Jumat, 12 September 2008

Ali Topan Anak Jalanan (13)


Di ruang itu ada lampu kecil 5 watt berwarna hijau menyala di dinding. Sinarnya temaram. Lampu itu dihubungkan dengan sakelar yang dipaku pada sebuah meja kayu yang merapat ke dinding.

Di atas meja itu ada enlarger atau alat pembesar gambar dalam film berbentuk seperti kubah kecil. Di bagian atas kubah alat itu ada lampu spot untuk menyoroti film yang diletakkan oleh Gevaert pada lensa pembesar di bagian bawahnya. Di dekat alat pembesar gambar itu ada baskom plastik berisi larutan bromide untuk menimbulkan atau mencetak gambar pada kertas foto yang diletakkan pada suatu papan putih yang diberi alat pengukur kertas. Di sebelahnya ada satu baskom lagi berisi H2O alias air untuk membilas kertas foto dari larutan bromide, dengan cara merendam dalam air itu.

Gevaert bersiap mengoperasikan alat pembesar gambar. Ali Topan berdiri di sampingnya. Ia tegang jantungnya berdetak lebih kencang.
"Okey, kita lihat dulu gambarnya," kata Gevaert. la memadamkan lampu hijau, hingga ruang itu gelap gulita. Lalu ia menyalakan lampu spot yang segera menyorotkan film di bawahnya. Gambar dua orang seorang wanita dan seorang lelaki muda sedang berpelukan di tepi kolam renang terpeta pada bidang putih di atas meja.

Ali Topan menarik dan mengeluarkan udara berat lewat hidungnya. Gevaert mengatur fokus pada alat pencetak foto itu, hingga bayangan dua orang itu agak jelas.

Gevaert memadamkan lampu spot. Dan segera mengambil bungkusan kertas foto berukuran kartupos dari kotak kertas di laci meja. la mengambil selembar kertas foto berukuran kartupos dan segera membungkus kembali lembaran-lembaran kertas foto lainnya, serta memasukannya ke laci.

Gevaert menaruh keras foto pada bidang pencetakannya. Lalu ia menyalakan lampu spot sekejap, sekitar dua atau tiga detik. Dan memadamkannya kembali. Kertas foto yang telah disinari tadi segera ia masukkan ke dalam baskom berisi larutan bromide. Kemudian ia mencetak lagi foto lainnya hasil potretannya.

Usai proses pencetakan foto itu, Gevaert menyalakan lampu biasa untuk menerangi ruang dan membuka pintu untuk mengusir kepengapan. Sementara itu, wajah Ali Topan tegang mengawasi foto-foto ibunya sedang bercumbu dengan seorang anak muda di kolam renang, yang sedang berendam dalam baskom berisi air.

Gevaert menepuk lengan Ali Topan. "Sorry, Pan... kalau hasil potretan gua itu bikin lu nggak enak ati...," kata Gevaert.
Ali Topan memandangi teman baiknya itu. "Terima kasih, Vaert... terima kasih...," kata Ali Topan dengan suara sangat sedih.

"Dua kali lu nolong gue... ngedapetin bukti tentang kebrengsekan orangtua gue... Gue nggak bakal lupain itu... Lu bener-bener sahabat gue..." lanjutnya. Air bening mengalir dari sepasang mata dukanya.

Gevaert ikut berlinangan airmata. Segera ia mengelap foto-foto itu dengan kain putih. Dan mengeringkan foto-foto itu dengan pengering rambut. Kemudian memberikan foto-foto itu kepada Ali Topan.

Ali Topan menyelipkan foto-foto itu di sela-sela buku pelajarannya. Lalu ia pamit kepada Gevaert sambil mengusap airmatanya. Gevaert memandangi Ali Topan mendorong motornya ke tepi jalan. Setelah menghidupkan mesin motornya, Ali Topan menengok ke arah Gevaert dan melambaikan tangannya. Gevaert membalas lambaian sahabat yang ia kagumi itu.

Dan airmatanya pun mengalir karena ia turut merasakan betapa perih rasa hati sahabat yang selama ini selalu membela dia bila dia mengalami kesulitan. (bersambung)

sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: