Kamis, 15 Januari 2009

Ali Topan Wartawan Jalanan (1)


SATU

Jakarta, Juni 1978

Satisfaction dari The Rolling Stones terdengar santer dari kotak pengeras suara merek Sansui milik penjual kaset bajakan seribu tiga di depan toko P&D Sinar Pembangunan, di bagian selatan kompleks pertokoan Melawai, Blok M.

Seorang tukang parkir diguyur sinar matahari sibuk mengatur parkiran sepeda motor, masih sempat menggoyang-goyang pantat seirama lagu rock itu. Peluhnya mengalir deras, membuat wajah dan kulit lengannya yang hitam berkilat-kilat. Jam dua siang waktu Kebayoran Baru. Anak-anak pulang sekolah menambah keramaian suasana. Di antara mereka ada yang ikut nimbrung merubung penjual kaset obe tersebut.

Ali Topan menyender di kozyn etalase toko, mendengarkan lagu yang diputar keras itu. Matanya bersinar redup, memandang acuh tak acuh kerumunan orang. Rambutnya yang hitam gondrong lebat sebatas bahu tampak awut-awutan. Untung rambutnya lurus dan lebat, hingga tetap saja enak dipandang dalam keadaan acak-acakan begitu. Terbukti setiap cewek yang lewat di depannya, tak peduli nyonya atau perawan sekolahan, pasti memampirkan pandangan ke wajahnya yang jantan. Dan mereka sama sekali tak berusaha menyembunyikan perasaan kesengsem pada si anak muda. Tubuhnya yang kurusan dibalut kulitnya yang gelap berlumur keringat,menampilkan efek kejantanan yang khas.
"Sssh... garcon idaman...," bisik seorang cewek berseragam rok biru muda SMA Stella yang bersama dua temannya melewati Ali Topan. Cewek itu menjawil lengan temannya.
"Ye-I, gout udah tokau..."' bisik temannya.

Cewek-cewek itu berhenti melangkah. Mereka pura-pura melihat kaset obralan, diikuti teman-temannya. Kemudian, hampir bersamaan, mereka menoleh ke arah Ali Topan. Yang ditoleh melengos. Acuh tak acuh. Ketiga perawan sekolahan saling memandang, hampir bersamaan. Mereka menyeringai, lantas bergegas mencabut langkah dari tempat kejadian.
"Sialan! Nggak tau diri! Udah capek-capek kita liatin, sok melengos lagi ! Sok superstar ye?" kata cewek pertama yang pipinya jerawatan. Suaranya cukup keras hingga terdengar oleh Ali Topan dan beberapa orang di sekitarnya. Orang-orang itu memandang ketiga cewek sekolahan yang segera lenyap diantara.orang-orang yang berlalu lalang. Sekilas mereka menengok ke arah Ali Topan. Yang ditengok tetap redup.

"Heh! Olang gondlong jangan taloh badan di situ! Nanti owe punya owe gua pecah, apa lu olang mau ganti?" seorang Cina setengah baya menegur Ali Topan. Dia ke luar toko P&D yang kozyn etalasenya disenderi Ali Topan. Ali Topan menoleh, memandang orang itu dari bahunya. Lantas dia melengos lagi. Si Cina tampak penasaran. la berkacak pinggang dan lantas ngoceh.
"Heh! Lu olang apa kaga dengarin owe punya omongan ya? Gua bilang jangan taloh badan di situ, nanti kaca owe pecah...owe bisa ru..." belum habis dia ngoceh, Ali Topan melompat garang ke arahnya. Tangan kanannya terkepal keras siap ditimpalin ke kepala orang itu.
"Cina nyempong, lu! Sembarangan ngatain gue tuli! Mata lu tuh yang tuli! Lu liat apa kagak gue nyender di kayu?! Kaca pecah, kaca pecah, entar pale lu ya gue pecahin, baru tau rasa lu!" hardik Ali Topan. Gerakannya yang hebat dan hardikannya yang mengguntur, bikin lost orang-orang di sekitar situ.

Terkesima mereka melihat adegan yang tak terduga. Si orang itu pucat pasi. Wajahnya yang kuning seperti tanpa darah. Kakinya bergetaran. Matanya berkejap-kejap seperti mata anak kecil yang ketakutan ketika hendak dihajar ayahnya. Untunglah mulutnya terkunci rapat. Kalaulah terloncat sepotong kata saja dari mulut itu, pasti kepalan Ali Topan menyambarnya. Dan untung yang lebih besar lagi,Ali Topan cepat bisa menguasai diri. Rasa tak tega cepat sekali mengetuk hati Ali Topan, tatkala memandang wajah yang pasi, mata yang berkejap ketakutan dan merasakan gemetarnya badan orang setengah baya yang dicengkeramnya.
Seorang wanita Cina berlari dari arah penjual kaset obralan, ke arah Ali Topan. "Ali Topan! Ali Topaan! Jangan pukul itu gua punya sudara orang angotan!" teriak si wanita Cina. Ali Topan melihat ke wanita yang mendatangi.
"Dia orang baru di sini, enci Hoa...?" tanya Ali Topan. Si enci Hoa memegangi tangan Ali Topan.
"Iya... Dia itu gua punya engko baru datang kemaren dari Medan. Orangnya angot-angotan... Suka cari ribut sama orang, " kata si enci Hoa. Ali Topan melepaskan cekalannya dari leher baju engkonya enci Hoa.
"Gua lagi mau beli kaset waktu gua liat lu mau pukul engko gua ini... Untung gua liat..," kata enci Hoa. Lalu dia melotot ke arah engkonya. "Engko Ceng! Lu gua udah bilangin jangan keluar dari toko. Lu kudu baek-baek sama orang. Sini! Lu kaga denger kata! Lu tau kaga dia ini siapa?" kata enci Hoa sambil menunjuk ke arah Ali Topan. "Dia ini Ali Topan orang baek. Dia pernah kasi tulung besar sama gua... Waktu toko gua mau di rampok orang jahat! Lu liat nih tangannya ada bekas bacokan golok. Dia tulungin gua tangkepin perampok sampe dianya kena bacok! Gua utang budi sama dia! Gua sudah angkat sudara sama dia! Ayo lu minta maap!" lanjutnya.
"Aah udahlah enci, urusan udah kadaluarsa nggak usah lu omongin lagi. Nulung orang emang hobi gua...," kata Ali Topan. Langsung Ali Topan melepaskan cekalannya dari leher si engko Ceng dan mengendorkan kepalannya.
"Lain kali jangan maki-maki orang sembarangan ye. Awas lu!" kata Ali Topan ke engko-nya enci Hoa. la menatap tajam mata orang itu, lalu menyapu pandangan orang yang menontonnya. Ali Topan risi ditonton oleh beberapa cewek, termasuk tiga cewek Stella yang tiba-tiba muncul di tempat kejadian, Ali Topan lantas cabut dari situ.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: