Jumat, 03 Oktober 2008

Ali Topan Anak Jalanan (27)


ENAM

Rumah keluarga Surya di sudut jalan RRI VII No. 88 sekitar 2 km arah Barat dari Blok M tampak lebih megah dari rumah-rumah di kiri kanannya.

Rumah itu bercat putih berarsitektur `klasik' seperti puri di negeri-negeri Eropa. Di berandanya ada dua tiang beton besar kembar yang bentuknya seperti tiang Yunani. Lebar bangunan yang menghadap ke Barat itu sekitar 15 meter.

Halaman depannya ditumbuhi rumput Peking dengan jalanan mobil beraspal dari pintu gerbang ke garasi di sayap kanan gedung itu.
Halaman itu berpagar tembok yang atasnya diberi pecahan kaca. Sekelompok pepohonan pisang merah di sebelah kiri beranda. Di depan beranda ditanami rumpun mawar dan melati. Tak ada satu pun pohon buah-buahan.

Nyonya Surya membuka-buka majalah Femina di ruang tengah rumahnya. Oom Boy sedang membersihkan aki mobil dengan air panas. Jam dinding di rumah itu, yang disetel lebih cepat lima menit, berdentang. Nyonya Surya menutup Femina. Ia melongok ke halaman.

"Booy! Sudah jam setengah satu! Tolong jemput ponakanmu!" teriak Ny Surya. Oom Boy mengangguk. la buang air panas dari teko ke halaman, kemudian melap aki mobil dengan kain kuning.
"Boooy! Ayuuuuh... sudah waktunya Anna pulang ...," teriak Ny Surya.
Boy menutup kap mesin, kemudian ia berlari ke kran mencuci tangannya. Setelah itu, dia berlari ke mobil.
“Cepat pulang, Boy!" teriak Ny Surya yang melongok ke jendela.
"Okey!"

Boy menghidupkan mesin mobil, langsung menancap gas. Mercedes melesat keluar halaman.

Anna berjalan bersama Maya menuju pintu gerbang sekolah. Ali Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert menuntun motor masing-masing di belakang mereka.

"Bagaimana kesan hari ini, An?" tanya Maya.

"Yaaah, boleh juga. Anak-anaknya suka melucu ya? Kayaknya enak juga suasana di sini," kataAnna.
"Mudah-mudahan kamu betah," kata Maya, "Eh, rumah kamu dimana sih?" tambahnya.
"Lho, tadi kan udah saya kasih tau. Lupa?"

"Iya, Jalan RRI, nomernya lupa. "
"RRI tujuh, nomer delapan puluh delapan!"

"Ooh, iya. Kapan-kanan boleh main dong?"
"Boleh saja... ng... iya, iya, boleh...," kata Anna, dia agak ragu dengan pembolehannya itu. Maya tidak sempat menangkap keraguan itu, karenaAli Topan menowel tangannya dari belakang.

"Mau bonceng, May? Bobby tuh nawarin. Boncengannya lagi nganggur," kata Ali Topan.
"Ah, takut ah.. Kalian suka ngebut sih," kata Maya.

"Allaaah, bilang aje ogah naik motor. Ngarti deh, anak orang kaya memang begitu. Maunya Mercy terus," kata Ali Topan.
Maya tak mengerti arah tujuan ucapan Ali Topan. la menampakkan wajah bingung. Mercy? Kapan dia punya Mercy? Tapi. Anna yang merasa kena sindir, menoleh ke Ali Topan. Ali Topan langsung mengirimkan senyuman simpatik ke Anna.
"Betul begitu kan, ya Anna?" kata Ali Topan.

Anna Karenina mengernyitkan dahinya. Ia tidak menjawab. la memandang Ali Topan dengan tenang dan berani. Ada keangkuhan tersendiri dari pandangan Anna yang terasa di hati Ali Topan.
"Ooh iya, kita belum kenalan secara resmi. Nama saya Ali Topan. Saya yang nimpuk kamu dengan kulit rambutan di Blok M kemarin," kata Ali Topan.
"Saya sudah tahu," kata Anna Karenina, "terima kasih atas keterus-terangan kamu," tambahnya. Kemudian ia menoleh ke arah Maya, "Maya saya pulang dulu ya? Saya mau naik Mercy, kamu mau ikut?" kata Anna Karenina dengan wajah anggun.
Maya menggelengkan kepalanya. Anna Karenina berjalan cepat menuju mobil Mercy. Oom Boy melambaikan tangan ke arahnya.(bersambung)

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (26)


Wajah lbu Dewi merah padam. Dengan langkah cepat berjalan menuju kantor Direktur Sekolah. Pak Broto yang sedang bekerja terkejut melihat Ibu Dewi memasuki ruangannya dengan langkah cepat dan wajah marah..
"Bapak harus memanggil Ali Topan!" teriak Ibu Dewi, Dia telah menghina saya," sambungnya. Nafasnya tersengal-sengal karena rasa marah yang memuncak.
"Lho, ada apa, Bu?" tanya Pak Broto.
"Ali Topan! Di depan murid-murid lain di kantin, anak Kurang ajar itu menentang saya! Kurang ajar sekali! Apa dia murid istimewa maka dia berani bertingkah semau-maunya di sekolah ini! Bapak harus bertindak! Harus! Kalau perlu keluarkan saja murid biadab itu! Kalau Bapak tidak menghukum dia, saya akan laporkan ke Departemen!" kata ibu Dewi.
"Tenang... tenang Bu Dewi. Persoalan sebenamya apa? Tolong jelaskan dulu... Sabar... minum dulu..."' kata Pak Broto Panggabean.
"Saya menangkap basah dia sedang merokok di kantin! Saya menyuruh dia mematikan rokoknya, dia tidak mau! Malah saya mau dia pecat katanya... Memangnya dia itu siapa?" kata Bu Dewi. "Bapak harus memanggil dia sekarang juga !"
Pak Broto mengernyitkan dahi.
"Hadiiii!" teriaknya.
Hadi, sekretaris umumnya tergopoh-gopoh datang dari meja kerjanya yang terletak di ujung ruang.
"Ya, Pak!" kata Hadi.
"Panggil Ali Topan ke sini. Cepat!"
Hadi tergopoh-gopoh keluar. Setengah berlari ia menuju kelas Ali Topan.
Ali Topan duduk di lantai depan kelasnya. Ia melihat Anna yang sedang bercakap-cakap dengan Maya. Hadi datang tergopoh-gopoh.
"Ali Topan, kamu dipanggil Pak Direktur sekarang juga," kata Hadi.
"Ada perlu apa?" Tanya Ali Topan. "Mana saya tahu?"
"Kamu harus tahu dong apa yang diinstruksikan oleh Boss kamu! Sana, balik lagi, tanya sama Pak Direktur, ada urusan apa mangil-manggil gue!" kataAli Topan.
"Aaaah, ayolah! Nanti saya kena marah nih," kata Hadi mengrajuk. Ali Topan berdiri, lalu berjalan bersama Hadi. Ali Topan masuk ke dalam ruang Direktur. Di situ sudah menanti Pak Broto dan Ibu Dewi dengan wajah kaku. Ali Topan mengangguk pada Pak Broto dan Ibu Dewi. "Selamat pagi," kata Ali Topan.
"Ali Topan! Tau, kenapa kau kupanggil? Kau makin tidak tahu aturan. Kau telah melanggar disiplin sekolah, kau telah berani menghina Ibu Dewi. Paham kau?" teriak Pak Broto.
"Kurang begitu paham, Pak. Harap diperinci satu per satu."
Pak Broto Panggabean diam. Ibu Dewi mengerutkan dahinya.
"Kau tadi merokok di kantin! Kau saya tegur dan membantah dengan cara krosboi! Betul?" kata Ibu Dewi.
“Oooh, kalau itu betul," kata Ali Topan. Dia menampilkan wajah serius. Kepalanya mengangguk-angguk. pengakuannya yang gamblang justru di luar dugaan Pak broto dan Ibu Dewi. Kedua guru itu saling memandang, Bu Dewi melongo, ia kehilangan kata-kata. “Jadi bagaimana?" kata Pak Broto, untuk mengisi suara bengong.
“saya mengaku apa yang saya perbuat pak. Kalau bapak nilai salah, ya saya salah," kata Ali Topan. "Saya pakai cara krosboi karena ibu Dewi juga pake cara cros teacher.”
"Huh! Harusnya anak semacam ini dikeluarkan saja dari sekolah kita!" kata Bu Dewi. la memandang tajam pada Ali Topan.
Jadi, Ali Topan... ng... daftar tentang kelakuan negatifmu di sekolah sudah begitu banyak. Saya tidak tahu lagi mau taruh di mana daftar kenakalanmu ini, dan yang akan datang! Saya tahu, mungkin kau beranggapan dirimu pandai, otak kau lihai dan nilaimu selalu bagus dalam setiap pelajaran. Tapi ... itu semua tidak ada artinya kalau kelakuanmu dapat nilai minus! Kau camkan itu! Nah sekarang, keluar kau!" kata Pak Broto Panggabean. Ucapannya keras betul, tapi heran wajahnya tetap tampak memendam perasaan welas asih.

Ali Topan mengangguk. Dia berjalan keluar tanpa bicara apa-apa lagi. Memang dia sudah bosan bicara, sudah bosan memberikan alasan kenapa dia bersikap begini begitu. Sikapnya yang melanggar peraturan bukan tidak disadarinya, malah dia sengaja membuat tindakan yang "nakal". Soalnya dia sudah sering memprotes beberapa peraturan sekolah dan kelakuan guru-guru yang dia nilai tidak cocok dengan program pendidikan dan pengajaran.

Ali Topan berjalan tenang masuk ke dalam kelasnya. Pelajaran Bahasa Inggris pada jam ke-3 dan ke-4 belum mulai.
Murid-murid sedang menunggu Bu Mary, sang guru Bahasa Inggris. Ali Topan muncul dengan wajah tenang dan berdir di pintu, memandang teman-temannya. Ia memandang Maya, Ridwan, Bobby dan semua teman-temannya yang duduk tenang di bangku masing-masing. Mereka diam, seperti menunggu pidato Ali Topan.
"Anak-anak. Mengapa wajahmu seperti plembungan?" kata Ali Topan.
Grrrrr. Ketawa meledak memenuhi kelas. Suasana yang diam berubah seperti biasa. Ribut kasak kusuk.
"Buset si hostess Dewi cari gara-gara lagi sama gue," kata Ali Topan. Dia berjalan ke bangkunya.
"Emang kenape, Pan? Dendam lama?" Bobby nyeletuk. "Biaseeee ... kita ogah mboooking die tadi malem, eh, dienya marah-marah ..."
Grrr lagi.
"Eh, Pan! Kenape lu ogah mbooking die? Kan bodinya lumayan mulus ... ," seseorang dari belakang berteriak. Ali Topan menoleh ke belakang. Pas saat itu,Anna melihat padanya. Keduanya saling berpandangan. Ali Topan tidak jadi mengucapkan kata-kata kasar tentang Ibu Dewi. Dia melambaikan tangan dengan manis ke arah Anna. "Hallo, sayang ....," bisik Ali Topan. Anna Karenina menundukkan wajahnya.
Ibu Mary muncul di pintu.
"Good morning everybody," sapa Bu Mary seperti biasa. "Good morning, Miss," sahut anak-anak.

Ibu merry langsung duduk di kursinya dan mengabsensi murid-muridnya. Pada giliran nama Ali Topan ia berhenti.
“Ya ada Bu Mary. Saya tidak mbolos ... ," kata Ali dengan kalem. Grrr lagi tak dapat ditahan keluar dari mulut teman-temannya. Ibu Mary pun terpaksa menyunggingkan senyum `Pepsodent'.
"Kamu memang berandal, Ali Topan. Tapi bagus juga kamu sadar, sebelum ditanya sudah mengaku," kata Mary. Dia melanjutkan mengisi daftar hadir muridnya. Lalu segera memulai pelajaran Bahasa Inggris. seperti biasanya juga, ia memulainya dengan,
"Once upon a time...."
“There was a poor boy who living in the house of The rising Sun...," celetuk Ali Topan. Grrr... grrr-an lagi teman-temannya sekelas termasuk Anna Karenina menutupi mulutnya dengan saputangan. "Bengal sekali deh...," bisik gadis itu sambil memandang Maya.
“Sesuai dengan namanya... Ali Topan...," lanjutnya.
"Memang... tapi dia itu jenius... Dan baik hati..," bisik Maya.
"Oh ya?" bisik Anna Karenina. la memandang sekilas ke arah Ali Topan. Matanya ceria. Maya tiba-tiba merasa cemburu.(bersambung)

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (25)


Ali Topan benar. Dalam tempo kurang dari setengah jam, ia sudah berhasil menggarap empat dari lima buah soal ulangan aljabar itu. Kemudian dia berhenti menggarap soal kelima. Dia menoleh ke belakang sesaat untuk memandang wajah Anna. Kebetulan Anna pun sedang memandang ke arahnya. Ali Topan mengerjapkan mata ke Anna. Anna melengos dan menggigit sapu tangannya.

Beberapa murid saja yang tahu kerjapan mata itu, termasuk Maya, gadis yang duduk sebangku dengan Anna. Maya itu termasuk gadis sopan, tidak banyak tingkah. Ali Topan suka pada Maya sebagai teman. Diam-diam, Maya mencintai Ali Topan walaupun dia suka mendengar cerita bahwa Ali Topan itu anak keluarga acak-acakan.
Ali Topan menyikut Bobby.
"Pssst! Kok dia nyasar ke sini, Bob?" bisiknya.
"Heh. Kerjain soal dulu deh. Cewek urusan belakang," gerutu Bobby. Bobby sedang menggarap soal terakhir. "Bagi contekannya dooong...," bisik Bobby.
Rupanya soal itu agak menyulitkan Bobby. Dia menengok ke Ali Topan, minta contekan. "Pan, Pan, pssst. Nomer lima kasih tau dooong. Gue kerepotan niih," bisik Bobby.
"lye, Bob! Cakep dienye!" kataAli Topan. Cukup keras, sehingga seluruh kelas, termasuk Pak Surono. Pak Guru itu menengok ke arah mereka. Bobby langsung pias wajahnya. Ali Topan menampilkan senyum blo' on.
"He! Ada apa kau, Ali Topan!" kata Pak Guru.
"Ini, teman saya nanya ...," Ali Topan tak meneruskan kalimatnya.

Pak Surono penasaran. Dia menghampiri Ali Topan dengan wajah marah. "Apa kau bilang?" kata Pak Surono. "Begini, Pak. Bobby nanya sama saya, anak baru itu cakep apa kagak, katanya, saya bilang memang cakep..." Pak guru melotot ke Ali Topan. Lalu ia memandang Anna yang duduk dengan wajah tertunduk dan mengigit-gigit bibir. "Kau ada bakat merayu rupanya...," kata Pak Surono. la tersenyum kecil. Dan murid-muridpun tersenyum lega.

Bel berdentang. Ulangan selesai. Murid-murid menyerahkan hasil ulangan mereka pada Pak Surono, lalu keluar kelas satu per satu.
Bobby berendeng dengan Ali Topan. Wajahnya masih memendam rasa marah. "Lu. Kalau mau matiin kawan jangan begitu dong caranya, Pan," kata Bobby.

"Gue kan hanya just a joke, Bob," kata Ali Topan. Dia menyodorkan rokok pada Bobby. Bobby pun segera mengusir rasa marahnya.
Pak Surono yang baru saja keluar dari kelas, melihat acara pemberian rokok itu. Dia berhenti melangkah, mengambil rokok dari kantongnya. Pak Surono berdehem. Ali Topan menengok Pak Surono. Dengan wajah penuh senyum, Ali Topan mendekati dan menyalakan api buat gurunya. "Mm, terima kasih," kata Pak Surono. Ali Topan mengangguk. Pak Surono terus berjalan menuju kantor guru.

Di kantor Direktur Sekolah.
Pak Broto Panggabean sedang berbincang-bincang dengan lbu Dewi, guru pengawas khusus mengenai kelakuan para murid. Ibu Dewi bukan guru tetap di SMA bulungan 1.
la ditugaskan oleh Kantor Perwakilan Departemen P dan K menyangkut pembinaan remaja intra sekolah.
Ibu Dewi itu cantik, tamatan Fakultas Psikologi Universitas Romusha. la menjadikan murid-murid sebagai penelitian untuk menyusun buku Kenakalan remaja di Jakarta.

"Jadi, bagaimana situasi dan kondisi anak-anak kita akhir-akhir ini, lbu Dewi?" kata Pak Broto Panggabean.

"Menjelang ujian ada kecenderungan surutnya pelanggaran peraturan dan disiplin sekolah, Pak. Tapi tentu kita harus tetap waspada, siapa tahu ada pengaruh dari luar yang memanfaatkan situasi ini untuk mengeruhkan suasana," kata Ibu Dewi.
"Tentu, tentu, kewaspadaan dan security demi stabilitas nasional, heh heh heh, harus ditingkatkan, heh heh ... " kata Pak Broto Panggabean.
"Yang menggembirakan dan membuat iri hati sekolah lain, sekolah kita ini bebas narkotika, Pak. Tapi di lain hal, anak-anak sini terkenal sebagai jagoan ngebut. Ali Topan, Bobby dan beberapa murid perlu diawasi secara khusus," kata Ibu Dewi.
"Tapi bukan berarti kita memperlakukan mereka seperti orang tahanan militer, kan? Heh heh heh..." kata Pak Broto Panggabean setengah bercanda.
"Kalau perlu, apa boleh buat. Demi menjunjung tinggi nama sekolah dan korps pendidik! Bukankah kita ingin agar sekolah ini bebas sepenuhnya dari kenakalan remaja?" jelas Ibu Dewi.
"Betul demikian, namun saya lebih setuju kita pakai metode pendekatan yang lebih lunak, Bu Dewi." Pak Broto mencoba menawar.
"Ah, Pak Broto ingin selalu berlunak-lunak saja. Kita jangan terlalu memberi kemanjaan pada anak-anak yang sudah punya bakat nakal. Preventif lebih baik, bukan begitu Pak? Nah, saya permisi dulu, Selamat pagi," kata Ibu Dewi. la keluar, mengontrol situasi.

Ali Topan duduk di kantin sendiri. Bobby berkumpul dengan teman-temannya yang lain, menunggu jam pelajaran berikutnya.Ali Topan merokok dengan asyiknya. Bibi kantin yang cerewet memperhatikannya.
"Kok masih merokok di sekolah? Kan sudah dilarang? Kemarin banyak anak-anak kena razia. Mereka di-strap oleh lbu Dewi," kata bibi kantin
"Coba aja berani nyetrap gue, gue pecat!" kata Ali Topan. Bibi kantin melotot.
"Heh, jangan keras-keras ngomongnya, nanti kedengaran ibu pengawas," katanya.
"Ala, babe gue aja nggak berani ngelarang gue ngerokok, Bi. Apalagi Ibu Dewi, dia ngempanin gue juga kagak!" kata Ali Topan. Nadanya keras betul.
Ibu Dewi muncul di pintu kantin.
"Siapa yang mau kau pecat heh?" kata Ibu Dewi dengan nada dingin. Ali Topan kaget. la menoleh ke arah Ibu Dewi. Bibi kantin pura-pura mencuci piring kotor. Ali Topan diam. la merokok terus.
"Buang rokok itu, Ali Topan!" kata Bu Dewi. Ibu Dewi menghampiri Ali Topan. Tangannya bertolak pinggang. Ali Topan memandang Ibu Dewi.
"Oooh Ibu. Selamat pagi, Bu," kata Ali Topan. "Buang rokok itu, Ali Topan!"
"Sayang, masih panjang, bu. Tidak ekonomis kalau dibuang," kata Ali Topan dingin.
"Saya perintahkan, buaaaang!" hardik Ibu Dewi.
'Saya tidak biasa diperintah dengan cara begitu," kata Topan dengan tenang. la berdiri meneguk teh nya. la membayar Rp 50 pada bibi kantin, kemudian keluar kantin.
Di dekat pintu, Ali Topan berhenti . Ia mematikan rokok di telapak sepatunya, kemudian memasukkan putung rokok itu di sela-sela kaus kakinya. Tanpa menoleh ia berjalan santai menuju kelasnya.(bersambung)

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (24)


LIMA

Ali Topan bangun jam setengah delapan. Rasanya masih ngantuk dan capek. Tapi Mbok Yem ngotot membangunkannya. "Cepet mandi, Den Bagus. Terus sekolah. Sarapan dulu," kata Mbok Yem.

Ali Topan mandi cepat-cepat. Lalu berpakaian cepat-cepat. Ia tak memakai seragam batik yang ditetapkan oleh Kepala Sekolah. la lebih suka memakai jeans saja, walaupun dia seringkali ditegur di sekolah karena hal itu. Dia lewat kamar ayah dan ibunya yang masih tertutup.

"Nggak sarapan, Den Bagus?"
"Nggak! Kata Ali Topan, "aku berangkat, Mbok."
Mbok Yem mengantarkan Ali Topan ke depan. Dia nunggu sampai Ali Topan berangkat dengan motornya. Kemudian dia masuk untuk membereskan kamar Ali Topan.
Mbok Yem mencibirkan bibir ke arah pintu kamar majikan tuanya. Uh, orangtua kok brengsek begitu, gumamnya.
Ali Topan ngebut ke sekolah. la sudah terlambat satu jam pelajaran. Sebetulnya jam pertama dan jam kedua adalah jam Agama Islam. Tapi sudah dua minggu Pak Guru Agama Islam cuti ke Padang. Dan guru-guru jam pelajaran berikutnya suka iseng menggeser maju jam pelaj aran supaya lebih cepat bebas tugas harian.

Ketika Ali Topan sampai di depan pintu kelasnya, suasana memang sepi. Pak Guru Ilmu Aljabar tampak berdiri membelakangi pintu, mengawasi murid-muridnya.
"Selamat pagi, Pak!" kata Ali Topan.
Pak Guru Ilmu Aljabar, Pak Surono, menoleh ke pintu. Ali Topan masuk ke dalam kelas.
"Waduh, ulangan nih Pak. "
"Iya. Kenapa? Kalau tidak mau ikut keluar saja sana!" kata Pak Surono.
"Wah, rugi dong, Pak," kata Ali Topan, "boleh kan saya ikut, Pak?" tambahnya.

Pak Surono yang terkenal acuh tak acuh cuma menganggukkan kepalanya. Ali Topan langsung menuju ke bangkunya. Bobby sudah duduk di bangku itu. Ali Topan tertegun melihat ke bangku belakang. la kaget betul melihat Anna duduk di bangku belakang itu. Gadis manis yang diganggunya di Blok M kemarin, kok bisa nyasar ke situ? Kata hatinya. Anna memandang sekilas padanya. Tampak juga kekagetan Anna. Tapi gadis itu cepat mengalihkan perhatiannya ke soal-soal aljabar.

Ali Topan duduk di bangkunya. Dia menyikut Bobby. "Bob! Itu cewek yang kemaren kita godain?" bisiknya. "Hei! Jangan menganggu orang yang sedang bekerja kau!" suara keras Pak Surono menggelegar. Murid-murid langsung melihat ke arah Ali Topan. Ali Topan menyeringai. Dia mengacungkan tangannya.
"Minta kertasnya, Pak!" kata Ali Topan.
Ali Topan berjalan ke depan, mengambil kertas ulangan.
"Boleh pinjam pulpennya sekalian, Pak? Pulpen saya ketinggalan," kata Ali Topan.

Dia cuma iseng menggoda Pak Rono saja.
“Kau ini ada-ada saja. Kalau nggak punya pulpen ya pakai jari saja!" kata Pak Surono.
Topan nyengir. Dia kembali ke bangkunya, dan menggarap soal-soal ulangan yang ada.

BuatAli Topan tak sulit menggarap soal ulangan itu. Ali Topan adalah murid terpandai di sekolahnya sejak kelas satu dulu. Kecerdasannya di atas rata-rata anak seusianya. ketika masih kecil, belum bersekolah, ia sudah dapat membaca dan menulis. Dan menghitung angka-angka. Bukan hanya menghafal, tapi juga penjumlahan, penguiangan, perkalian dan pembagian bilangan. Sejak kecil ia gemar membaca dan bertanya tentang yang dia baca: Buku-buku cerita, buku-buku pelajaran Boyke dan Windy, majalah-majalah, surat kabar dan bahkan kertas-kertas bekas pembungkus dari pasar dan toko.

Teman-teman dan bahkan guru-gurunya heran, bagaimana mungkin anak berandal yang tak pernah terlihat belajar, tampak santai di sekolah itu dapat menjadi murid terpandai di sekolah. Lagi pula, Ali Topan beberapa kali memenangkan lomba mengarang se-Jakarta yang mengangkat nama sekolahnya. Ketika naik kelas dua, pada upacara bendera, ia disuruh menjelaskan di depan semua murid dan guru-guru bagaimana cara dia belajar.
"Saya ini suka membaca dan menuliskan intisari apa yang saya baca. Dan menyusun daftar pertanyaan apa-apa yang saya belum mengerti. Saya bertanya kepada ayah saya, ibu saya, kakak-kakak saya sampai mereka bosen dan sering marah-marah. Marah-marah itu ternyata karena disebabkan mereka tidak tahu atau tidak mengerti jawabannya. Maka saya bertanya kepada orang lainnya.
"Dan kalau mau tahu, mengapa saya terlihat santai di sekolah, karena semua buku pelajaran selama setahun sudah saya baca dan saya mengerti pokok-pokok isinya. Dan yang penting, tidak semua penulis buku-buku pelajaran itu pandai menyampaikan pengetahuan yang mereka miliki dalam bentuk tulisan.
"Jelasnya, seorang ahli Ilmu Kimia atau Biologi belum tentu pandai menyampaikan ilmu yang mereka dapatkan itu secara tertulis, apalagi dalam bentuk buku. Hingga murid-murid kesulitan mempelajari ilmu itu. Nggak seperti kalau kita baca novel atau cerita silat Cina. Maka, saya sering menyunting atau menuliskan kembali buku-buku itu dengan gaya novel atau cerita silat, hingga saya dapat mengerti dengan jelas tentang ilmu yang diajarkan...," kata Ali Topan.
"Menurut saya, kalau orang mau pinter begitu caranya. Kalau ada di antara teman-teman yang mau mengikuti cara itu, ya ikutin aja...," lanjutnya yang disambut tepuk tangan guru-guru dan murid-murid. Bahkan Dudung dan Gevaert berseru,

"Hidup Ali Topan!"
"Dan... kenapa kalau mengerjakan soal-soal ulangan atau ujian, saya kerjakan yang gampang lebih dulu. Yang pasti bener jawabannya. Yang susah-susah belakangan aja, supaya nggak ngabis-ngabisin waktu. Kalau memang ada soal-soal yang saya nggak tahu jawabannya ya saya nggak jawab dari pada salah. Kalau salah bukannya jeblok nilainya, tapi minus... Bukan begokit Pak Brot Pang ha ha ha ha....," Ali Topan mengakhiri ceramahnya yang disambut tawa riuh rakyat se-SMA Bulungan itu. Pak Broto Pangabean tertawa pula sambil mengepalkan tinju ke arah murid kesayangannya itu. "Kalau aku bukan Direktur di sini sudah ku bilang kimak-lah kau Ali Topan...," gerutunya.(bersambung)

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (23)


Tina tertegun. Wajahnya mendadak cerah.
"Eh, die dateng juga? Boleh deh gue bikinin. Tapi, ngomong-ngomong, die udah punya cewe apa belon sih Vaert? Siapa sih ceweknya?"
"Lu naksir dia? Jangan macem-macem lu. Ngaca dong, ngaca... umur lu berape, Tin..."
"Kalau gua naksir emang kenape? Nggak boleh? Itu hak gue dong. Hak asasi! Lu kan juga naksir temen gua. Gantian boleh dong ..."
tina menyeringai ke adiknya. Gevaert mikir.
“Sape temen lu yang gua naksir? Tampang udah kaya oplet semua begitu ..."
"Ngepet lu!"

Gevaert ketawa. Tina juga ketawa. Mereka akrab sebab kakak-adik, walaupun tampaknya sering bertengkar.

Tina, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Romusha, memang rada cerewet, sedangkan Gevaert suka usil.
"Uh, teman-teman gue di Romusha banyak yang naksir Ali Topan deh Vaert. Anaknya keren banget sih."
“Temen-temen lu udah pada ngaca apa belon? Kalau tampangnye masih kayak oplet sih lu bilangin, suruh pergi ke bengkel Chow Brothers dulu supaya dipermak. Sorry aje, gang kite nggak terima cewek opletan!"
"Ih, sadis deh lu! Ntar gue bilangin sama si Poppy baru tahu lu."
Poppy itu kawan se-fakultas Tina yang ditaksir Gevaert. "Wauuuuw, jangan dong, sayaaang. Kalau si Poppy sih barang mulus tuh. Pokoknya bakal bini gua dia. Lu bilangin, gua larang dia naksir-naksir orang lain. Tunggu lamaran gue aje, ye? Heh heh heh. "
Tina tertawa manis mendengar ucapan adiknya.
"Tapi tuker sama Ali Topan dong. Poppy buat lu, Ali Topan buat gua," kata Tina.
"Eh, lu serius nih?"
"Dua rius... Tampangnya hensem, tongkrongannya macho, babenya kaya... Woow! Gue mau deh langsung kawin ha.. ha.. ha..!"
Gevaert tiba-tba serius menatap mata Tina. Kakaknya heran. "Kenape lu ? Nggak setuju kalo gue kawin sama sahabat lu? Kan asyik dia jadi abang ipar lu... Dan lu manggil dia Bang Ali.. Eh, Bang Ali ! Bang Ali ! Kayak kalo kita manggil Gubernur... hi hi hi hi..," celotah Tina. Gevaert menggaruk-garuk kulit kepalanya. "Entar kalo die dateng lu jangan sekali-kali ngomong soal babe atau nyaknye! Die kagak demen...," kata Gevaert.
"Lho, kenape? Emang die anak pungut “tanya Tina. "Udah deh... pokoknya sedih deh setorinye..."' kata Gevaert.
Terdengar deru motor masuk halaman.
"Tina! Tolong suruh masuk die!" teriak Gevaert. Tina berlari ke pintu. Dia sibak gorden, melihat keluar.

Ali Topan tampak memarkir motornya. la menggeraikan rambutnya yang gondrong. Kemudian berjalan ke pintu. Tina memperhatikannya. Hati Tina mpot-mpotan. Ali Topan memijit bel pintu.
Tina membukakan pintu. Tina tersenyum maniiis. "Haiii apa kaaabaaaar . ..," sapa Tina.
"Sip sip aje, Tin. Si Gevaert ada?" tanya Ali Topan. Wajahnya netral.
Tina menunjuk ke arah kamar adiknya.
Gevaert muncul di pintu. "Masup, Pan! Jangan kelamaan lu di situ, ntar Mpok gua naksir!" kata Gevaert. Tina tersipu-sipu. Wajahnya yang putih mendadak dironai warna merah. Darah naik ke wajahnya.
"Ah, becanda lu, Vaert!" kata Ali Topan.
Dia menengok Tina. "Terima kasih dibukain pintu, Tin," katanya. Tina tak menjawab. Dia masih malu atas olok-olok Gevaert.
Ali Topan berjalan masuk ke kamar Gevaert. "Tampang netral banget, Pan. Semua beres?" tanya Gevaert.
"Gua sih beres. Yang laennya kagak... Gua lagi males belajar, mack. Gua males ngapa-ngapain," kataAli Topan.
“Nggak ape-ape, yang penting lu dateng. Mpok gue gue suruh bikin kupi. Ntar lagi juga anjing-anjing dateng."
selesai Gevaert bicara, terdengar suara motor di halaman lagi. "Noh, mereka. Bener apa kagak gua!" kata Gevaert.
Bobby dan Dudung memang datang. Mereka memarkir motornya di dekat motor Ali Topan. Keduanya langsung masuk ke rumah.
"Salam lekuuuum," Dudung memberi salam.
“lye, lekum salaaam! Masup aje masuuuup!" Gevaert teriak dari dalam kamarnya.
bobby dan Dudung masuk ke kamar Gevaert.
"Hei njing! Sepi banget rumah lu! Mami lu lagi pergi ya' kata Bobby.
'Lagi nglayab dia," jawab Gevaert.
Bobby melihat ke Ali Topan yang duduk tenang di lantai. "eh lu? Ampir gue nggak lihat. Sorry boy," katanya. “Sori, sorrii," kata Dudung membeo Bobby. Dia menyalami tangan Ali Topan dan Gevaert dengan gaya khas orang Kuningan, dengan dua tangan. Ali Topan menjabat tangan Dudung sekilas saja. Tiba-tiba terbayang foto-toto mamanya di kolam renang...
"Wah, kelihatannya kurang semangat, Pan. Ada kasus apa nih? Broken home?" kata Dudung. Dia membanyol. Ali Topan tersenyum. la coba menetralkan perasaanya lagi. "Brokentut!" katanya.
Sobat-sobatnya ketawa. Tina datang bawa kopi.
"Ck ck ck. Serpisnya kagak tahan. Cepet betul. Memang mpok kite ini berhati beludru ibarat katanya," kata Bobby. "Aah... jangan ngerayu lu Bob. Gua bukan cewek rayuan," kata Tina. Dia toh tersenyum. "Cewek panggilan!" Ali Topan nyeletuk.
Tina membelalak. Tangannya goyang, baki di tangannya ikut goyang, kopi hampir tumpah. Tapi Ali segera tersenyum. Dan itu cukup mengobati.kak Tina mendengar olok-olokan tadi.
"Terima kasih, Tin," kata Ali Topan. "Kembali kasih," kata Tina.
Tina keluar.
Dudung, Bobby dan Ali Topan langsung mengambil gelas kopi masing-masing.
"Uw, panas mack," kata Bobby.
"Makanye, sabar dikit. Jangan kayak orang ngga kenal kupi aje, mack," kata Gevaert. "Ngomong-ngomong, ternyata besok kita ada ulangan nih. Gua mau studi," kata Gevaert lagi.
"Kelas kita sih nggak ulangan ya Bob?" kata Ali Topan "Minta-minta sih nggak ada. Tapi siapa tau? Guru-guru kita makin nambah aje nyentriknye. Suka ngasih ulangan tanpa bilang dulu. Siap-siap aje ah. Aljabar ya Vaert?" Bobby menjumput buku 1lmu Aljabar dari meja. Dudung ikut-ikutan melihat Aljabar.
Ali Topan tenang-tenang menyulut rokok.
Dia merasa capek. Pikirannya penuh ketegangan yang dibawa dari rumahnya.
Sampai jam setengah satu mereka berkumpul di situ. Lantas mereka pamit.
Bulan temaram. Ali Topan mengandaarai motornya perlahan-lahan. Perasaan dan pikirannya melayang seperti malam.(bersambung)

Sumber: kompas.com

Ali Topan Anak Jalanan (22)


Empat

Malam itu pukul sembilan lewat sepuluh menit. Di sebuah jalan raya yang menuju ke kota Bogor, Fiat Sport Pak Amir melaju kencang. Sopir tenang menatap jalanan di depannya. Pak Amir tenang memangku seorang perempuan di jok belakang. PakAmir bukan rapat malam ini, sebagaimana yang dikatakannya pada Mbok Yem. Pak Amir bukan rapat melainkan `rapet'. Perempuan muda belia yang ada di pangkuannya itu seorang pelacur. Dia mengambil pelacur itu dari seorang germo di Jatinegara.

"Oom, bagi rokoknya dong. Emmy pingin ngrokok deh," pelacur muda itu berkata. Mulutnya dimonyongkan ke mulut Pak Amir.
"He he he, rokok sih boleh. Rokok besar apa rokok kecil? He he he .. ."
"Ah, si Oom ini... suka begitu... rokok kecil dong. Rokok besarnya nanti saja."
"Lho, begitu apanya? Kan bener, Oom tanya mau rokok besar apa rokok kecil? Rokok besar itu cerutu, Oom juga bawa, tapi cuma sebatang, kalau rokok kecil ada sebungkus."

Pelacur Emmy mencium jidat "Oom" Amir, Pak amir balas mencium pipinya. Keduanya berciuman. Emmy tak jadi minta rokok. Malah yang merokok klepas-klepus sopir mobil itu, yang bulu kuduknya merinding mendengar cap-cup-cap-cup serta helaan nafas erotis dari majikannya dan gendaknya.

Di depan garasi rumah Pak Amir.
Ali topan memakai jeans putih, kaos oblong biru dan jeans lengan buntungnya. la membawa buku tulis diselipkan di sela pinggang celananya. Barusan Gevart menelepon ngajak belajar bersama. la menyemplak motornya. Mbok Yem geleng-geleng kepala di dekat garasi lihat Ali Topan.
"Nggak usah pergi lagi, Den Bagus. Tadi bapak pesan supaya den bagus di rumah saja. Jangan pergi, Den ...," kata MbokYem.
“Sumpek di rumah, Mbok. Aku mau belajar di rumah Gevaert. Aku pergi dulu ya, Mbok."
Ali Topan menghidupkan mesin motornya. "Daah, Mbok. "
"Daaah: '
Ali Topan melambaikan tangan ke Mbok Yem. Mbok Yem melambaikan tangan ke den bagusnya itu. Ali Topan langsung menggeblas dengan motornya. la tak mau tenggelam dalam kesedihan.
"Ati-ati di jalan Den Baguuus! Jangan ngebuuuut," teriak Mbok Yem. Tapi teriakannya itu ditelan oleh deru knalpot motor. Ali Topan tidak mendengarnya.

Di rumah Gevaert.
Gevaert mengatur buku-buku pelajaran di kamarnya. Dia bersiul-siul lagu sembarangan. Tampaknya gembira betul dia. Tina, kakak perempuan Gevaert muncul di pintu kamar. "Assiiiik deh, bersiul-siul sendiri. Ada apa sih, Vaert? Baru dapet undian harapan ya?" kata Tina.
Gevaert tak menengok. Dia tetap bersiul-siul dan menata buku-bukunya.
"Gevaert! Budeg lu ya? Ditanya orang diem aje!" Gevaert menoleh ke arah Tina. Dia menyeringai. "Eh, orang lu? Gue kirain bukan," katanya, "iye, iye, eh iye besok mau ulangan, jadi gua menyenang-nyenangkan diri dong. Biar kagak grogi Tin! Ng, tulung bikinin kopi sama sediain roti dong, kawan-kawan gue mau studi di sini, Tin," tambahnya.
Tina mencibirkan bibimya.
"Wuuu, enak aje. Emangnye gue babu lu?"
"Yeee, kalau babu cakepnya kayak lu, stimbat tutup dong!"
"Ah sialan lu..."
"Iye deh, sialan ya sialan, cuma tulungin dong. Masa gua yang musti bikin kupi. Ntar rasanya kayak aer comberan dong, Zusye ... ," kata Gevaert, "Yang satu rada enceran ya, buat si Topan. Dienye kagak doyan kupi kentel," tambahnya.(bersambung)

Sumber: kompas.com