Minggu, 07 September 2008

Ali Topan Anak Jalanan (8)


DUA
Pagi itu sekitar jam sepuluh.

Di rerumputan antara gerumbulan semak, di Kebun Binatang Ragunan, Pasar Minggu, ada dua orang lelaki dan perempuan sedang berciuman. Rupanya mereka merupakan sepasang kekasih yang asyik berpacaran.

Sebentar-sebentar terdengar bunyi cap-cup, cap-cup, ditingkah suara si perempuan terkikik-kikik geli, ditambah suara nafas ngos-ngosan dari si lelaki yang juga sibuk melontarkan selangit rayuan di pagi itu.

“Mari kucium lagi, sayaaang," rayu si lelaki dengan gaya bintang film mesum dalam film nasional. Si lelaki memonyongkan mulutnya, mencoba mencium perempuannya. Si perempuan berusaha mengelak, tapi rupanya usaha itu sekadar pura-pura saja, sebab ketika monyongan mulut si lelaki mengubernya, ia pasrah saja. Cup cup. Mhh.

"Ah, abang nakal," bisik si perempuan. Manja.

"Nakal gimana? Ini kan enak? Mari kubikin lebih mesra lagi, dengan teknik tinggi, sayaang," rayu si lelaki, berteknik-teknik rupanya.

Dipeluknya si perempuan dengan pelukan bergaya kelasi mabuk. Si perempuan manja saja, bahkan iapun ikut aktif menyambut pelukan kekasihnya dengan pagutan ala Cobra di leher si lelaki. Zzzp. Keduanya tenggelam di laut kemesraan. Main piting-pitingan di rerumputan.
Mereka tak sadar bahwa ada seseorang mengintai "kerja" mereka itu.

Gevaert membidik pasangan yang sedang "sibuk" itu dengan Canonnya. Dia atur fokus lensa, dan bergerak hati-hati mencari posisi yang paling sip dan aman. Gevaert merunduk di antara semak-semak.

Klik! Gevaert.memotret mereka.

Si perempuan tiba-tiba melepaskan diri dari pelukan lelakinya. Tapi si lelaki dengan ketat memitingnya, hingga cuma kepalanya saja yang menengok-nengok ke sekitarnya.

"Bunyi apa sih yang klik barusan?" bisik si perempuan. "Ah, ah, bunyi apa? Tak ada bunyi apa-apa," sahut lelakinya.
"Sungguh, Bang. Kudengar bunyi klik. Ah, perasaanku jadi tak enak."
“Ah, ah, bunyi anak macan barangkali. Dienakin terus deh:'

Si lelaki kembali memiting leher perempuannya. Lalu dihujaninya leher, wajah dan bibir pacarnya dengan ciuman bertubi-tubi.

Gevaert menahan nafas. Otaknya sempat dibikin pening oleh pemandangan yang menggairahkan itu. Mati-matian dia menahan nafas supaya tidak ngos-ngosan.
Tiba-tiba pantatnya digigit semut. Secara refleks tangannya menepuk pantatnya. Plak!

Suara tepukan itu cukup keras, membuat obyeknya terkejut. Si lelaki melepaskan pelukannya dan melihat ke arah semak-semak arah bunyi plak tadi. Dilihatnya Gevaert mencangklong tustel. Tiba-tiba saja si lelaki berdiri, wajahnya beringas.

Gevaert mundur secepat kilat, wajahnya menyeringai masam."He, siapa kau, babi!" hardik lelaki itu. Ia bergegas mengejar Gevaert. Gevaert tahu bahaya maut mengancam, ia langsung melarikan diri sekencang-kencangnya.

Si lelaki tidak mengejar anak nakal itu. Dia cuma mengepal-ngepalkan tinjunya ke udara dan mulutnya melontarkan caci-maki yang bukan main sadisnya. Sementara itu, Dudung, Bobby dan Ali Topan sedang santai menikmati pagi di bawah pohon yang besar. Dudung menelungkup di rerumputan, mandi sinar matahari pagi. Bobby duduk tenang, membaca komik Jan Mintaraga di dekatnya. Ali Topan berdiri di samping Dudung, kakinya menginjak pantat Dudung.

Digerak-gerakkannya pantat Dudung dengan kakinya. Dudung tetap menelungkup. Pantatnya saja digerakkannya naik-turun mengikuti perakan kaki Ali Topan.
"Hidup begini enak ya. Lepas, bebas, segar terasa dalam hati," kata Ali Topan. Bobby menengok ke arahnya.
"Sik! Berpantun pula kau," kata Bobby.
"Enak sih enak, tapi sepatu lu itu bikin kotor celana gua, Pan. Lu pikir gua nyucinya di Naga Payung? Gua cuci sendiri tuh," Dudung menggerundel.
`Babe lu aja suruh nyuci," kata Ali Topan.
"Doo, doo, babe gua suruh nyuci? Kalau dia tahu anaknya ke Jakarta pake acara bolos begini udah untung kalau gua kagak diamukin. Kalau babe gua ngamuk lu tau? Sekali tiup gua bisa jadi layangan!" kata Dudung. (bersambung)

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: