesai menulis dan mulai berbicara lagi, Anna segera mendongak, melihat ke arah Ibu Dewi. Hal itu dilakukannya berulangkali. Rupanya Ibu Dewi sempat melihat sikap Anna itu, namun ia pura-pura tidak tahu.
"Jadi, yang paling penting di dunia ini, adalah budi pekerti, sebab, seperti kata pepatah, manusia boleh pandai seperti profesor, tapi kalau dia tidak punya budi pekerti, maka ia tidak ada arti sama sekali bagi masyarakat. Mengerti anak-anak?" kata Ibu Dewi.
"Mengertiiiiii!" sahut murid-murid, serempak.

Anna Karenina cuma menggumam saja, ia tidak berminat untuk ikut-ikutan berteriak seperti teman-temannya yang serempak menyambut pernyataan Ibu Dewi.

Ibu Dewi berbalik menghadap papan tulis lagi. la menuliskan sesuatu, tapi tiba-tiba ia berbalik menghadap ke arah para murid. Tepat pada saat itu Anna Karenina sedang mengangkat tasnya, menarik kertas surat dari Ali Topan.
"Hei, kamu! Sedang bikin apa kamu?" kata Ibu Dewi. Tangannya menunjuk Anna Karenina yang terkejut mendengar tegurannya. Secara refleks Anna menyimpan kembali surat dari Ali Topan ke bawah tasnya. Wajahnya tampak gugup sekali. la tidak menjawab.
Ibu Dewi menghampiri Anna. Para murid yang lain langsung memusatkan perhatian mereka ke arah Ana dan Ibu Dewi.
Ibu Dewi membalik tas Anna dan mengambil surat dari bawah tas itu.

"Apa ini?" tanya Ibu Dewi.
Anna Karenina tidak menjawab . Wajahnya pias. Ibu Dewi membaca surat Ali Topan itu. Wajahnya berubah sinis. la mengangkat surat itu, lalu membaca isi surat dengan suaranya yang nyaring. Anna Karenina cuma bengong saja. Perasaannya sangat risau sekali.
"Wah, wah, wah ...Surat cinta dari kekasih. Bukan main romantisnya.. .," Ibu Dewi dengan sinis, "Kekasihku yang rupawan, aku merindukanmu siang dan malam, apakah engkau begitu pula?" tambahnya.

Anna Karenina tersentak. Surat Ali Topan tidak begitu bunyinya. Ibu Dewi mengada-ada. Segera Anna menundukkan kepala karena Ibu Dewi memandangnya dengan bengis.

Di luar, Ali Topan merasa tegang. la mendengar suara Ibu Dewi yang sedang marahkepada Anna. Dan ia tahu Ibu Dewi mengada-ada dengan pembacaan surat yang tidak cocok dengan surat yang ditulisnya untuk Anna. Apakah Anna mendapat surat dari orang lain?' demikian pikirnya. Maka ia menunggu perkembangan selanjutnya.

la waspada. Di dalam kelas Ibu Dewi berkacak pinggang di depan Anna. Anna tetap merunduk. Murid-murid lainnya diam. "Hei ! Inilah contoh anak yang baik sekali kelakuannya," kata Ibu Dewi sinis.Ada guru menerangkan pelajaran di depan kelas, dia asyik membaca surat cinta dari kekasihnya!"tambahnya.

Anna Karenina menunduk terus.Ibu Dewi menyentuh dagu Anna, lalu mengangkat dagu itu, hinggaAnna terpaksa menengadah, memandangnya. "Kamu murid baru di sini ya! Coba berdiri di depan kelas!" kata Ibu Dewi. Anna Karenina berdiri, perlahan, lalu berjalan di depan kelas. la merasa telah membuat kesalahan, oleh sebab itu ia pasrah menerima hukuman apapun. Ibu Dewi menggenggam surat rampasannya. ia menghampiri Anna, dan berdiri di depan Anna."Hei, Kamu ke sini untuk belajar atau untuk cari pacar?" tanya Ibu Dewi.

Anna tidak menj awab. Ia melihat surat yang di genggam Ibu Dewi. Yang tak habis dipikirnya, kenapa Ibu Dewi membaca surat tidak sesuai dengan tulisan aslinya? Ibu Dewi memandangnya dengan tajam, kemudian ia berpaling ke arah murid-murid yang lain.

"Hai, kalian kiranya ingin mendengarkan pembacaan surat cinta, bukan?" katanya. Murid-murid tak ada yang menjawab. Maya dan Boby berpandangan. Keduanya mengangkat bahu.
Ibu Dewi memberikan surat rampasannya pada Anna. "Kau, bacalah! Supaya semua teman tahu bagaimana hebatnya pacarmu yang bernama Ali Topan itu merangkai kalimat cinta!," kata Ibu Dewi.

Di luar kelas, Ali Topan tersentak mendengar namanya disebut. Sudah pasti, sudah pasti surat yang ditulisnya untuk Anna yang jadi perkara.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (52)


Dia memang jagoan mengendarai motor. Dalam tempo 3 menit dia sudah sampai di Jalan Wijaya 11. la suka mengambil jalan memutar ke sekolahnya yang terletak di Jalan Mahakam, untuk menikmati tikungan-tikungan kecil yang terdapat di situ.

Pada saat ia menikung dari Jalan Wijaya 11 ke arah Panglima Polim Tiga, ban motornya mendadak kempes. Ali Topan menghentikan motornya dan memeriksa ban depan yang kempes. la mendapati sebuah paku besar menancap di ban motornya.
"Sialan, lu anak siapa sih paku! Nggak disekolahin ya sama bapak lu! Pagi-pagi begini bikin kempes ban motor gua!" Ali Topan menggerutu. la berusaha mencabut paku itu, tapi tidak bisa, karena paku itu menancap dan bengkok di Dalam ban. Dengan wajah kesal Ali Topan menuntun motornya ke arah tukang tambal ban yang membuka bengkel di ujung Jalan Panglima Polim Tiga.

"Pagi-pagi sudah kena musibah rupanya.. ." kata tukang tambal ban seorang pemuda asal Medan.
"Iya. Musibah gua kan rejeki lu, Bang! Bisa banget lu omong musibah-musibahan," jawab Ali Topan. Dia memarkir motornya di depan tukang bengkel yang tersipu-sipu mendengar kata-katanya.
"Kena paku rupanya? Di mana?" kata tukang tambal ban.
"Di Bandung!," sahut Ali Topan, "gua tinggal ini motor, nanti siang gua ambil," tambahnya sembari melemparkan kunci motor pada tukang tambal ban yang bengong itu tanpa banyak pernik, Ali Topan berjalan pergi, menyambung perjalanannya.

Ali Topan berjalan kaki dengan santai. la bersiul-siul gembira. Kedua buah tangannya berada didalam saku jeans. Indah sekali pagi, nyaman sekali hatinya.

Seorang mngendara motor dari arah belakang berhenti di dekatnya. Dia Teddy, anak kelas I-7. "Eh, tumben jalan kaki, Pan. Ke mana motor lu?" tanya Teddy, "udah telat nih. Lu naik deh," tambahnya.
"Hei, lu Ted. Ban motor gue pecah kena paku. Yuk, gua nebeng dah," kata Ali Topan.

Dia membonceng Teddy. Sampai di sekolah Ali Topan melompat turun. "Terimakasih, Ted," kata Ali Topan, kemudian ia segera berlari menuju kelasnya. Teddy menuntun motornya ke tempat parkir.

Ali Topan sampai di depan kelas, tapi dia tidak langsung masuk. Dia berdiri di dekat pilar di depan kelas. Suara Ibu Dewi membuatnya enggan masuk, namun perasaannya ingin betul masuk ke dalan untuk melihatAnna.

Di dalam kelas, Ibu Dewi mulai "berdakwah". Murid-murid segera diam. Memperhatikannya.
"Anak-anak, hari ini lbu akan menerangkan satu masalah yang mengangkat tatacara pergaulan kaum muda. Masalah ini sangat penting agar kalian bisa menjadi pelajar teladan. Judul masalah sudah Ibu pilihkan, yaitu Bagaimana Memperoleh Manfaat Dari Pergaulan. Sungguh, hal ini penting bagi kalian, karena anak-anak muda jaman sekarang sedang menjadi perhatian kaum pendidik dan masyarakat akibat makin hari makin tinggi angka kenakalan remaja di Jakarta," kata lbu Dewi.

la berkata dengan suara nyaring dan mimiknya selalu khas, gerak kelopak mata dan bibir yang genit seperti penyiar tivi serta tangan yang selalu menjentik jentik debu kapur yang jatuh ke busananya.

Murid-murid diam, tapi sebagian besar pikiran mereka bukan kepada masalah yang sedang dibicarakan melainkan kepada gerak kelopak mata dan bibir Ibu Dewi, yang sok anggun itu.
"Mengerti kalian?" tanya Ibu Dewi.

Murid-murid serempak mengatakan pengertian mereka. Ibu Dewi tampak suka dengan jawaban yang serempak itu. la melirik ke murid-murid di barisan belakang, kemudian menuliskan "ceramahnya."

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (51)


DUA BELAS

Esok harinya di sekolah. Maya memberikan titipan dari Ali Topan kepada Anna Karenina.
"Nih, balasan dari dia," kata Maya.
"Oh ya? Terima kasih Maya," kata Anna. Ia cepat memasukkan buku itu ke dalam tasnya. Hatinya berdebar-debar. la ingin segera membaca surat balasan itu, tapi beberapa teman yang baru datang lewat di sisi bangkunya. "Kamu ke rumahnya?" tanya Anna.
"Ih, gengsi dong. Saya ketemu dia di blok-M, tampangnya kusut banget, begitu saya kasih surat kamu tampangnya jadi berseri-seri seperti penyanyi pop di layar tivi," kata Maya sambil senyum. Anna mencubit lengan Maya.

"Dia masuk apa tidak hari ini?" tanya Anna.
"Nggak tahu, emangnya saya ibunya apa yang musti tahu segala urusan dial" jawab Maya. Wajah Anna Karenina bersemu dadu karena godaan itu.
Bel sekolah berdentang. Jam pertama hari itu adalah jam yang paling tidak disukai oleh murid-murid, yaitu "pembinaan budi pekerti" oleh Ibu Dewi. Ali Topan memberi sebutan "pendidikan over acting" untuk jam pelajarannya.

Ibu Dewi masuk ke dalam kelas. la memakai pakaian yang selalu mengikuti mode dan mahal, sesuatu yang tidak cocok dengan jabatannya sebagai pembina budi pekerti. Dandanan wajahnya pun, yang ditandai dengan gincu menyala, bedak tebal, bulu mata palsu sangat membantu pandangan negatif murid-murid terhadap dirinya.

Pertama kali Ibu Dewi melihat ke arah bangku Ali Topan. Tak pemah sekalipun ia melihat Ali Topan siap di tempatnya ketika ia masuk. Kalau tidak kesiangan, sampai hampir habis jam pembinaannya, pasti Ali Topan tidak masuk. Dan ia tak habis mengerti kenapa murid yang satu itu begitu berani terbuka menantangnya.
"Dia ke mana?" tanya Ibu Dewi pada Boby. "Saya tidak tahu, Bu," jawab Boby.
Itu adalah tanya jawab yang rutin, semacam pendahuluan untuk acara pidato muluk-muluk tentang budi pekerti, sopan santun, moral baik dan buruk serta lain-lain dongengan lagi.

Biasanya, kalau ada Ali Topan, selalu saja ada peristiwa yang lucu dibuatnya, yang menguap keraslah, yang ,berlagak mengantuk, atau jatuhnya setumpukan buku ke lantai. Bahkan pernah ada seekor tikus got berlari kian kemari di dalam kelas dan mengakibatkan kelas geger, anak-anak perempuan naik semua ke atas bangku mereka, bahkan Ibu Dewi lari terbirit-birit ke luar sampai terkencing-kencing.

Dugaan kuat Ali Topan yang membuat ulah, tapi dugaan itu tak bisa dibuktikan, akhirnya dibekukan.
Ali Topan bangun tidur pada pukul 7.23 wib. Selesai mandi pada pukul 7.31 wib, ia segera mengenakan busana hariannya, jeans bluwek dan kemeja batik cap Dua Bedil. Seharusnya busana seragam SMA Bulungan bukan jeans bluwek, dan batik cap Dua Bedil, tapi celana biru muda dengan baju batik Keris. Ali Topan selalu merasa gerah Mau memakai seragam sebagai yang ditentukan oleh Kepala Sekolah.

Oleh karena itu, ditambah catatan yang hampir setiap hari dicatat oleh ibu-ibu dan bapak-bapak guru sehubungan dengan kelakuannya yang "bebas-aktif," maka nilai budi pekerti Ali Topan tidak pernah bagus.

Tanpa sarapan pagi, Ali Topan berangkat ke sekolah pada pukul 7.44. la mengendarai motornya sebagaimana anak-anak muda Jakarta yang sedang puber, yaitu ngebut. Seringkali ia ditangkap polisi lalu lintas karena pengebutannya, tapi sering kali pula ia dibebaskan karena polisi diberinya alasan yang masuk akal. la selalu mengatakan, ketika ditanya kenapa ngebut, bahwa ia hanya mencontoh adegan ngebut di dalam film luar dan dalam negeri.
"Kalau Bapak ingin agar saya berhenti ngebut, coba Bapak larang adegan ngebut di film-film itu," demikian katanya senantiasa.

Ketika polisi-polisi itu menunjukkan gejala "perdamaian di bawah tangan", Ali Topan suka juga membual, dengan mengatakan dia anak jenderal. Secara psikologis dia tahu, berdasarkan pengalaman orang lain, polisi-polisi itu agak ngeri jika ada seseorang remaja mengaku anak jenderal. Tapi pernah juga sekali tempo dia membentur "batu", ketika seorang polisi lalulintas tidak peduli apa yang ia bualkan, dan Ali Topan kena "tilang" di Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang terletak di kampung Slipi.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (50)


Suara langkah Mbok Yem terdengar. Ali Topan cepat menghidupkan radio.
“Den Bagus, Den Bagus!," Mbok Yem memanggil dari balik pintu, karena pintu kamar dikunci oleh Ali Topan.
Topan membukakan pintu. "Kalau manggil raden-radennan lagi gua nggak mau jawab, Mbok. Serius nih," kata Ali Topan.
"Habis Mbok harus manggil apa? Tuan muda?" tanya Yem.
“Panggil Gus Topan, gitu."
“Gituuu... iya deh Den Bagus, eh, Gus Topan... ," kata Mbok Yem, "ngapain pintu dikunci?" "Gak ngapa-ngapain," kata Ali Topan.

la kembali ke kamar mengambil buku berisi surat cintanya.
“Ke mana? Makan dulu, deh," kata Mbok Yem.
“Aku pergi sebentar...,"kata Ali Topan. la berjalan ke ruang depan.
Ibunya keluar dari pintu kamar.

"Hallo... mau ke mana anak mama?"sapa Ny. Amir.

Ali Topan memandang ibunya. Wajah ibunya agak pucat, rambutnya semrawut dan seputar matanya cekung. "Mama sakit?" tanya Ali Topan. Ny. Amir tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Ali Topan menatap mata ibunya. Nyonya Amir melengos. Mereka berpandangan lagi, tapi dua pasang mata mereka hanya merefleksikan getaran kosong dan asing dari hati masing-masing.

"Ali pergi dulu, Ma ...,"kata Ali Topan. la berlalu dari hadapan ibunya.
"Mau ke mana kau?" tanya Nyonya Amir.
"Mau ke rumah Maya," kata Ali Topan sambil berjalan keluar.

Nyonya Amir menghela napas. la mengerti kenapa anaknya bersikap acuh tak acuh kepadanya.
Deruman suara motor Ali Topan terdengar bagaikan deruman singa yang sedang marah. Nyonya Amir terdiam di tempatnya. la menutup wajahnya dengan dua telapak tangannya. Di depan pintu kamar Ali Topan, Mbok Yem berdiri memperhatikannya.

Maya hendak tidur siang ketika Ali Topan datang ke rumahnya.
"Ngapain? Saya mau tidur siang nih," kata Maya. "Mau titip surat buat... si dia," kata Ali Topan, "sorry mengganggu ya," tambahnya. Ali Topan memberikan buku berisi surat kepada Maya. Maya tersenyum menerimanya.
"Rajin juga ya. Isinya rayuan melulu ya?" Maya menggoda. Ali Topan tersipu-sipu.
"Nggak tau deh Maya. Mau dibilang rayuan kek, cetusan hati nurani kek, atau rintihan dan ratapan yang cengeng, terserah deh. Gua juga nggak tahu apa namanya," kata Ali Topan, "Gi deh, tidur siang biar awet muda. Dan terima kasih ya atas kebaikan kamu," tambahnya.

Ali Topan permisi pulang. Maya masih menggodanya: "Eh, titipan Hati kan musti ada ongkos kirimnya, Pan?" Ali Topan merandek dan berpaling
"Titipan surat cinta ongkosnya berupa cipokan, mau?" katanya.
"Ih,enak aja lu!" kata Maya sambil meringis. Dan ia makin meringis ketika Ali Topan mengirimkan ciuman jarak jauh via tangan kanan yang dikecupnya. Maya melengos. Ali Topan tertawa senang, dan segera berlalu karena Ny. Utama muncul dari dalam rumah.
"Teman kamu yang satu itu lucu juga, tapi lucunya berbahaya, Maya. Jangan-jangan kamu jatuh cinta sama dia," kata Ny. Utama.
"Maunya sih jatuh cinta, Mama. Tapi dia sudah ada yang punya...," kata Maya.
"Jadi kamu patah hati dong?" Nyonya Utama menggodanya.
"Ah, nggak juga, emangnya hati Maya dari kayu..."' jawab Maya, "dia kemari mau titip surat buat kekasih...," tambahnya sambil menunjukkan buku berisi surat Ali Topan.

Keduanya tertawa kecil, lalu berpelukan, masuk ke rumah, seperti dua orang sahabat yang manis...

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (49)


Ali Topan menghembuskan nafas panjang pertanda legaan hatinya. Surat itu dibacanya sekali lagi, seolah tidak percaya bahwa Anna menulis surat yang begitu isinya. Diciumnya surat itu berulang-ulang, tepat tanda tangan Anna.
"Anna sayang... besok saya masuk deh...," katanya padanya sendiri.

Rasanya tak puas-puasnya Ali Topan mencium dan memandangi tanda tangan Anna, tapi ia jadi malu hati karena ada dua orang lewat memperhatikannya dengan pandangan aneh serta lucu. Ali Topan cepat-cepat memasukkan surat itu ke dalam kantongnya, kemudian berlalu meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya, Ali Topan bersiul-siul gembira. Baru pertama kali dalam "sejarah" hidupnya, Ali Topan menerima surat cinta, untung dia tidak gila akibat gempa kegembiraan yang melanda kalbunya.

Sampai di rumah, ia langsung masuk kamar dan mengunci pintu. Radio yang selama ini berfungsi sebagai teman dalam kamar tidak disentuhnya. la menghempaskan diri ke tempat tidur dan senyam senyum sendirian. Bantal dipeluknya dan diciumnya berkali-kali.

Sejenak kemudian ia sudah melompat dari tempat tidur dan berjalan mondar mandir di dalam kamarnya. la bercermin dan berbicara dengan wajahnya di dalam cermin. Ia tersenyum, ia tertawa-tawa kecil. Anak jalanan yang begitu brutal bisa juga dibikin bingung oleh sebuah surat cinta. Anna. Anna. Anna. Anna. Anna. Berkali-kali mulutnya menggumamkan nama gadis yang telah membuat hatinya goncang.

Tak lama ia sudah meninggalkan cermin itu. la duduk di lantai menghadapi meja kecil di sisi tempat tidur. Sebuah kertas yang dirobeknya dari buku tulis terhampar di meja itu. Bolpen di tangan kanannya la mencoba menulis surat balasan untuk Anna, tapi ia repot memperoleh kata-kata yang dianggapnya cocok menyuarakan rasaannya. Ia ingin romantis dalam surat, tapi kalimat yang telah ditulisnya terasa begitu romantis seperti rayuan orang-orang cengeng. Ia merasa geli, malu hati sendiri ketika membaca kalimat-kalimat 'cintanya'. Berkali-kali ia ganti kertas, berkali-kali ia menulis surat dan berkali-kali pula ia meremas kertas itu dan membuangnya ke bawah tempat tidur.

"Wah lama-lama buku gua habis dong, An...," gumamnya. Dan ia kaget ketika gumaman itu di dengarnya sendiri. Akhirnya, ia menguatkan hati. Ditulisnya sebuah surat, hampir tanpa berfikir lagi, dan ia tak mau membaca surat itu karena takut batal lagi. Begitu selesai menandatangani surat cintanya, ia melipat kertas surat dan mencari amplop. Tapi amplop merupakan barang yang belum pernah ada didalam daftar barang-barang inventarisnya, karena ia tak pernah merasa memerlukan benda itu.

Di dalam kamar ayah dan ibunya pasti ada benda itu, tapi Ali Topan malas mengambilnya. Akhirnya surat itu dia tutup dengan pita rekat plastik lalu diselipkannya surat itu ke dalam sebuah buku.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (48)


Ali Topan ternganga. Ia hampir tak mempercayai pendengarannya. Mimpikah? Mimpikah dia? Maya memberikan surat itu.

"Udah jangan bengong!" kata Maya.
"Dari dia? Surat dari dia? Betul nih May?" Ali Topan tergagap-gagap.
"Kalau bukan dari dia lalu dari siapa? Emangnya pacarmu ada berapa biji?" Kata Maya, "Tadi di kelas dia nulis surat ini dan minta tolong pada saya untuk menyampaikan ke kamu. Saya pikir, kamu saya telpon dari rumah supaya mengambil surat titipan kilat itu. Eh, kebetulan kamu di sini, jadi lebih bagus lagi, saya nggak usah capek-capek nelpon kamu," tambahnya.
"Oooo... ooo... ooo..." Ali Topan cuma bisa o, o, o, o ya mendengar omongan Maya yang beruntun itu. la bahkan lupa mengucapkan terima kasih pada Maya, padahal Maya kelihatannya menunggu ucapan itu. "terima kasih ya," kata Maya. Ali Topan melengak. “Duilah, kok kamu yang bilang terima kasih. Saya terima kasih, terima kasih, terima kasiiiih, Maya maniiiiis," kata Ali Topan.

Uh, merayu lagi. Udah deh saya mau pulang," kata maya, "Besok mbolos lagi ya," tambahnya. Maya bergerak meninggalkan tempat itu. AliTopan mencekal lengannya.
"Kalau saya nggak nganter kamu pulang itu namanya nggak lucu dong, Maya. Anak cakep jalan sendiri, nanti diculik orang jahat kan Kebayoran rugi," kata Ali Topan.

Percuma Maya meronta-ronta, Ali Topan tetap mencekal lengannya dan membawanya ke tempat parkir motor.
"Tapi kamu jangan ngebut dong. Saya takut kalau kamu ngebut," kata Maya ketika ia duduk diboncengan motor. "Beres deh. Apa saja yang kamu minta hari ini, asal jangan minta duit, saya usahakan untuk memenuhinya," kata Ali Topan.
"Tumben ngomongnya pakai tata bahasa Indonesia yang baik. Saya-kamu saya-kamu-an. Biasanya lu-gue lu-gue-an," kata Maya.

Ali Topan tertawa gembira. Mayapun ikut merasakan kegembiraan temannya yang eksentrik itu. Sepanjang jalan ke rumah Maya, Ali Topan tanya perihal Anna. Maya tak banyak cerita. la hanya mengatakan bahwa Anna tampak sedih.

"Kamu baca saja suratnya, kan lebih sip," kata Maya.
"Nanti dong, sambil naik motor mana bisa baca surat? Nanti jatuh, dengkul kamu lecet kan saya musti ganti. Kalau di toko ada dengkul palsu, kalau langka kan saya dituntut oleh orangtua kamu," kata Ali Topan dengan nada lucu.

Maya mengikik geli. la senang sekali mendengar Ali Topan bisa berbicara dengan tatabahasa yang baik. Sepanjang jalan, Maya tersenyum sendiri.
Mereka sampai di depan rumah Maya. Maya melompat turun.
"Nggak usah mampir ya," kata Maya.
"Ngapain mampir, nanti dikasih makan kan nggak enak," kata Ali Topan bergurau. "Oke deh ya, Trimakasih sekali lagi," tambahnya.
Ia menggeblas motornya,berlalu. Maya berlari-lari kecil masuk ke rumahnya.

Ali Topan menghentikan motornya di bawah pohon Mahoni di Jalan Limau yang sepi. la buru-buru buru membuka sampul surat dan membaca isinya.

Ali Topan Sayaaang ....
Anna sangat menyesal atas peristiwa pada malam ulang tahun Anna. Anna mengerti jika kamu dan teman-teman kamu tersinggung atas perlakuan orang tua saya yang sadis dan kejam. Anna minta maaf ya? Mau kan kamu memberi maaf Anna?
Surat ini Anna kirimkan via Maya, karena Anna belum berani datang ke rumah kamu. Nggak apa-apa ya?
Oh iya, kalung pemberian kamu baguus sekali. Anna sudah memakainya dan akan Anna pakai selalu.
Terima kasih atas kebaikan kamu. Semoga Tuhan Yang maha Esa membalas kebaikan kamu dengan cinta kasih. Sekian dulu.
Salam dari Anna Karenina.
p.s Anna ingin kamu besok masuk sekolah ya.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (47)


SEBELAS

Ali Topan dengan rambut kusut, wajah muram dan blue-jeans lusuh berdiri di kios majalah yang terletak di samping toko sepatu Bata di Blok M. Munir, pemuda Medan, pemilik kios itu memperhatikan Ali Topan.
"Nggak sekolah kau, Pan?" tanya Munir dalam aksen Bataknya yang kental. Ali Topan memandang Munir, acuh tak acuh.
"Lu sendiri sekolah apa kagak? Sok pake nanya-nanya gua lagi," kata Ali Topan.
"Ah, pukimak kau lah," kata Munir mengeluarkan ' makian' gaya Medan.
"Kau yang pukimak, lah," kata Ali Topan. Munir menyeringai. Ia tidak marah karena sudah akrab betul dengan lagak Ali Topan.
"Kau habis begadang ya? Tampang kau kusut kali, ah," kata Munir.
"Lu ngoceh aje dari tadi, Nir. Makan pepaya tadi pagi?" kata Ali Topan.
"Kalau makan pepaya kenapa memangnya?"
"Kayak burung kutilang, kalau dikasih pepaya ngoceh terus sepanjang hari," kata Ali Topan. Munir tertawa. Seorang anak penjaja rokok dipanggil oleh Ali Topan. "Dji Sam Soe tiga batang, Bang," kata Ali Topan. la memberikan Rp 100 pada penjaja rokok.
Ali Topan memberikan sebatang Dji Sam Soe pada Munir, yang sebatang disulutnya, sisanya diselipkannya di tempat biasa.
"Kalau udah gua kasih rokok, boleh dong gua lihat-lihat majalah, Nir" kata Ali Topan.
"Biasanya kau main comot saja, nggak pakai kasih rokok. "
Ali Topan menjumput Newsweek, kemudian ia berjalan ke tangga dan duduk di situ. Tanpa menghiraukan orang lalu-lalang, Ali Topan membalik-balik majalah berbahasa Inggris itu.
Maya baru pulang dari sekolah dan mampir di kios Munir siang itu.
"Bang, Gadis yang baru sudah terbit?" tanya Maya. "Sudah," kata Munir. la mengambil Majalah Gadis dan membungkusnya, kemudian diberikan pada Maya.
“Apalagi?" tanya Munir.
Maya tak menjawab. la sedang mengamati Ali Topan yang sedang asyik membaca Newsweek. Pelan-pelan Maya mendekati Ali Topan.
"Heh!" Maya berseru sambil menepuk bahu Ali Topan. Ali Topan kaget, secara refleks tangannya menangkap tangan Maya.
"Eh, lu May!"
Ali Topan melepaskan cekalannya. la berdiri segera. "Ngapain lu?" tanya Ali Topan.
"Ngapain? Kamu yang ngapain di sini. Udah dua hari mbolos, ih, nggak merasa ya, ada yang patah hati," kata Maya.
"Eh, ada juga yang bisa kau bikin patah hati, Pan. Playboy pulak kau rupanya," Munir menyela. Ali Topan membelalakkan matanya. "Lu jangan ikut nimbrung, ah," kata Ali Topan. la menaruh Newsweek di tempatnya, kemudian menggamit lengan Maya. Maya segera mengikuti Ali Topan.
"Hoi! Bayar dulu majalahnya!" Munir berteriak.
"Oh iya, hampir lupa," kata Maya. Ia berbalik dengan wajah tersipu-sipu, lalu bergegas membayar majalah yang dibelinya, kemudian cepat berjalan menyusul Ali Topan. Munir menggeleng-gelengkan kepalanya memandang Ali Topan dan Maya yang berjalan pergi.
"Gila. Tampang Si Topan kusut begitu masih bisa bikin anak gadis mabuk kepayang. Boleh juga dial" gumam Munir.
"Itu namanya tampang kusut yang berbobot, Bang," sahut Erwin, anak Medan penjual mainan plastik yang berdagang di dekat kios Munir.

Ali Topan dan Maya berhenti di depan sebuah toko buku. Mereka pura-pura melihat buku-buku- yang dipajang di dalam etalase.
"Gimana kabar sekolahan, Maya?" bisik Ali Topan. "Kabar sekolahan atau kabar Anna Karenina?" Maya menggoda. Ali Topan tersenyum manis mendengar godaan itu. Maya juga tersenyum, namun matanya memandang Ali Topan secara aneh.
"Gua lagi kumel ya? Lu malu dilihat orang bersama gua, May?" tanya Ali Topan.
"Ssssshhhh... bukan gitu. Lu kayaknya makin kumal makin cakep kok," kata Maya. Ali Topan menyikut lengan Maya.
"Ceritain kabar sekolahan dong. Gua lagi nggak enak pikiran nih, jadi gua cuti dua hari."
"Kalau saya kasih sesuatu, besok kamu cuti terus sampai setahun ya?"
"Mau kasih duit lu?"
Maya tersenyum lagi. Kemudian ia membuka tas sekolahnya dan mengambil sepucuk surat dari celah-celah buku. Surat itu diberikannya pada Ali Topan.
"Nih baca. Dari kekasihmu."

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (46)


Lalu Bobby pun mengakak sekeras-kerasnya. Gevaert dan Dudung mengikik-ngikik. Lucu betul. Tapi Ali Topan cuma tersenyum dingin. Dia sedang kesal karena rasa gelisah makin mendesaknya.
"He, kalau ketawa jangan keras-keras! Tau sopan sedikit, Bung!" seseorang membentak. Suaranya serius. Ali Topan cs menengok ke arah suara itu. Oom Boy! la berdiri di dekat mobil di halaman yang agak gelap. Rupanya sejak tadi ia memperhatikan Ali Topan cs. "Pssst. Tukang parkirnya marah-marah," kata Gevaert. "Udah, diem aje, mack. Jangan cari ribut," kata Dudung.

Ali Topan setuju sekali dengan ucapan Dudung. Ia membuang pandangan dari Oom Boy yang masih melotot.
"Tongkrongan selangit, mack. Kita jadi geli," bisik Bobby.
"Kalau ketemu di jalanan kita gebukin aja rame-rame, biar nyaho," kata Dudung.
Ali Topan melihat ke arah teman-temannya.
"Cepetan deh makan, kita cabut buru-buru. Gua merasa sebagai tamu yang tidak disukai, mack. Kalau bukan pesta Anna sih, gua obrak-abrik ini pesta," kata Ali Topan.
Bobby, Dudung dan Gevaert buru-buru menyelesaikan makan mereka, lalu buru-buru minum.
"Langsung cabut nih, Boss?" tanya Dudung. "Mau ngapain lagi di sini?" jawab Ali Topan.
"Ayoh dah. Perut kenyang emang nggak enak diajak ribut," kata Bobby. la berdiri merendengi Ali Topan. Dudung dan Gevaert pun segera berdiri. Mereka menunggu komando Ali Topan.
"Kita datang tampak muka, pergi tampak punggung," kata Ali Topan. Suaranya berwibawa.

Anna Karenina tidak bisa berkata apa-apa ketika Ali Topan berpamitan. Soalnya Ali Topan langsung minta diri pada ayah dan ibunya. Anna sedih, tapi ia pun maklum akan situasi.
"Jangan tersinggung ya, An," kata Ali Topan. Anna Karenina diam saja. la mencengkeram lengan Maya yang setia menemaninya.
Ali Topan cs segera pergi.

Pesta ulang tahun tetap berjalan.
Dan airmata seorang gadis berlinangan.

Hari sudah jauh malam. Pesta sudah lama selesai. Anna Karenina menelungkupkan kepalanya di meja di dalam kamarnya. la menangis. Tangannya menggenggam kalung dari Ali Topan. Kado-kado yang lain berserakan di lantai di dekat lemari pakaiannya.
Kedatangan Ali Topan cs menandakan ibunya marah. Tadi Anna dimarahi di depan beberapa tamu, walaupun mereka famili, yang ikut-ikutan "menasihati" supaya jangan bergaul dengan anak jalanan. Anna sebal betul, sedih betul. Untung teman-temannya sudah pulang ketika "peristiwa" itu terjadi, kalau tidak ia bisa malu sekali. Teman-temannya pasti akan mengatakan bahwa ibunya kolot, udik, kampungan dan sebagainya.

Anna mengusap airmatanya. Kalung perak dari Ali Topan diusapnya. Kartu ucapan selamat dibacanya berulang-ulang. Semakin dibacanya, semakin ringan perasaan hatinya. Kalung perak diciuminya dengan mesra, didekapnya erat-erat, lalu diciuminya berulang-ulang, akhimya kalung itu dipakainya. "Terima kasih, sayang," bisiknya. Airmatanya masih menitik. Dan wajah Ali Topan yang punya senyuman khas, terbayang-bayang. Anna ingin sekali Ali Topan ada didekatnya, mengusap airmatanya dan menghibur hatinya.

Anna Karenina melamun terus sampai jauh malam. Kado-kado yang menumpuk di dekat lemari tak dibukanya. la merasa bahagia sekaligus sedih pada hari ulang tahun kali ini. Bukan karena ia menginjak usia 17 yang menandakan masa dewasanya sebagai gadis, tapi lebih istimewa lagi karena di dalam hatinya kini ada seseorang, Ali Topan, yang dengan caranya sendiri masuk ke dalam hati itu dan bersemayam di dalamnya.

Akhirnya Anna tertidur dibuai lamunannya. Ia bermimpi. Indah sekali impinnnya. Di sebuah padang rumput ia berlari-lari kecil. Ali Topan menemaninya. Mereka bernyanyi-nyanyi...

Keesokan harinya di sekolah, Anna kecewa. Ali Topan tidak masuk sekolah. Ditanyakannya pada Maya, tapi Maya tidak tahu ke mana Ali Topan. Bobby, Dudung dan Gevaert pun cuma memandanginya dengan dingin ketika ia mencoba bertanya tentang Ali Topan. Anna merasa teman-teman Ali Topan bersikap kaku dan acuh tak acuh.

"Ada apa nanya-nanya Ali Topan, emang dia punya utang sama lu?" kata Bobby dengan nada yang sinis sekali. Anna menggigit bibirnya. Perasaannya tidak keruan mendengar perkataan itu. Untung ada Maya yang seakan-akan tahu perasaannya dan mau menemani sepanjang waktu.

Hari berikutnya, Ali Topan tetap tidak masuk sekolah.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (45)


Ia menerima pemberian Ali Topan. Ditimang-timangnya amplop berisi kalung itu, lalu dirabanya dengan jarinya. Wajahnya tampak senang sekali. "Kamu simpan baik-baik ya," bisik Ali Topan, lalu dia mundur ke belakang. Bobby, Dudung dan Gevaert berturut-turut menyalami Anna.

Ali Topan melihat ke sekitarnya. Tuan dan Ny Surya berdiri memperhatikannya. Ny Surya berbisik-bisik pada suaminya. Kelihatan sekali sorot mata Ny Surya tidak senang melihat kehadiran Ali Topan.Ali Topan menghampiri ayah dan ibu Anna. la mengulurkan tangan pada Tuan Surya.

"Selamat untuk Anna, Oom," kata Ali Topan. Tuan Surya mengangguk dan menjabat tangan Ali Topan. la menggumamkan terima kasih yang tidak jelas terdengar di telinga Ali Topan. Ali Topan menyalami Nyonya Surya dengan mengucapkan selamat pula untuk Anna, tapi Nyonya Surya tidak segera menyambut uluran tangan Ali Topan. Nyonya Surya menatap mata Ali Topan kemudian dia memperhatikan Ali Topan dari atas ke bawah.

Oom Boy berdehem di sebelahnya. Nyonya Surya dan Ali Topan sama-sama melirik ke arah Oom Boy. Ali Topan melihat sinisme yang terang-terangan di wajah Oom Boy. la merasa suasana yang tidak enak. Cepat ia melihat ke arah Nyonya Surya. Tangannya masih diulurkan untuk menyalami Nyonya Surya. Nyonya Surya menyentuh sedikit tangan Ali Topan kemudian Cepat-cepat menarik tangannya, seolah-olah jijik menyentuh tangan itu.
"Kamu yang ada di Blok M waktu itu ya," kata Ny Surya. Pandangan matanya dingin. Beberapa tetamu melihat adegan yang kaku itu.
"Iya, Tante...," kata Ali Topan. Ah, suasana sungguh tidak enak bagi Ali Topan. Dia merasa bahwa kehadirannya tidak disukai oleh Nyonya Surya.

Dia maklum. Anna Karenina juga maklum akan situasi yang tidak enak itu. Hatinya berdebar-debar. Semua orang di ruang itu memusatkan pandangan pada Ali Topan.Untunglah Tuan Surya bertindak bijaksana. Dia menepukkan tangannya lalu berkata keras-keras pada para hadirin, menyilakan makan.

Nyonya Surya membuang muka dari pandangan Ali Topan. Dia segera berjalan meninggalkan Ali Topan. Nyonya Surya ikut menyilakan para tetamu.

Suasana kaku berubah luwes dan gembira kembali. Para tetamu tidak lagi memperhatikan Ali Topan. Anna Karenina menghampiri Ali Topan yang tegak berdiri.
"Hey, ayo dong makan...," kata Anna dengan lembut. Wajah Ali Topan tampak tegang. Ia tidak tersenyum pada Anna. Anna merasakan ketegangan itu. la menunduk. Ada kesedihan merambati hatinya.
Bobby, Dudung dan Gevaert datang. Bobby menyentuh lengan Anna. "Kok kue ulang tahunnya nggak dipotong, An?" kata Bobby.
"Buat disimpan tahun depan ya?" kata Gevaert.

Dua kalimat itu mampu menyadarkan Ali Topan dan Anna. Keduanya tersenyum.Ali Topan menyentuh lengan Anna. "Sorry, Anna," bisik Ali Topan. Kemudian mengajak Anna dan teman-temannya. Matanya redup.Hidangan di meja berlimpah ruah. Ada ayam panggang, ayam goreng, sambal goreng ati dan pete, sop sarang burung, bakmi, ayam goreng, capcay, sate Madura, dan banyak lagi jenis makanan yang tampak sangat sedap. Tapi Ali Topan cuma mengambil seperempat piring nasi putih, sesendok acar ketimun dan bawang merah serta sayap ayam goreng.

"Kok sedikit makannya? Ayo, jangan malu-malu," seorang tante berwajah ramah menegur Ali Topan. Ali Topan melirik padanya. Ia tersenyum singkat pada Ali Topan dan mengerjapkan matanya dengan genit. Ali Topan tak menggubris kerjapan mata sembrono itu. la berjalan ke tempat minum, mengambil segelas air dingin, lalu berjalan menuju halaman. Ali Topan duduk di bawah lampu taman.
"Kok sedikit sekali makannya. Takut gemuk ya, Pan," seorang gadis menyapanya. Ali Topan menengok. "Hai, Maya. Gua kira siapa lu? Gua lagi kagak napsu makan nih," kata Ali Topan. Maya duduk disampingnya. Bobby, Dudung dan Gevaert datang beruntun.
"Hai:' "Hai. " "Hai " Mereka berhai-hai-an.
"Makanannye sih enak-enak, tapi gua nggak napsu banget ye," kata Ali Topan. la menyendok nasi dan menyuapkannya ke mulut Maya yang sedang mangap. Maya terperanjat, tapi nasi suapan Ali Topan begitu tepat masuk ke dalam mulutnya.
Maya memekik. Nasi tumpah dari mulutnya. Ali Topan dan kawan-kawannya tertawa. Maya memukul lengan Ali Topan.
"Sialan deh, ih," kata Maya. Toh mulutnya tersenyum. "Abis mulut lu nganggur, jadi gua suapin deh lu," kata Ali Topan.
"Badung lu nggak kira-kira deh," kata Maya sembari membersihkan mulutnya dengan saputangan.
Anna datang. Wajahnya sedih. la berdiri di dekat Ali Topan, matanya redup.
"Kamu marah ya," katanya. "Siapa?" Tanya Ali Topan. "Kamu”
”Marah sama siapa?"
"Sama mama saya."
"Ah, nggak. Mama kamu kan yang marah pada saya," kata Ali Topan. la mendongak. Dilihatnya wajah Anna. Ah, mata gadis itu berkaca-kaca.
"Hei, kenapa?" kata Ali Topan. Ia berdiri perlahan. Wajah Anna tampak sedih dan muram. Matanya makin berkaca-kaca. Ali Topan tiba-tiba merasa iba. Dan tiba-tiba pula ia mengusap air mata yang menetes di pipi Anna dengan tangannya.
"Kamu jangan nangis," bisik Ali Topan. Lembut sekali. Anna terhisak. la mengusap air mata dengan saputangannya.
"Aaaaah, saya cengeng ya," kata Anna. Seketika ia tersenyum. Ali Topan juga tersenyum. Bobby, Dudung dan Gevaert pun pura-pura tidak melihat adegan itu. Maya, yang tidak tahu persoalan di dalam rumah, terheran-heran.
"Kamu masuk deh, layani tamu-tamu yang lain," kata Ali Topan. Anna mengangguk. la menyentuh tangan Ali Topan, lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Maya mengikutinya dari belakang.

Ali Topan makan dengan cepat. Nasi putih tak lagi dikunyahnya secara wajar, demikian juga sayap ayam goreng. Dia cepat menyelesaikan makannya, lalu meminum air teh dingin. Teman-temannya malah asyik menikmati makanan mereka ketika Ali Topan mulai merokok. Ia tak banyak berbicara dan bercanda walaupun sahabat-sahabatnya mencoba untuk membuat lelucon-lelucon. Ali Topan lebih senang menikmati rokoknya, karena rokok itu terasa membebaskan dirinya dari ketegangan dan rasa sumpek yang membuat hatinya gelisah.

la gelisah karena sikap ayah dan ibu Anna yang kaku dan dingin. la tahu alasan Nyonya Surya kenapa bersikap seperti itu, tapi ia toh merasa sikap demikian itu terlalu berlebih-lebihan. Tapi iapun merasa, di pihaknya sendiri, bahwa kelakuannya tempo hari melempar kulit rambutan juga berlebih-lebihan.
"Busyet!" katanya tiba-tiba.
"Memang busyet!" sahut Gevaert, tanpa tahu juntrungan kenapa tiba-tiba Ali Topan menyebutkan kata itu. Ali Topan jadi tersenyum pahit. la memandangi wajah tiga temannya yang asyik menyantap makanan.
"Don't put until tomorrow what you can do today," kata Dudung.
"Apa artinya?" tanya Gevaert.
"Teu, nyaho," kata Dudung berbahasa Sunda.
"Kalau gua tau artinya," kata Bobby, "jangan biarkan mereka lapar," tambahnya.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (44)


SEPULUH

Jam 22.00 di rumah Anna sudah banyak orang datang di pesta ulang tahun Anna. Ada yang tua, ada remaja dan ada juga anak-anak kecil.

Undangan itu terdiri dari famili keluarga Surya, relasi dekat dan teman-teman baik Anna.Upacara meniup lilin dan menyanyikan lagu Panjang Umur belum dimulai, karena yang punya hajat sedang menunggu beberapa undangan.

Yang ditunggu itu, tamu penting bagi Tuan Surya, yaitu seorang wiraswastawan muda yang baru tumbuh, tokoh dari salah satu grup pengusaha di Jakarta. la seorang wanita muda bernama Tiara, putri seorang pejabat tinggi yang punya pengaruh besar di pemerintahan.

Tiara itu bukan teman Anna, melainkan relasi ayahnya yang diberi undangan khusus untuk hadir.Jam 20.10. Manusia yang bernama Tiara itu belum tampak juga.

Hampir semua tamu sudah merasa tidak sabar untuk menyantap hidangan yang sudah `menantang' di atas meja makan. Beberapa tamu mulai main gosip, terutama orang-orang tua dari geng famili keluarga Surya.

Ibu-ibu dan tante-tante sudah sama-sama repot ber bisik-bisik, yang menurut istilah Jawa itu disebut `ngrasani'. Tapi wajah mereka bisa kelihatan berseri-seri walaupun sesungguhnya bisik-bisik mereka berisi sindiran pada yang punya hajat.

Anna Karenina sendiri tampak gelisah. Beberapa temannya sudah langsung bertanya, kenapa acara belum dimulai. Anna cuma bilang bahwa ada tamu yang ditunggu.

Ketika jam 20.13 Tiara tidak muncul,Tuan Surya mengambil keputusan untuk memulai acara. Segera ia memanggil Anna Karenina untuk berdiri di depan 17 batang lilin yang ditancapkan pada sebuah kue tarcis.

Pak Surya sendiri yang memimpin acara. la bertepuk-tepuk tangan seperti orang memanggil ayam-ayam piaraan. Dan, para tetamu itupun datang bergerombol mengelilingi meja upacara.

Oom Boy menyalakan lilin ulang tahun. Seseorang sudah siap dengan alat pemotret. Suasana hening. Pak Surya berpidato.la pidato tentang ini dan itu yang ada hubungannya dengan kelahiran Anna. Iapun memimpin doa untuk kebaikan Anna Karenina.

Ketika ia hendak sampai pada akhir doanya, deruman suara motor terdengar memasuki halaman rumah. Keheningan suasana terganggu sesaat. Para hadirin sempat menoleh ke arah halaman. Mereka melihat 4 sosok manusia mematikan mesin motor. Pak Surya menutup doanya. Amin. Para hadirin beramin-amin pula.

Begitu selesai, Pak Surya bertepuk tangan sekali lagi dan meminta para hadirin bersama-sama menyanyikan lagu Panjang Umur. Maka merekapun bernyanyilah.

Empat penunggang motor yang baru datang adalah Ali Topan, Bobby, Gevaert dan Dudung. Mereka langsung masuk ke dalam dan langsung menuju kerumunan orang yang bernyanyi. Ali Topan cs menganggukkan kepala kepada orang-orang yang memandangi mereka dengan sorot mata bertanya-tanya. Anna tersenyum ke Ali Topan.Wajah gadis manis itu berseri-seri.Lagu selesai, Anna meniup lilin.

Para hadirin bertepuk tangan. Tuan dan Ny Surya menciumi pipi Anna, kemudian para tetamu bergantian menyatakan selamat hari ulang tahun dengan cara masing-masing.

Ada yang cuma menyalami tangan Anna, ada pula yang ikut-ikutan mencium pipi Anna.Ali Topan berjalan menghampiri Anna, diikuti oleh tiga sahabatnya. Anna cepat-cepat melepaskan genggaman tangan seorang famili yang menyalaminya.

"Haai, kirain nggak datang...” Anna berbasa-basi. "Dateng dong, masa diundang nggak datang," kata Ali Topan, "Ng... selamat ulang tahunAnna, semoga panjang umur dan... bahagia," tambahnya.

la menyalami Anna dengan hangat sekali. Wajah Ali Topan berseri-seri. Anna pun demikian pula. Keduanya nyaris lupa bahwa di sekitar mereka banyak manusia lain yang memperhatikan dengan pandangan bertanya-tanya, kalau tidak ada seseorang berdehem dengan sengaja. Oom Boy yang berdehem itu.

"Terima kasih ya, bunganya baguuus sekali, Anna senang sekali deh," kataAnna. la melepaskan genggaman tangan Ali Topan. Tapi Ali Topan tidak segera beranjak untuk memberikan giliran teman-temannya mengucapban selamat pada Anna. Ali Topan mengambil amplop dari kantungnya dan memberikannya pada Anna.
"Ini untuk kamu, An," kata Ali Topan.
"Apa sih? Kok repot-repot?" kata Anna, "terima kasih ya.," kata Anna.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (43)


Ali Topan memeluk kakaknya. Windy meronta-ronta. "Lepasin ah! Badan lu bau tuh!" teriak Windy.
Tapi Ali Topan tak mau melepaskan dekapannya. "Kalau lu kasih duit baru gua lepasin," kata Ali Topan.

"Iyaaaa.. ... "Ali Topan melepaskan pelukannya sambil tertawa-tawa. Windy meninju perut adiknya. Dia membuka tas, mengeluarkan Rp3.000.

"Lu beliin kembang nih. Kalau lu naksir bener sama cewek itu lu beliin kembang mawar, kalau lu nggak naksir lu beliin kembang plastik," kata Windy.
"Sip.”
Ali Topan menerima uang itu.

"Tapi jangan lupa," kata Windy sambil berjalan keluar. "Apa?"
"Jangan lupa nulis di kartu ulang tahun, kalau duit buat beli kembang itu dari Mpok lu!" seru Windy. Ali Topan tertawa sekeras-kerasnya.

Sehabis makan siang bersama Windy, Ali Topan pergi membeli bunga di pasar bunga Blok B. Penjual bunga disuruhnya mengantar bunga itu secepatnya ke alamat (Anna Karenina, jam 18.30. Ali Topan sudah rapi. Ia memakai celana krem dan baju kotak-kotak kecil warna merah, rambutnya yang gondrong sudah dikeramasinya tadi, kini hampir kering.

Ali Topan menyisir rambutnya di depan cermin. Jarang dia menyisir rambut. Untuk Anna Karenina, dia akan menyisir rambutnya. Selesai menyisir rambut, ia masih berdiri di depan cermin. Malam ini dia sedikit genit, perhatikan segala segi wajah dandanannya.

Setelah dirasanya cukup keren, ia bersiap keluar kamar. Jam 18:00 harus sudah berkumpul dengan Bobby, Gevaert, Dudung untuk berangkat bersama ke rumah Anna.

Mbok Yem muncul di depan pintu kamar. Tangannya menggenggam kalung rantai perak milik Ali Topan yang ketinggalan di kamar mandi. Kalung itu diberikannya pada Ali Topan.

"Terima kasih, Mbok. Hampir aku lupa," kata Ali Topan. la langsung memakai kalung itu, tapi tiba-tiba kalung itu diloloskannya kembali. la mengamati kalung perak yang dulu dibelinya dengan harga murah dari seorang tukang loak. Sudah lebih dari dua tahun kalung itu dipakainya.

"Ada apa Den Bagus?" tanya Mbok Yem ketika melihat Ali Topan berpikir-pikir.
"Ah, nggak, nggak apa-apa," kata Ali Topan. la masuk ke kamarnya lagi. Dicarinya sebuah amplop dan dirobeknya sehelai kertas dari sebuah buku tulisnya. Ali Topan menuliskan sesuatu di kertas itu, lalu memasukkan kertas dan kalung ke dalam amplop.

Direkatkannya amplop itu dengan perekat plastik, lalu ditulisinya amplop itu: Untuk Anna Karenina dari Ali Topan. Amplop dimasukkannya ke dalam saku bajunya, kemudian ia keluar kamar.

"Mbok, aku berangkat ya," katanya, "bilangin juga pada Windy," tambahnya. Mbok Yem mengangguk.

Ali Topan berangkat dari rumah dengan hati gembira. Sepanjang jalan ia tersenyum manis sendiri. la memberikan sesuatu yang istimewa untuk Anna Karenina. Semoga Anna menerimanya dengan senang hati, demikian kata hati Ali Topan.
la tidak mengepot-ngepotkan motornya malam ini. la sangat berlaku sopan di jalanan.

Sumber: kompas.com

Sabtu, 08 November 2008

Ali Topan Anak Jalanan (42)


Ali Topan hafal sikap kakaknya itu. Suka sekali memberi nasihat pada orang lain. Ali Topan suka bosan dengan nasehat Windy yang itu-itu melulu, yang bagi Ali Topan hal itu tak lebih dan tak kurang sebagai `over kompensasi' dari jiwa Windy yang tidak stabil.

"Tumben lu inget ini rumah? Gue kira lu nggak mau balik lagi ke sini," kata Ali Topan. Windy diam saja. "Gua kangen sama lu," kata Windy.
"Kalau kangen, lu bawa aja foto gua," kata Ali Topan. Dia tersenyum. Windy ikut tersenyum. Mereka sama-sama maklum bahwa senyuman mereka bersifat seadanya.
"Jeruk peresnya habis. Minum air es saja Den Bagus?" Mbok Yem menyela.
"Ya, Mbok," kata Ali Topan sambil menepuk bahu Mbok Yem.
"Mama ke mana sih? Masih belum insap juga ya? Kapan sih mama dan papa insap ya, Pan?" gumam Windy setelah MbokYem keluar kamar. l
Ali Topan heran. Tumben Windy mengkritik papa dan mama mereka. Selama ini Windy tak peduli. la sibuk dengan urusannya sendiri dengan teman-temannya yang nggak gelas.
"Aaaah, biar aja deh, Win. Mau insap kek, mau kagak kek, mereka sendiri yang mikul dosanya. Rasanya lucu kalau kita ngasih nasihat sama orangtua kita, iya kagak?"
"Tapi kan kita jadi malu sama orang-orang lain. Gua jadi nggak ngarti apa maunya sih mama dan papa begitu. Kerdil amat jiwa mereka ya?"

Mbok Yem masuk membawa segelas air es.
Ali Topan meminum air es itu, setengah gelas. Sisanya diberikan pada Windy. Windy meminum air itu. Mbok Yem keluar kamar, dia mengerti bahwa lebih baik dia tidak hadir di saat kakak beradik itu sedang "berbicara".

"Soal malu sih emang malu. Tapi keadaannya runyam begini lantas kita mau apa? Gua kan ribut melulu sama Papa. Ntar kebanyakan ribut gua kuwalat lagi. Mendingan cari idup sendiri-sendiri deh, Win," kata Ali Topan.
"Nggak begitu dong. Mereka kan orang tua kita. Kalau mereka khilaf, kan kita yang ngasih tahu."
"Kalau ember bocor kena dibikin betul, kalau mental orang yang bocor kan susah nyoldernya. Menurut gua sih, emang sekarang lagi jamannya orangtua jadi rusak. Bukan cuma orangtua kita, Win, orangtua temen-temen gua juga kebanyakan rusak semua. Udah jamannya," kata Ali Topan.
Ali Topan mencopot sepatunya, kemudian mencopot pakaiannya di depan Windy. Windy memandang adiknya dengan sorot mata sedih. Si adik ini suka kasar dan plasplos omongannya, tapi kebanyakan benar dan logis.
"Lu mau pergi lagi?" tanya Windy ketika dilihatnya Ali Topan membuka lemari dan mengeluarkan baju dan celana jeans.
"Nanti malem gua pergi," jawab Ali Topan. "Ke mane?"
"Ke rumah cewek."
"Siapa cewek lu? Ceritain dong."
"Lu kira gua pengarang yang suka cerita perkara cewek. Pokoknya cewek gua tampangnya kayak Mercy, bukan kayak oplet, Win," kata Ali Topan sambil ketawa. Windy ketawa juga.
"Anak jendral siapa? Biasanya yang tampang Mercy kan anak jendral," kata Windy, berolok-olok. Ali Topan mengakak. Kemudian dia diam tiba-tiba. la memandang Windy.
"Win, gua mau tanya. Kalau cewek ulang tahun itu pantesnya dikasih kado apa sih?" tanyanya.

Windy berpikir. "Dia punya hobi apa?" tanya Windy. "Gua bukan tanya kesukaannya, gua tanya apa yang pantes. Gua baru kenal tiga hari mana gua tahu apa yang dia suka. Yang gua tahu dia suka naik Mercy. Kalau gua turuti kesukaannya kan gawat! Yang umum deh, yang murah tapi dia bisa seneng, kita beliin apa ya Win?" "Kita? Kita siapa?"
Ali Topan tersenyum.
"Begini. Lu sudah betul nangkep omongan gua. Gua mau beli kembang buat cewek, tapi gua nggak punya duit, jadi gua minta duit sama lu. Ha ha ha."

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (41)


si surat cukup pendek, tapi sangat menggoncangkan tangan kirinya yang memegang surat itu.

"Lu ngapain sih, kayak orang mabok aja," gumam Bobby. Ali Topan tersadar. la cepat melipat kembali surat kertas hijau itu. Sebelum dimasukkannya ke dalam amplop, diciumnya surat itu dengan mesra.

"Lu kenapa, Pan?" gumam Bobby lagi. Disikutnya lengan Ali Topan. Ali Topan cuma menjawab dengan sebuah senyuman. la memasukkan surat itu ke dalam sakunya kembali.

Pak Hartanto mulai memberikan pelajaran. Murid-murid menyimak dengan baik, kecuali Ali Topan dan Anna Karenina. Kedua remaja itu merasa gerah di dalam kelas. Pikiran mereka tidak penuh berkonsentrasi ke Ilmu Kimia. Mereka sibuk dengan lamunan masing-masing.

Jam jam pelajaran berikutnya, mereka tetap tidak bisa berkonsentrasi secara penuh. Saat bel berdentang-dentang tanda usai sekolah, barulah hati keduanya merasa lega.

Anna Karenina keluar kelas lebih dulu. Dia berjalan cepat menuju mobilnya.

Oom Boy sudah siap di belakang stir. Tanpa banyak pernik lagi Oom Boy menghidupkan mesin mobil dan langsung menancap gas. Mercedes itu seakan-akan melonjak meninggalkan tempat parkirnya.

Ali Topan dikelilingi tiga sobatnya di tempat parkir motor. la baru saja memberitahu mereka tentang undangan dari Anna.

"Dia bilang sih nggak usah bawa kado, tapi mana enak kita datang nggak bawa kado? Gengsi kita, man! Gua pikir-pikir... gimana nih kalau kita patungan, seorang berapa kek, buat beli kado yang rada pantes," kata Ali Topan.
"Yeee, enak banget lu. Lu yang punya minat masa kita musti ikut repot?" kata Bobby, "kalau emang nggak ada duit, nggak usah gengsi-gengsian deh," tambahnya.

Ali Topan sudah mengira Bobby pasti bersikap demikian. Bobby manusia pelit dan paling pintar mencari alasan untuk menutupi sifatnya itu.

"Menurut lu gimana Vaert?" Tanya Ali Topan.
"Gua sih lagi bokek, mack. Jadi percuma gua kasih pendapat. Gua bilang oke, gua nggak bisa patungan. Gua bilang nggak oke, sulit juga, soalnya kita kan satu geng. Jadi gua abstain deh," kata Gevaert.
"Tapi menurut gua sih, Anna ogah dibawain kado, kalau kita bawain juga nanti dia tersinggung kan jadi repot," tambahnya.

Ali Topan tampak berpikir. Dia tidak menanyai Dudung sebab dia tahu Dudung pasti berkata oke, apapun yang dia ajukan. Dia tahu sifat Dudung, sifat anak desa yang polos. palagi Dudung baru pulang mudik, pasti duitnya banyak. Tapi Ali Topan tak ingin mengganggu Dudung. Dia berpikir, ada benarnya juga perkataan Bobby, kalau nggak punya duit nggak usah gengsi-gengsian!

"Oke deh! Kita jalan," kata Ali Topan, "nanti malam kumpul di rumah Gevaert jam tujuh ya?" tambahnya.Ketiga temannya berkata iya.

Mereka langsung pulang ke rumah masing-masing, tanpa banyak bicara. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka. Yang jelas, terasa ada suasana baru memasuki kehidupan persahabatan mereka. Selama ini mereka seakan menganggap bahwa dunia ini hanya berisi 4 manusia, tapi kini ada seorang gadis memasuki dunia mereka.

Masing-masing lalu menyadari situasi itu, situasi yang mulai berubah, tapi mereka tidak tahu apakah itu berubah baik atau buruk bagi persahabatan mereka berempat.

Mbok Yem sedang bercakap-cakap dengan Windy, kakak perempuan Ali Topan, ketika Ali Topan masuk ke dalam kamarnya.
"Hei!" seru Windy.
"Hei!" seru Ali Topan sambil melemparkan tas sekolah ke tempat tidurnya. Windy mendekatinya, lalu memeluk Ali Topan dan mencium pipi si adik.
"Apa kabar nih? Kangen gua, Pan. Mbok Yem bilang lu suka nglayab terus, jarang ada di rumah. Gimana sekolah lu? Beres? Terusin deh sekolah, jangan males. Sekolah itu penting buat masa depan. Kalau orang nggak sekolah itu bisa susah hidupnya. Lu nggak mau jadi tukang-minta kan?" kata Windy. Dia selalu begitu, artinya selalu banyak memberi nasihat kapan saja, di mana saja.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (40)


Ali Topan mendengar kedatangannya, tapi sedikitpun tidak menengok. Dalam hati kecilnya merasa, pasti Anna dan Maya keluar mengandung maksud tertentu pada dirinya.

Tapi dia sudah terlanjur `tersinggung' dan membangun prasangka buruk pada gadis-gadis itu. Dia berprasangka Maya dan Anna punya rencana aneh, semacam permainan yang sukar diduga. Dan dia tak bernafsu untuk ikut dalam permainan itu.

Anna Karenina berhenti di samping Ali Topan. Ali Topan menggosok-nggosok sepatunya yang berdebu dengan telapak tangannya. Sama sekali dia tidak menengok ke atas, walaupun ujung sepatu Anna tampak jelas di sampingnya. Malah mau rasanya dia menggaet betis si Anna dan menjatuhkan gadis itu supaya tahu bahwa Ali Topan tidak bisa `dipermainkan'.

"Haiiii," suara lembut meluncur dari bibir Anna Karenina. Ali Topan mendengar teguran itu. Hatinya sedikit bergetar. Tapi dia tetap berusaha untuk berdiam diri. Dia merasa kurang percaya bahwa teguran itu berasal dari Anna.

"Ali Topan... kamu kok diam saja? Kenapa?" suara lembut Anna Karenina memasuki telinganya. Sungguh menyejukkan.

Perasaan Ali Topan kembali tergetar. Perlahan, sangat perlahan, dia menengadah. Sepasang matanya memandang ke atas dan berlabuh di wajah manis Anna Karenina. Sepasang mata gadis itu bersinar lembut, hangat, bibirnya separuh terbuka menyungging seulas senyum yang polos. Seketika buyarlah segala kemelut di Dalam hati Ali Topan. Tataan mata Anna Karenina mengusir segala prasangka yang ada di kepalanya.

"HaaaaiiiiI" bisik Ali Topan, "kamu panggil saya?" tanyanya. Anna Karenina mengangguk. Ali Topan segera berdiri.
"Kamu sedang apa?" bisikAnna. "Sedang melamun?" "Melamun apa sih?"
"Melamunkan kamu," kataAli Topan tegas.

Anna Karenina tersentak oleh jawaban yang mantap itu. Wajahnya bersemu dadu. Dia jengah. la menunduk. Mulutnya serasa terkunci. Kemudian ia menengadah kembali, memandang Ali Topan. Wajah yang selalu membayang dan senyuman yang selalu dilamunkannya kini berada di dekatnya.

Sorot mata Ali Topan terasa meluluhkan semangatnya. Maka hati gadis manis itupun tergetar. Getaran itu mengalir ke jari jari tangannya dan membuat buku yang dipegangnya turut tergetar. Sebuah amplop jatuh dari dalam buku itu. Ali Topan bergerak cepat memungut amplop itu dan diberikannya pada Anna.
"Itu untuk kamu," bisik Anna.
"Dari siapa?" Tanya Ali Topan.

Anna Karenina tak perlu menjawab lagi karena Ali Topan membaca namanya di amplop itu sebagai alamat yang dituju dan Anna Karenina sebagai si pengirim. Ali Topan membuka mulutnya, hendak mengucapkan terima kasih. Namun Anna Karenina sudah membalikkan diri dan berjalan cepat menuju kelas.

Bel tanda masuk berdentang-dentang.
Ali Topan melihat amplop itu dan memasukkannya ke dalam sakunya. Iapun berjalan menuju kelas. Langkahnya mantap, walaupun banyak anak yang memandang ke arahnya. la tak peduli.
Jam pertama Ilmu Kimia.

Ali Topan tak punya minat mengikuti pelajaran itu. Dia ingin agar semua pelajaran cepat berlalu. Saku bajunya terasa berat seperti berisi batu. Sebentar-sebentar dia meraba sakunya untuk mencek apakah surat dari Anna masih ada, apa sudah lenyap. Dia ingin segera membuka amplop dan membaca surat berharga itu. Apa sih isinya?

Ketika Pak Hartanto sedang menuliskan rumus-rumus Kimia di papan tulis, secepat kilat Ali Topan mengambil surat dari sakunya. Bobby melirik kepadanya. Ali Topan menutupi mulut dengan jari telunjuk, isyarat agar Bobby diam-diam saja. Perlahan tapi pasti, Ali Topan membuka sampul surat yang ditutup dengan sedikit perekat plastik. Dia ambil kertas surat hijau dan membuka lipatannya.
Jakarta, 1 Agustus 1978
Ali Topan Yang ....
Kamu datang ke rumah saya nanti malam ya Teman-teman kamu juga boleh datang Hari ini saya ulang tahun
Anna Karenina
Nggak usah bawa kado deh.
Pokoknya datang saja jam 19.30 tepat.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (39)


Ali Topan berdiam diri. Wajahnya agak tegang. Dudung dan Gevaert melihat wajah yang tegang itu. Mereka tahu gelagat. Pasti Ali Topan sedang serius, sebab dia biasanya paling ramai dalam setiap pertemuan, di mana saja dan kapan saja.

Dudung menowel Gevaert. "Ayo dulu, Vaert. Ntar aja kita tanya urusan si Topan," kata Dudung. Gevaert mengangguk.
"Oke bunga-bunga harapan bangsa... Selamat belajar, semoga sukses," kata Gevaert. Omongannya serius, tapi nadanya bercanda.

Ali Topan berdiam diri. Dia sedang sibuk menekan kegelisahannya.
Maya datang.Ali Topan langsung memandang tajam ke arahnya.
"Hai, apa kabar?" sapa Maya. Ia berj alan mendekati Ali Topan, hendak terus ke bangkunya di bagian belakang. Ali Topan semakin mempertajam pandangan matanya. Maya kaget dipandang dengan cara begitu.
"Eh, kamu kenapa sih?" tanya Maya. la berhenti di depan Ali Topan. Ali Topan menatap Maya.

Ali Topan penasaran. Semalam ia menghubungi Maya lewat telepon, ingin mendapat penegasan tentang undangan ulang tahun Anna, tapi Maya tak di rumah. Bukan ia tak percaya, tapi ia ingin Maya menceritakan secara rinci adegan dialog Anna ketika menyampaikan undangan lisan itu. Dan minta tolong agar Maya memintakan undangan tertulis. Maya nggak mau. Maka Ali Topan agak marah kepada dia. Maya juga jadi kesal ke Ali Topan.

Maya yang merasa tidak ada apa-apa balas menatap Ali Topan. Keduanya berpandangan.
"Maya! Sini dong!"sapa Anna Karenina. Ia tak cuma berseru. Anna Karenina menghampiri bangku Ali Topan. Anna tersenyum pada Maya. Dan ia tersenyum juga pada Ali Topan.
"Ada apa sih? Kok diem-dieman?" kata Anna. "Nggak tau nih. Salah makan kali dia, pagi-pagi udah melototin gua," kata Maya.

Berani betul gadis ini. Ali Topan sampai kaget mendengar ucapannya. Secara refleks dia bangkit dari duduknya. Wajahnya tegang betul. Dia cuma mendengus, kemudian berjalan keluar kelas. Maya dan Anna berpandangan. Bobby dan teman-teman lain menyaksikan adegan itu dengan heran.
"Ada apa sih, dia Bob? Kok kayaknya marah sama gua?" tanya Maya. Bobby cuma mengangkat bahunya. Maya memandang Anna, kemudian dia berjalan ke bangkunya. Anna Karenina mengikutinya dari belakang.
"May," bisik Anna, "Saya jadi takut mau kasih ini sama dia," tambahnya. Anna memperlihatkan sebuah amplop yang diselipkan di sebuah buku yang dibawanya. Maya memandang Anna.
"Kamu kasih saja langsung ke dianya," bisik Maya. Anna Karenina menggelengkan kepalanya.
"Saya malu, May," bisik Anna.
"Malu? Emang kamu nggak pake baju, pake malu segala," gumam Maya. "Ayo deh, kita keluar. Kamu kasih dia deh buru-buru," tambahnya. Maya menarik tangan Anna Karenina. Mereka keluar kelas.

Ali Topan sedang duduk sendiri menyender pilar di ujung Barat sekolah. Maya dan Anna melihatnya. Ali Topan melirik sekilas ke arah mereka, lalu dia membuang pandangannya ke arah lain.
"Pssst, kamu kasih sendiri deh. Cepetan," bisik Maya. "Ah malu, ah. Kita berdua dong," bisik Anna Karenina. "Kalau malu ya udah!" Maya berkata dengan nada gemas. Anna juga kaget mendengar nada gemas itu. Dia memandangi Maya.
"Gimana dong?" katanya.
"Terserah deh. Tapi jelas kalau kamu nggak undang langsung dia, dia nggak bakalan mau dateng. Kamu belum kenal adat dia sih," kata Maya. Dia membalikkan badan, hendak masuk kembali ke dalam kelas.
"Kamu tunggu di sini dong. Ya?" kata Anna. Dia berjalan cepat dan langsung menuju Ali Topan.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (38)


Tapi aneh. Gevaert tak marah. la justru tersenyum manis ke arah Maya, walaupun dia tetap mengusap-usap wajahnya. Tak seorang pun menduga betapa bahagia hati Gevaert saat itu. Tamparan Maya, di depan umum, dirasakan sebagai ungkapan kasih sayang.
Maya cepat reda dari kegusarannya. Wajahnya tampak menyesal.
"Kamu sih, Vaert, suka bikin panas orang. Siang-siang begini becanda. Mending kalau lucu," kata Maya. Tapi wajahnya menyunggingkan senyuman. Gevaert merasakan senyuman itu sebagai obat. "Kamu jangan marah.beneran dong. Kan saya cuma becanda aja. Sorry deh, May," kata Gevaert.
"Saya juga sorry deh," kata Maya. Wajahnya berubah manis kembali. Dia memandang Ali Topan yang tersenyum simpul. Maka ia pun ingat pesan Anna untuk Ali Topan.
"Eh, Topan kamu diundang ke rumah Anna besok malam. Dia ulang tahun," kata Maya, "Bobby, Dudung dan Gevaert juga diundang," tambahnya. Ali Topan kaget.
"Nggak salah denger, May?"Apa? Coba tolong diulang sekali lagi?" kata Ali Topan.
"Warta berita cukup sekali. Yuk daah... "' kata Maya. la lalu berjalan meninggalkan Ali Topan cs.
"Maya!" seru Ali Topan.
Tapi Maya tidak menggubris seruan itu. Maya berjalan terus. Ali Topan langsung mengejar Maya dengan motornya. la merendengi jalan Maya.
"Sorry deh, Maya. Tapi jangan cepat tersinggung dong. low kan temen gua yang paling baik," kata Ali Topan mengrajuk hati Maya.
"Kamu sih suka nggak mau percaya omongan orang. Udah bagus dikasih kabar, eh masih nggak percaya. Terserah deh," kata Maya. Ia terus berjalan.
Yihuuuuuuuuy! Ali Topan memekikkan perasaan gembiranya.
"Trims, Maya, trims. Pokoknya jasa lu gua ukir di dalam hati seumur hidup," kata Ali Topan. Maya tersenyum.
“Memang kerajinan perak diukir-ukir," katanya. Ia percepat jalannya. Ali Topan melambaikan tangan kepada sobat-sobatnya.
yuhuuuuui! Ali Topan memainkan gas motornya, si motor langsung mencelat ke depan. Bobby dan Dudung segera mengejarnya. Gevaert merendengi Maya. "Maya, mau gua boncengin?" kata Gevaert dengan lembut. Maya menoleh.

"Terimakasih deh. Gua senang jalan kaki."
"Oke deh, gua jalan dulu ya? Ati-ati Maya," kata Gevaert.
"Iya. Lu juga ati-ati..." kata Maya.

Dia langsung memacu motornya, menyusul tiga temannya ke arah utara. Maya memandangi Gevaert sampai lenyap bersama motornya.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Ali Topan sudah datang di sekolah. Tidak seperti biasanya, Ali Topan duduk di bangkunya. Beberapa teman yang datang agak heran melihat "keluar-biasaan" Ali Topan.
"Tumben lu datang pagi dan duduk di kelas, Pan. Udah sadar?" kata Ridwan, ketua kelasnya.
"Sadar sih dari dulu gua sadar. Cuma terus terang nih, sejak gua punya bini, bangun gua subuh teruuuus, Wan," kata Ali Topan.
"Siapa bini lu?" seorang teman menyela. Di sekolah memang sudah santer gosip tentang Ali Topan jatuh cinta sama Anna Karenina, tapi si teman tadi sekadar iseng bertanya, mungkin sekaligus untuk mentes Ali Topan.
"Masa lu kagak tahu siapa bini gua?" kata Ali Topan. Tepat pada saat Ali Topan selesai berkata, Anna Karenina muncul di pintu kelas. Anna tersenyum padaAli Topan dan teman-temannya yang lain.
"Selamat pagi!" kataAnna pada mereka.
"Selamat pagi, bidadari," Ridwan, ketua kelas membalasnya.

Ridwan mengerjapkan mata ke arah Anna Karenina. Kerjapan mata itu membuat Anna tersipu-sipu.Ali Topan langsung menengok ke Ridwan. Ridwan mengerjap pula ke arahnya. Ketua kelas itu jelas menggoda Ali Topan. Ali Topan cuma bisa senyam-senyum sendiri. Dia yang biasanya `paling rame' di dalam kelas, bahkan di sekolah, seakan-akan tak bisa berkutik. Hatinya berdenyut lebih keras.

Dari rumah dia sudah berniat untuk menyalami Anna Karenina. Dia sudah mengatur gaya dan mimik yang paling baik dan paling simpatik pada saat mengucapkan selamat ulang tahun. Itu didorong oleh kepercayaan bahwa pesan yang disampaikan Maya tentang undangan dari Anna, benar-benar pesan asli. Tapi dia jadi sangsi ketika melihat Anna Karenina masuk ke dalam kelas dengan sikap yang biasa, sikap yang sedikit acuh tak acuh.

Anna tak memberikan salam khusus untuknya. la mengucapkan selamat pagi pada Ridwan, Rudi, Dodo dan teman-teman lainnya, tapi sedikitpun tak memberi perhatian khusus padanya. Padahal Ali Topan sudah menyiapkan diri sejak tadi malam untuk menyambut hari ini.

Kenyataan hari ini tidak sesuai dengan harapan hari kemarennya. Ali Topan tidak tahan dengan situasi galau yang melingkupinya. Pikirannya dipenuhi sesuatu yang tidak enak.

Dia jadi curiga, apakah Maya sengaja mempermainkannya? Apakah Maya mengirim pesan palsu? Rasanya tidak mungkin. Maya tahu, bahkan seluruh manusia di sekolah ini tahu bahwa seorang yang punya nama Ali Topan tidak pernah bisa dipermainkan! Aneh. Aneh.
Aneh.
Otak Ali Topan dipenuhi kata-kata itu. Jangankan mengucapkan selamat pagi, melirikpun tidak dia, padahal jelas jelas dia melewati bangku Ali Topan. Huh! Keangkuhan model begini baru seumur hidup dirasakannya. Biasanya dia yang selalu mengambil inisiatif dalam situasi macam apapun. Kini dia nyata-nyata dipermainkan situasi di luar dirinya. Ali Topan gelisah!

Bobby masuk ke dalam kelas. Dudung dan Gevaert yang bersamaan datang ke sekolah melongok dari pintu kelas. Bobby berjalan ke bangkunya dan menaruh tasnya di atas meja. Kelas III Pal ada dua kelas. Ali Topan dan Bobby di kelas III Pal 1, Dudung dan Gevaert di kelas III Pal 2
"Tumben lu, pagi-pagi udah nongol, Pan. Pantesan kagak nyamper gua. Tau begitu kan nggak gua tungguin," kata Bobby. Dia melirik ke Ali Topan, lalu melirik Anna Karenina yang sibuk membersihkan bangkunya.
"Udah lupa sama kawan," Gevaert berkata dari pintu. Ali Topan makin gelisah. Teman-temannya bercanda, tapi rasanya gurauan mereka merupakan sindiran yang kena betul ke hatinya yang sedang gelisah.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (37)


SEMBILAN

Esok harinya, usai jam sekolah. Anna berjalan bersama Maya, keluar dari pintu gerbang sekolah. Anna menggamit tangan Maya. "Maya, besok malam kamu datang ya ke rumah saya. Ada pesta kecil. Bisa datang ya?" kata Anna.
"Pesta apa, An?" tanya Maya.
"Saya ulang tahun. Pesta kecil-kecilan kok. Datang ya. dan...," Anna ragu-ragu meneruskan ucapannya. la menyimpan senyum kecil di sudut bibirnya.
"Ada apa?" tanya Maya.

Oom Boy membunyikan klakson mobil tanda agar Anna segera datang. Anna Karenina tidak menggubris isyarat itu. Dia menyentuh lengan Maya dan berkata lirih, "Ng... kalau Ali Topan mau datang juga boleh. Tolong bilang ya, Anna mengundang dia dan juga Bobby, Dudung serta Gevaert.... " Wajah Anna agak merah waktu mengatakan hal itu. Tapi segera Maya mengangguk dan berkata iya.

Entah kenapa, Maya suka sekali mendengar Anna mengundang Ali Topan. Dia merasa punya satu berita yang sangat eksklusif buat Ali Topan. Selama ini dia mengambil sikap diam-diam sebagai 'mak comblang' bagi pembangunan cinta Anna Karenina dan Ali Topan. Kini ada undangan itu, Maya merasa percomblangannya mulai menampakkan hasilnya.

Maya merasa Ali Topan memang jatuh hati ke Anna. ia tahu diri, karena merasa cintanya hanya sepihak ke Ali Topan. la memilih tetap jadi sahabat Ali Topan.

Maya seorang gadis yang realistis dan siap berkorban untuk kebahagiaan Ali Topan. Karena ia tahu di balik keberandalan dan kejeniusannya, Ali Topan tidak bahagia karena kebrengsekan orangtuanya. Ali Topan pernah bilang itu kepadanya.

Anna Karenina berlari kecil menuju Mercedesnya, karena dari belakang tampakAli Topan cs menuntun motor masing-masing menuju pintu gerbang. Oom Boy langsung menggelindingkan Mercy-nya. Sekilas matanya melirik ganas ke arah Ali Topan cs. Cuih! Oom Boy meludah ke jalanan. Dalam bayangannya dia meludahi muka Ali Topan. Anna Karenina melengos ke arah lain. Ia benci betul melihat kelakuan Oom Boy yang menjijikkan itu.

Maya tersenyum kecil ke arah Ali Topan cs yang mendekatinya.
"Ada apa senyum-senyum gini ari, May? Udah gila lu!" kata Gevaert, "Nanti kucium baru rasa kau," tambahnya. "W" Maya memekik. Wajahnya yang penuh senyum mendadak berubah masam. Dia memandang tajam ke arah Gevaert.

"Vaet! Sok aksi lu! Kayak yang kecakepan aja!" kata maya. Gevaert bukan marah, justru tertawa terbahak-bahak.
"Bagus, gitu dong jadi cewek. Kalau dikatain cowok jangan kalah gertak, katain lagi, lebih sadis lebih nikmat," ujar Gevaert.

Sekali lagi Maya menampakkan wajahnya yang garang. melotot ke arah Gevaert. Dia ingin meninju muka gavaert, anak Indo yang suka konyol itu. Di matanya, Gevaert tak pernah beres. Selalu berusaha membuat lelucon, sialnya lelucon Gevaert tak pernah kena baginya. Entah karena keadaannya yang tidak mengizinkan, entah..karena dia muak sekali pada Gevaert.

Maya tak pernah tahu bahwa Gevaert diam-diam naksir padanya. Tapi Gevaert cuma berani naksir di dalam hati. Dia merasa malu kalau ada yang tahu bahwa dia naksir Maya. la pun tak mengungkapkan perasaan yang ia pendam itu ke taman-temannya.Tapi Maya merasakan getaran itu...

"Doo dooo, kalau cemberut gitu makin manis aje, May. Ntar gua tukarin ayam lu. Tampang kayak lu bisa laku lima ayam negeri tambah telor dua kilo," kata Gevaert.

Ali Topan, Bobby dan Dudung tertawa serempak mendengar lelucon Gevaert. Tapi Maya gusar betul. Tanpa banyak cingcong, Maya melayangkan tangan kirinya.
Plaar! Muka Gevaert ditamparnya. Gevaert terkejut, demikian juga Ali Topan, Bobby, Dudung dan beberapa anak lain yang menyaksikan peristiwa itu. Bahkan Maya sendiri pun terkejut melihat "hasil karyaa"-nya. Wajah Gevaert yang putih bertanda lima jarinya.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (36)


Nyi Akhmad menghampiri anaknya. Diusapnya kepala Dudung dengan lembut. Dudung mencium tangan mamahnya. "Jangan khawatir Mamah. Dudung pakai blujin, angin takut masuk ke dalam badan," kata dudung.

Mak, abah dan Romlah tersenyum mendengar Dudung.
"Jadi langsung ke Jakarta? Ati-ati Dung. Abah dan Mamah doakan," kata abahnya.
"Jangan lupa sholat, juga ngajinya, biar Allah tetap melindungi Dudung," kata Nyi Akhmad.

Dia mengusap kepala anaknya. Dudung memeluk ibunya, kemudian mencium pipi ibunya seperti gaya anak Jakarta mencium pipi mami mereka. Nyi Akhmad mengusap pipi yang baru dicium anaknya. Geli rasanya dicium dengan cara begitu.
"Kok, diusap, Mah?" tanya Romlah.
"Abis nyiumnya kayak orang Belanda, Mamah jadi geli," kata Nyi Akhmad.
"Bukan kayak orang Belanda, Mah, itu ciuman gaya Kebayoran. Belanda udah kagak ada di sana, yang ada orang Amerika," kata Dudung.

la melepaskan pelukan mamahnya, lalu pergi ke abahnya yang memandangnya dengan sorot mata bangga. Dudung menunduk di depan abahnya, lalu mencium tangan sang abah sekali lagi. Haji Akhmad mengusap-usap rambut Dudung yang gondrong. Mulutnya membaca Al-Fatihah.

"Selamet kau Nak...," katanya.
"Berkat doa Abah dan Mamah," kata Dudung.

Kemudian ia menoleh ke Romlah. Romlah datang mendekatinya.
"Kang Dudung, Om mau dicium pipi," kata Romlah.

la mengangsurkan pipinya. Dudung mencium pipi sang adik. Cup! Romlah senang betul, dia membayangkan dirinya seperti anak gadis Kebayoran Baru yang lincah dan hangat.
"Kalau datang lagi bawain Lepis yang kancingnya enam belas, Kang Dudung," kata Romlah. Dudung tersenyum.
"Jangankan kancing enam belas, Lepis yang kancingnya enam lusin juga Kang Dudung bawain buat Om. Tapi Om jangan nakal-nakal ya," kata Dudung.

Nasihatnya persis nasehat anak Gedongan di Kebayoran. Romlah mengangguk-angguk. Ia merasa bangga punya kakak Dudung. Gayanya sekarang keren betul. Jaket stelan blu-jins dengan celananya. Kacamata hitam yang melongok dari dalam kantung jaket menambah kegagahan kakaknya itu.

"Permisi Abah, Mamah, Dudung pergi. Ayuh, Om," kata Dudung.

Lalu ia berjalan keluar diantarkan oleh adik, abah dan emaknya.

Dudung menyemplak sepeda motornya. Dia memakai kacamata hitam, kemudian mengaca di kaca spion. Mesin motor dihidupkannya. Suara knalpot menderu-deru karena Dudung sengaja memainkannya seperti gaya pembalap motor.

Dengan membaca Bismillah, Dudung memasukkan gigi satu motornya. Motor berjalan perlahan. Romlah, abah dan mamahnya melambaikan tangan. Dudung membalas lambaian mereka. Gigi dua dimasukkannya, motor melaju ke depan.

Beberapa gadis tetangganya memandang Dudung dengan penuh kekaguman dari halaman rumah mereka masing-masing. Dudung tersenyum pada mereka. Gigi tiga dimasukkannya. Lantas dia ngebut ke depan, lenyap dari pandangan mata gadis-gadis yang kagum itu.

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (35)


DELAPAN
dudung langsung berangkat ke Kuningan, Jawa Barat, siang hari itu juga. la naik motor dari rumah Gevaert, sendiri. la sampai di rumah orangtuanya di Kuningan, malam hari lepas Isya'. Ayahnya, Haji Akhmad Mubaraq, ibunya, dan Romlah adiknya baru selesai sholat Isya' ketika ia datang.

Haji Akhmad Mubaraq, Nyi Haji dan Romlah sangat gembira melihat Dudung. Bagi mereka, Dudung adalah harapan di masa depan. Bukan dari segi materi, karena Haji Akhmad Mubaraq termasuk petani kaya di Kuningan. Dudung lebih merupakan harapan untuk memperoleh simbol anak sekolahan yang bisa mengangkat nama keluarga di kalangan orang sedesa. Oleh sebab itu, segala apapun yang diminta Dudung dengan landasan untuk keperluan sekolah selalu di-ACC oleh orangtuanya.

"Jadi uangmu sudah habis, sekarang perlu uang lagi, Dung? Banyak juga ongkos anak sekolah di Jakarta ya. Tapi jangan kuatir, abah akan kasih terus supaya sekolah Dudung berhasil, dan Dudung bisa jadi orang pinter. Abah bangga kalau punya anak yang jadi mahasiswa. Bukan begitu, Fat..."' kata Haji Akhmad ketika Dudung mengemukakan maksudnya. Yang dimaksudkannya `Fat' adalah ibu Dudung yang bernama Sitti Fatima.

"Sip deh, Abah! Pokoknya percaya sama Dudung. Pasti Dudung sukses bawa ijasah buat Abah dan Mamah," kata Dudung. Dia stil yakin dan bersemangat sekali.
"Tapi Dudung harus sering kasih kabar ke Abah dan Amak, biar kami di sini tahu keadaan Dudung di Jakarta. Mamah suka kangen kalau Dudung lama tak memberi kabar," kata ibu Dudung.
"Romlah sih nggak perlu surat Kang Dudung, tapi Si Rofiqoh, anak Pak Lurah itu yang suka nanya Kang Dudung terus. Rofiqoh takut kalau Kang Dudung kawin sama orang Jakarta," kata Romlah.

Dudung mengangguk-angguk mendengarkan ucapan ayah, ibu dan adiknya. Rofiqoh, Rofiqoh, kata hatinya. Rofigoh itu nama gadis manis yang jadi pacarnya semasa di Sekolah Dasar. Rasanya ia dulu begitu terpikat oleh Rofiqoh, malah dulu ia pernah berjanji untuk kawin dengannya. Tapi urusan masa lalu. Sejak dia kenal Jakarta, dan mulai berpikir ala anak-anak Jakarta serta melihat gadis-gadis Jakarta yang sexy, kenangan akan Rofiqoh jadi luntur.

"Kang Dudung sudah punya pacar di Jakarta?" Pertanyaan Romlah menyadarkannya.
"Yaaah, banyak cewek yang naksir Kang Dudung di Jakarta, tapi Kang Dudung masih mikir-mikir, Om," kata Dudung. la panggil adiknya dengan Om saja.
"Artis-artis, ya Kang?" tanya Romlah.

"Macem-macem, Om. Ada bintang pilem, ada penyanyi, ada anak jendral, banyak deh."

"Astaghfirullaaaah. Betul begitu, Dung? Lain kali ajak kemari, Abah mau lihat," kata Haji Akhmad. Istrinya membelalakkan mata. Pak Haji Akhmad tertawa terkekeh-kekeh.
"Ayo dong, Bah, duitnya. Dudung perlu banyak nih. Buat bayar ujian,buat beli blu jins dan jajan sama teman-teman Dudung. Kan nggak enak kalau Dudung terus-terusan dijajanin sama anak-anak. Malu, masa anak Haji Akhmad Mubaraq ditraktir melulu," kata Dudung. la mengrajuk hati ayahnya.
"Asal jangan maen perempuan, Dung. Haraam itu," kata Haji Akhmad. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan mengambil uang ke dalam kamarnya. Tak lama ia keluar lagi dan memberikan segumpal uang kertas pada anaknya.

"Dengar Dung, uang ini harus dipakai secara manfaat, jangan dibuat maen perempuan atau maen judi. Abah dengar Jakarta sekarang jadi kota perempuan jahat dan tempat orang maen judi. Paham?" kata Haji Akhmad.
"Dudung paham, bah," kata Dudung. Ia menerima uang itu dan memasukkan ke saku jaket blue jeans-nya. "Mustinya nginep barang semalem, Dung, Mamah, Abah dan Om masih sono," kata ibunya.

Dalam bahasa Kuningan, 'sono' artinya rindu.
"Wah, besok Dudung mesti masuk sekolah. Kan bukan hari libur. Nanti kalau libur deh, Dudung ajak teman-teman Dudung nginep di sini. Sekarang Dudung langsung balik ke Jakarta saja, biar nggak kemaleman di jalan,"kilah Dudung.
"Nggak capek, Dung? Nanti kalau capek bisa masuk angin. Nanti jatuh di jalanan," kata mamahnya.

Sumber: kompas.com