Kamis, 15 Januari 2009

Ali Topan Anak Jalanan (85)


Ali Topan menggeraikan rambutnya.
"Kasih sayang yang besar membuat jiwa manusia besar, Pak. Sayang, tak setiap orang memilikinya...," sahut Ali Topan.
Agen polisi itu tersenyum.
"Tapi urusan dinas saya masih harus dijalankan. Adik turut ke Komwilko 74, untuk menjelaskan persoalannya. Okey?" kata polisi itu dengan nada ramah.
"Saya mah okey sajaa...," kata Ali Topan, lalu sembari memandang Ika ia pun menyambung,

"Jangankan ke Komwilko, ke kantor Presiden sekalipun, saya akan pergi, jika diperlukan."
Ika tersenyum mendengar jawaban yang mewah itu!

Langit putih. Matahari mencorong di atas Depok. Angin bertiup dari Selatan, Debu debu cokelat beterbangan, mengusap wajah Ali Topan yang sedang memacu sepeda motornya. Keempat polisi di dalam jip Willys mengikutinya dari belakang. Mereka kembali Jakarta.
"Anak yang gagah itu mau kita apakan?" kata seorang polisi, pada temannya yang menyopir jip.
"Kita bikin jadi Tekhab saja, rasanya pas betul."
"Dia bisa jadi agen yang paling keren nantinya. Moga moga saja dia mau."
Ali Topan tak mendengar dialog itu. la sedang melamun. Panasnya sinar mentari, keringnya debu-debu jalanan Depok, tak mampu mengusir bayangan wajah Anna Karenina dari dalam hatinya.

Ia sedih benar, namun bukan kesedihan yang cengeng. la tak menangis, namun hatinya merintih-rintih. Kasih sayang telah hilang. Tak seorangpun yang menjadi miliknya kini. Ia sendirian lagi. "Annaaa, Annaaa, Annaaa," bisiknya.

Hanya suara angin yang menjawab bisikannya. "Hampaaa, hampaaa, hampaaa," keluhnya lagi.

"Jangaaan, jangaaan, jangan menghampaa," angin serasa menjawab keluhannya. Angin itu berhembus dari dalam jiwanya sendiri.
Ali Topan tersadar. la menggertak gigi.
"Selaksa kesedihan, sejuta kekecewaan, tak boleh membuatku mati," bisiknya.
"Tuhan, berikan cintamu padaku." "Tuhan, berikan cintamu padaku." "Tuhan, berikan cintamu padaku."

Berkali-kali Ali Topan memanggil Tuhannya, untuk mengusir kesedihan.
Sampai akhirnya, semangatnya membadai lagi. Bayangan Anna Karenina yang tadinya bersatu dengan kesedihan, terasa melangit. Dalam khayalnya, ia memandang kepergian bayangan yang makin lama makin jauuuh. Cekaman suasana yang tak terlukiskan itu tanpa sadar mendorongnya untuk bernyanyi. Maka iapun bernyanyilah di atas motornya yang berjalan pelahan-lahan.

Pagi yang indah sekali Membawa hati bemyanyi Walau gadisku telah pergi Dan tak kan mungkin kembali Hm yaaa.............. (TAMAT)

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: