Sabtu, 06 September 2008

Ali Topan Anak Jalanan (2)


Orang muda di belakang setir Mercedes itu mengacungkan tinju ke arah punggung Ali Topan Cs. Muka sopir itu lancip kayak muka tikus. Ali Topan dan Gevaert kebetulan melihatnya dari kaca spion.

Tanpa kode etik lagi, kedua remaja itu merem motor mereka, dan mengepoti Mercedes itu.Tak sampai kesenggol moncong Mercedes, Ali Topan dan Gevaert menancap gas, langsung menggeblas ke depan sambil tertawa keras sekali.

"Kurang ajaaar!" sopir Mercedes itu memaki. Wajahnva merah padam. Wanita menor berusia 45 tahun yang duduk di belakang menekan dadanya. Kaget. Seorang gadis remaja berwajah lonjong yang duduk di samping sopir Mercy itu menggigit bibir sedikit.

Rambut panjangnya yang hitam lebat diberi pita merah muda, menjadikannya terlihat manis. Ia merasa geli mendengar makian "anjiiing" dan "kurang ajar" yang terlontar dari mulut tukang setir Mercy-nya.

"Sudah. Jangan digubris, Boy," si nyonya yang duduk di belakang berseru. Suaranya rada serak, seperti suara orang sakit TBC. la mengusap tas kulit hitam berukiran nama: Ny. Surya. Wajahnya yang tirus dipoles bedak dan gincu kemerahan tampak masam.
Sopir mobil yang dipanggil Boy patuh. Matanya melirik ke arah gadis di sebelahnya. "Anak-anak sekarang ini berandalan semua," gerutunya.

Nyonya Surya yang duduk di belakang bersuara lagi, "Jammu menunjukkan jam berapa,Anna?"

Gadis remaja yang manis itu melihat jam tangannya, lalu menjawab tanpa menoleh ke belakang, "Jam tujuh kurang sedikit, Mama.... "
"Kurang sedikit itu berapa?" tanya Nyonya Surya.

Sepasang mata Anna, putri nyonya Surya, melihat sekilas arloji emas di pergelangan tangan kirinya. "Jam tujuh kurang tiga menit dan beberapa detik, mama," katanya. "Toko buku di Blok M buka jam berapa?" tanya si nyonya lagi.
"Biasanya sih jam tujuh persis, Mama," jawabAnna.
"Kalau tak biasa jam berapa?" Boy bertanya, iseng.

Anna tak menjawab. Wajahnya cemberut. Sepasang matanya yang lebar dan cemerlang seperti pagi menatap lurus ke jalanan di depan. Samar-samar di kejauhan dilihatnya anak-anak bermotor tadi membelok ke arah Pasar Melawai, Blok M. Anna mengusap alisnya yang lebat dan indah. Ali Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert masuk ke halaman Pasar Melawai yang menjadi pusat Blok M.

Mereka berhenti dan mematikan mesin motor tepat di dekat tangga utama pusat pertokoan itu. Lalu naik satu per satu, menghitung anak-anak tangga. Mereka berdiri seenaknva di tangga itu, memandang terminal biskota Blok M di seberang jalan.

Para pekerja kantoran yang lewat di halaman beraspal di dekat tangga menengok ke arah empat remaja berseragam putih-putih itu dengan pandangan sebal. Apalagi ketika Ali Topan, sosok yang paling jantan dan tampan yang rambut gondrongnya melambai-lambai tertiup angin itu, menyeringai ke arah mereka.

Ali Topan memang keren. Tingginya 172 cm, dan agak kurus. Kulitnya sawo matang tua. Wajahnya lonjong dengan rahang kokoh dan tulang pipi yang tak terlampau menonjol. Hidungnya agak besar dan mancung. Dan, matanya, oh matanya! Sepasang mata itu lebar, besar, karakteristik, dengan bagian hitamnya yang mengesankan kebaikan hati, kecerdasan,kejujuran dan keberanian.Alis mata tebal seperti golok melengkung menjadikan profil wajah itu wajah dengan sentuhan Jawa yang sangat artistik.(Bersambung)

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: