Selasa, 09 September 2008

Ali Topan Anak Jalanan (10)


Dudung dan Gevaert yang berendeng di belakang mereka mencoba ke depan. Tapi dihalang-halangi oleh Ali Topan dan Bobby yang merapatkan formasi.
"Hey, bagi gua jalan dong," Teriak Dudung.

Ali Topan menoleh ke belakang. "Lu kire kue minta dibagi-bagi?" katanya. Lalu dia menancap gas motomya, diikuti Bobby, Dudung dan Gevaert mencoba menyusul.
Mereka pun kebut-kebutan lagi, menuju Pasar Mayestik, Kebayoran Baru.

Jarak Pasar Minggu ke Mayestik sekitar 10,5 Km, mereka tempuh dalam waktu 8 menit, melalui Jalan Gatot Subroto, Jembatan Semanggi dan Bunderan Senayan. Mayestik atau Mestik berasal dari nama bioskop Mayestic yang terletak di Jalan Kiai Maja, di dekat Taman Puring.

Kawasan situ adalah kawasan pertokoan yang pedagangnya kebanyakan orang Minang. Orang-orang Padang demikian sebutan umum orang Jakarta untuk semua orang Minangkabau-banyak pula yang menjadi penjahit, dan buka rumah makan di situ. Sedangkan para penjual buah-buahan dan daging, kebanyakan orang Betawi sebutan umum untuk warga Jakarta "asli".

Pasar Mayestik tidak sebesar Pasar Melawai, dan harga barang-barang di situ pun lebih murah dari pada Pasar Melawai.
Mereka langsung menuju ke kedai Pak Amin, penjual bakmi baso langganan mereka yang berdagang di ujung Jalan Tebah di bagian belakang Pasar Mayestik. Blok E. Kebetulan Pak Amin baru menyiapkan dagangannya.

"Lho, gini ari sudah nongol di sini. Apa nggak sekolah nih?" tanya Pak Amin.
"Ya sekolah, sekolah.. . yang ke sini,ke sini...;' sahut Ali Topan, "udah ada yang bisa dimakan Pak Amin?" tambahnya.
"Ada, sudah siap. Sabar sebentar, ya."
"Air tehnya duluan deh. Aus nih kerongkongan kite," kata Gevaert.
"Tuangin sendiri dah. Kayak orang baru aje," kata Pak Amin.

Gevaert mengambil gelas 4 buah, lalu mengisikan air teh panas untuk minum dia dan teman-temannya. "Makasih ah;" kata Ali Topan ketika Gevaert mengangsurkan segelas air teh kepadanya, "ada bakat jadi waiter lu," tambahnya.
"Waiter apaan sih?" tanya Dudung.
Gevaert melirik ke arah Dudung. "Waiter itu tukang ngelapin paha hostess di niteclub. Mau lu jadi hostess, eh waiter?" kata Gevaert. "Sik, waiter aja kagak ngah. Dasar orang Kuningan lu," tambahnya.

Dudung cuma cengar-cengir saja. "Kuningan itu tempatnya orang sakti, bego," cetusnya.
"Ngomong-ngomong dari mana kalian? Keringatnya kok deras begitu?" tanya Pak Amin.
"Udah deh, jangan nanya-nanya, laksanain tugas Anda saja, buruan," kataAli Topan, "kite belon makan baso nih dari kemaren," tambahnya.

Pak Amin segera menyodorkan bakmi baso yang disajikannya dalam mangkuk.
"Sambelnya ambil sendiri semaunya! Pak Amin bikin dua botol hari ini," kata Pak Amin. "Nah, selamat makan deh," tambahnya.
“Bismillahi rohmanir rohiiim," Dudung ber-Bismillah sembari meniup-niup kuah baso dan menyeruput kuah dengan mulutnya.
Ali topan juga ber-Bismillah.
Bobby yang Katolik dan Gevaert yang Protestan berdoa
kalau semua pembeli saya seperti kalian semua, bisa bawa berkah. Laris terus dagangan saya," kata Pak Amin, “anak-anak jaman sekarang jarang ada yang inget Tuhan,"jelasnya.
"Kalau anak-anak muda sih inget terus, Pak Amin. Yang suka lupa sama Tuhan itu kan orangtua-orangtua masa kini," kata Ali Topan.

Ketiga temannya cuma mengangguk. Mereka asyik makan bakmi baso yang hangat dan gurih berkat garem Madura.
Cepat sekali mereka makan. Gevaert usai lebih dulu. "Boleh nambah, Dung?" tanya Gevaert.
“Bikin aje dua mangkok lagi. Kita nambah setengah-setengah," kata Dudung.
"Lu emang remaja yang baik, Dung. Sering-sering ah begitu," kata Bobby. Dudung ngakak mendengar pujian itu. Sebagai anak "daerah," dia cukup gembira bisa berteman dengan Ali Topan, Bobby dan Gevaert yang dianggapnya sangat "top" dan "modern". (bersambung)

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: