Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (81)


SEMBILAN BELAS

Depok adalah sebuah kota kecil yang terletak di antara Jakarta dan Bogor. Kota ini terkenal dengan "Belanda" Depoknya, yakni satu macam masyarakat pribumi yang "di-belanda-kan" oleh orang-orang Belanda pada zaman penjajahan dulu.

Menurut ceritanya, beberapa keluarga pribumi Depok diberi nama famili Belanda, diajar berbicara Belanda dan apapun yang berbau penjajah gila tersebut.

Setelah Indonesia merdeka dan Belanda pergi dari Depok, kelompok masyarakat binaan penjajah itu berkembang tanpa majikan. Kultur yang ke-belanda-belanda-an terbentur lagi pada kultur pribumi asli.

Tapi sampai sekarang, sisa-sisa budaya "binaan" itu masih membekas pada kelompok masyarakat Depok. Maka, orang luar Depok akan heran, kalau menjumpai orang Depok yang kerjanya jadi tukang gali sumur, kulit tubuhnya putih karena panu yang merata di sekujur tubuhnya, bisa bicara Belanda.

Rudy dan Riem De Wolf dari grup The Blue Diamond yang beken itu, juga kelahiran Depok. Ika dan suaminya menempati sebuah rumah kecil di dekat rumah kelahiran Rudy dan Riem.

Rumah mereka kecil tapi asyik, merupakan hadiah perkawinan dari ayah Iqbal. Ika yang mendesak untuk tinggal di Depok, karena merasa tidak betah hidup di Jakarta, berdekatan dengan orangtua yang membencinya.

Iqbal punya beberapa truk yang disewakan, di samping itu, ia menjadi leveransir pasir untuk proyek-proyek pembangunan di Jakarta. Istrinya membuka usaha es mambo. Jadi, dalam soal materi mereka cukup, namun mereka masih merasa belum tentram benar. Setiap saat mereka menunggu agar Tuan dan Nyonya Surya mau mengakui Saibun sebagai cucu. Saibun adalah anak lelaki mereka yang sudah berumur satu setengah tahun.

"Aku khawatir, Papa dan Mama menuduh kita mendalangi pelarian Anna dan pacarnya itu. Kita makin dibenci saja nantinya," kata Ika pada suaminya. Mereka duduk di ruang kerja lqbal di bagian depan rumah. Ali Topan dan Anna sudah dua hari di rumah mereka.
"Kamu merasa mendalangi apa tidak?" tanya Igbal.
"Tidak. "
"Ya sudah. "
Ika memandang suaminya. Matanya memang memancarkan kekhawatiran yang besar. la khawatir, kasusnya akan terulang pada adiknya. Ia takut Anna hamil, seperti peristiwanya sendiri. Sebagai kakak ia ingin Anna pada saatnya menikah dengan cara baik-baik.
"Kenapa bengong?" tanya suaminya.
"Kuatir."
"Anna bunting?" Ika mengangguk.
"Nggak usah kuatir. Mereka anak baik. Nggak seperti kita," kata suaminya, sambil tersenyum.

Ika pun tersenyum.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: