Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (69)


LIMA BELAS

Munir, pemilik kios koran dan majalah di samping toko sepatu Bata Blok M, sedang repot membenahi dagangannya ketika Ali Topan datang. Ali Topan langsung menyomot Kompas.
"Nir, ada berita rumah digusur atau tukang becak ditangkepin?" kata Ali Topan.
"Di Kompas ada, tapi yang lebih seru di Ibu Kota, Nenek-nenek diperkosa kira-kira juga ada di situ," kata Munir. la memberikan Ibu Kota pada Ali Topan.
"Makasih!" sahut Ali Topan, kemudian ia duduk di bangku milik Munir.
la membaca.
Munir meneruskan kerjanya, mengatur koran-koran dan majalah.
Seorang petugas keamanan Blok M datang ke kios itu dan berdiri di dekat Munir. la menyomot beberapa majalah.
"Minjam dulu ah, buat bacaan di kantor," katanya. Munir tak menjawab. Mulutnya separuh ternganga. Ali Topan melirik ke arah petugas keamanan itu. Kebetulan si petugas memandangnya.
"Ada apa liat-liat?" kata si petugas.
Ali Topan kaget. Dalam hatinya ia berkata, galak amat petugas itu.
"Situ kenapa liat-liat saya?" kata Ali Topan.
Si petugas melengak. Ia melotot. "Mau saya gampar kamu?" katanya.
"Lho, ada kasus apa?" kata Ali Topan sembari memajang senyuman bertendens. Si petugas tak menjawab. Tapi matanya makin melotot.
"Jangan melotot begitu dong, nanti saya takut," kata Ali Topan. Munir dan beberapa penjual mainan anak-anak tersenyum mendengar omongan Ali Topan. Mereka senang melihat petugas keamanan yang sok itu dipermainkan oleh Ali Topan.
"Mau gua gampar? Banyak bacot kau!" kata si petugas. la bergerak mendekati Ali Topan, tangannya diangkat untuk menggampar Ali Topan. Langsung saja Ali Topan berdiri.
"Kalau mau dipecat sama bapak saya, coba gampar!" kata Ali Topan. la berkacak pinggang. Gagah sekali. Petugas keamanan keder juga melihat gaya Ali Topan, lagi pula ia berpikir siapa gerangan bapak si anak muda ini.
"Bapak kamu siapa?" tanyanya, melembut. "Bapak saya orang!"
Munir dan teman-temannya tertawa. Petugas keamanan melihat ke arah mereka. Wajahnya merah padam menahan amarah. Tapi ia tak berani bertindak sembarangan.
"Bapak kamu jendral ya?" nanya si petugas, meyakinkan dirinya sendiri.
"Punya KTP apa enggak, berani berani nanya bapak saya? Nanti saya sebut nama bapak saya, situ kaget lagi. Udah pergi sana saya tak ada tempo melayani situ," kata Ali Topan. Lantas ia duduk kembali, dan melanjutkan bacaannya. Petugas keamanan ragu sejenak, tapi kemudian ia memutuskan untuk menuruti perasaan kedernya.

Sambil menyandang perasaan malu, ia ngeloyor pergi. "Gila lu, Pan! Untung dia ngeri, kalau dia kalap kan repot lu," kata Munir.
"Wash, boss kita ini hebat kali. Gertakannya mantap kali. Hebaaat," kata seorang penjual mainan.Ali Topan cuma tersenyum.
"Gerakan begitu ada elmunya tuh, bukan sembarang gertakan," kata Ali Topan sembari tersenyum lebar. "Elmu apa, Boss?" kata penjual mainan anak-anak. "Wah, itu nggak boleh sembarangan dikasih tahu," kata Ali Topan. Ia menaruh Kompas dan Ibu Kota, lalu ngeloyor pergi.
"Makasih, Nir," katanya. "Sama sama," kata Munir.
Ali Topan berhenti sebentar di toko Bata, melihat lihat. Lalu berjalan lagi ke arah Pasar Melawai bagian belakang. Melewati lorong-lorong kecil bagian toko-toko tekstil, ia bersiul-siul lagu sembarangan. Sapaan halo dari para pegawai toko-toko tekstil dijawabnya dengan halo juga. Di ujung lorong ada seorang gadis memanggil namanya.
"Hai, Maya, ngapain?" sahut Ali Topan sambil menghampiri Maya yang tersenyum manis.
"Disuruh mama beli kain kelambu," kata Maya.
"Lho, kok masih pakai kelambu? Kan ada Raid?"
"Mama alergi kalau bau obat-obatan semprot, jadi pakai kelambu. Kamu dari mana? Kangen deh," kata Maya.
"Kalau kangen, beliin rokok dong," kata Ali Topan. Penjual tekstil yang mendengar omongan itu, kertawa he he he. Maya yang sudah hafal kebiasaan Ali Topan mengangguk pertanda paham.
"Tunggu sebentar ya, saya selesaikan transaksi dulu," kata Maya. Ia pun membayar harga kain kelambu yang telah dibelinya.

Tak lama kemudian, kedua teman itu berjalan menuju kios rokok yang terletak di samping bioskop Kebayoran. Maya membelikan sebungkus Dji Sam Soe dan Ali Topan menyatakan terima kasih sepenuh hatinya.
"Ke mana kita? Ada cerita apa di sekolah? Bagaimana kabar cewek gua? Apakah Ibu Dewi sudah meninggal dunia? Dan Pak Brotpang apa sehat-sehat atau masih pilek?" pertanyaan Ali Topan beruntun menyambar kuping Maya.

Maya tertawa renyah. la senang betul pada Ali Topan. Segalanya deh. Stel habis senangnya pada Ali Topan. Memang, Maya diam-diam memendam perasaan naksir pada temannya yang keren dan badung itu. Tapi taksirannya cuma mampu dipendam di dasar laut nuraninya, sebab ia maklum bahwa Ali Topan tak ada minat padanya dalam soal cinta menyinta.

Cukup kasihan sebenamya kalau ada gadis sedikit manis seperti Maya, yang punya cita-cita memeluk gunung padahal menyusuri bukitnya pun sudah ngeri dia, ngeri kalau ditolak. Dan, tidak mengherankan tidak pula disesalkan kalau Maya memendam sedikit birahi pada anak manusia yang kerennya stel habis model Ali Topan, sebab, bidadaripun, umpama kata, jika melihat cucu Adam yang tampangnya orisinil seperti Ali Topan, runtuhlah imannya dan bisa kejadian ia minta pensiun sebagai bidadari.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: