Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (59)


Sesudah Bang Entong tidak tampak lagi barulah Mbok Yem mengangkat tampah dan berjalan masuk ke dalam rumah. Baru sampai pintu, dia berhenti karena mendengar suara sepeda motor memasuki halaman rumah. Hadi, pengendara motor itu melambaikan tangan ke arahnya.

"Halo, saya dateng lagi," Hadi berseru. la mematikan mesin motornya, memarkir di tengah halaman, lalu menghampiri Mbok Yem.
"Lho, kok dateng-dateng lagi? Ada urusan penting lagi ya Dik Hadi," kata Mbok Yem.

Hadi mengambil surat dari dalam map.
"Biasa. Surat panggilan. Ibu dan bapak harus menghadap hari ini juga. Anaknya kurang ajar di sekolahan," kata Hadi. Mbok Yem memberengut.
"Kurang ajar? Siapa yang kurang ajar? Jangan sembarangan ngatain Ndoro saya kurang ajar, nanti saya sampluk kowe, Di," kata MbokYem, bersungut-sungut.

"Pokoknya terserah. Saya nggak mau banyak bicara lagi," kata Hadi. Dia menaruh surat panggilan itu di atas sayur mayur, kemudian berbalik ke tempat motornya. Dia menghidupkan motornya lalu meninggalkan rumah Ali Topan.

Mbok Yem berjalan masuk ke dalam rumah. Dia menaruh sayur mayur di dapur. Ia mengambil surat panggilan itu dan diamat-amatinya dengan seksama. Kemudian ia berjalan ke ruang tengah. Surat panggilan itu ditaruhnya dia atas meja.

Nyonya Amir muncul dari kamamya.wajahnya pucat sekali. Dia sakit.
"Ada surat dari sekolahannya Den Bagus, Ndoro Putri," kata Mbok Yem. Dia mengambil surat dari atas meja, menyerahkannya pada Nyonya Amir.

Nyonya Amir membuka surat itu dan membacanya. Ekspresi wajahnya tak berubah. Dia melipat kembali surat itu dan memasukkannya ke dalam sampulnya.
"Aku sedang sakit. Tidak bisa datang," katanya. Surat itu diberikan lagi pada Mbok Yem.
"Katanya penting sekali, Ndoro Putri. Harus datang ke sekolahan Den Bagus," kata MbokYem.
"Aku sakit," kata Ny. Amir. Lalu dia berjalan ke kursi dan duduk di situ.

Termangu-mangu. Mbok Yem segera menyingkir dari hadapan Nyonya Amir. Di dalam hatinya dia menggerutu dan mencacimaki `ndoro putrinya'. Anak sendiri tidak diurusi, anak orang lain disayang seperti suami, demikian gerutuan Mbok Yem.

Tapi Nyonya Amir tetap berdiam diri, termangu-mangu, entah memikirkan hal apa. Mbok Yem tidak tahu. Yang dia tahu, berdasarkan pengalaman menerima surat dan pembicaraan dengan Hadi, Den Bagus Ali Topan-nya sedang dilanda kesusahan di sekolah. la sayang betul pada Ali Topan tapi ia tak bisa apa-apa. la cuma babu. Babu tua. Dengan pikiran `tak habis pikir', Mbok Yem masuk ke dapur dan meneruskan kerjanya.

Nyonya Surya sedang mencuci tangan di dapur rumahnya. la telah selesai `merawat' bonsai, pohon-pohon kerdil kesayangannya. Boy bersiul-siul lagi tak jelas di kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Boy memang `penggemar' kamar mandi. Dan penghuni rumah sudah maklum dengan `kegemarannya' yang khas itu.
"Boy! Boy!" Ny. Surya berteriak.
Boy tetap bersiul-siul di kamar mandi. Dia kurang mendengarkan teriakan Nyonya Surya.
Nyonya Surya berteriak-teriak lagi, memanggil namanya.
"Yak! Sebentar!" Boy menyahut dari kamar mandi. Tak lama kemudian, Boy ke luar dari kamar mandi. Wajahnya tampak berseri-seri, tapi jalannya agak loyo. la ke dapur menjumpai Nyonya Surya.
"Boy, sebentar lagi tolong antarkan aku ke salon ya. Aku mau krimbat," kata Nyonya Surya.
"Bolehlah. Tapi tak lama kan?" tanya Boy, "aku kan harus menjemput Anna," tambahnya.
"Ah, ah, kau penuh perhatian pada Anna. Aku senang sekali."
Boy menyeringai. la mengusap-usap wajahnya. Bel berdering.
"Siapa lagi, pagi-pagi begini sudah mertamu," kata Nyonya Surya, "tolong lihat, Boy. Kalau Nyonya Winata, bilang aku sudah pergi," tambahnya.
Boy bergegas ke ruang depan. la melihat Hadi berdiri di depan pintu.
"Bung siapa?Ada urusan apa ke sini?" tanya Boy, tanpa membuka pintu. Hadi berdiri dan memandangnya dengan aneh. Sok bener, gumam Hadi. Boy akhimya membuka pintu.
"Di sini rumah Anna Karenina?" Tanya Hadi. "Iya, betul, ada apa?"
Hadi menyodorkan surat panggilan”Apa ini?" tanya Boy.
"Bung baca saja sendiri," kata Hadi. Kemudian dia pamit dan berjalan pergi meninggalkan rumah itu. Boy membalik-balik surat itu, lalu bergegas ke dapur, menemui Nyonya Surya.
"Siapa Boy?". tanya Ny. Surya.
"Dari sekolah si Anna," kata Boy sambil menyerahkan surat. Nyonya Surya terbelalak. "Dari sekolah si Anna? Ada apa sih?" tanyanya. Segera dibukanya surat itu. Dan dibukanya.
"Waduh Boy, Boy, Boy! Kita cepat-cepat ke sekolah si Anna. Ini surat panggilan penting. Waduh, ada apa ya? Udah, cepat sana siap-siap, aku nggak jadi ke salon," kata Ny. Surya. la segera lari, terbirit-birit, ke kamarnya.
Tak berapa lama Boy dan Nyonya Surya naik mobil menuju SMA Bulungan I. Di perjalanan, mereka saling bertanya jawab, menduga-duga. Mengenai maksud dan iujuan surat panggilan itu.

SUmber: kompas.com

Tidak ada komentar: