Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (63)


EMPAT BELAS

Esoknya,sekitar pukul 10.00 Waktu Indonesia Barat, Hadi datang ke rumah Ali Topan, membawa sepucuk surat keputusan Direktur SMA Bulungan I, mengenai skorsing. Selama satu bulan penuh, ia tidak diizinkan mengikuti pelajaran sekolah.

Yang menerima surat itu Nyonya Amir. Ali Topan sedang berada di kamarnya.Nyonya Amir membaca surat keputusan itu, kemudian pergi ke kamar Ali Topan. la masuk ke kamar anaknya dan mendapati Ali Topan sedang tidur-tiduran.

Nyonya Amir duduk di samping Ali Topan.
"Kamu tidak sekolah hari ini?" tanya Nyonya Amir.
"Males," jawab Ali Topan.
"Kenapa males?"
"Kemarin ribut di sekolah."
"Kenapa ribut?"
"Biasa. "
"Biasa apa?"
"Soal cewek."
"Lho, sudah punya cewek? Kok mama nggak di kasih tahu?"

Ali Topan tak menjawab. la merasa aneh. Mamanya kok lain sekali hari ini? Kok menaruh perhatian banget? la menelentang, memandang ibunya. Ibunya tampak tersenyum. Tapi wajahnya pucat sekali.
"Ada apa?" tanya Ny. Amir.
"Mama tumben nanya-nanya. Udah insap ya?" kata Ali Topan.

Mamanya terperanjat. Wajahnya yang pucat makin pucat. Tapi senyumnya masih diusahakan keluar, untuk mengurangi rasa kagetnya.
"Kepala Sekolahmu mengirim ini," kata Nyonya Amir. la menunjukkan surat pada anaknya.
"Apa itu? Surat skorsingya? Atau Ali dipecat dari sekolah?" tanyaAli Topan.
"Baca saja sendiri," kata Nyonya Amir. la memberikan surat itu pada anaknya. Ali Topan membaca surat itu. Ekspresi wajahnya tidak berubah. Tenang-tenagg saja tampaknya.
"Kamu nakal betul ya di sekolah, kok sampai di skors begitu lama. Jangan nakal dong Ali."
"Ha ha ha. Jaman sekarang memang jamannya orang nakal, Mama. Kalau nggak ada orang nakal, nggak rame dunia," kata Ali Topan.

Nyonya Amir tertegun. Darahnya tersirap. Kata-kata anaknya terasa sebagai ratusan jarum yang menancap di ulu hatinya. Dipandangnya wajah anaknya, tapi terbayang wajah lelaki tanggung yang bukan anaknya. Semakin ia memandang Ali Topan, semakin terbayang wajah anak-anak muda yang menjadi "gigolo"nya. Kepalanya terasa pening mendadak. Pandangan matanya berkunang-kunang.
"Apa kamu bilang?" bisiknya. Ali Topan memandangnya. Sepasang mata seakan-akan layu. Sinar matanya suram, mengandung kecewa.
"Maaf, Mama, Ali nggak suka keadaan di rumah ini. Ali nggak mengerti kemauan mama dan papa. Terus terang Ali kecewa," kata Ali Topan.

Nyonya Amir tertegun. Peningnya menjadi-jadi. Sebetulnya rasa pening itu hampir tak bisa ditahannya, tapi keakuannya sebagai seorang ibu tidak bisa menerima ucapan anaknya, sekalipun ucapan itu mengandung kebenaran.
"Kamu memang tidak akan pernah bisa mengerti!" gumamnya. Lalu ia bangkit, dan segera berjalan ke luar. Pintu kamar Ali Topan dibantingnya. Surat hukuman dari sekolah melayang jatuh kelantai.

Sesaat Ali Topan memandang daun pintu yang dibanting dan surat hukuman yang terletak dilantai. Lalu iapun bangkit, dari tempat tidurnya. Matanya terasa panas.

Sekuat tenaga ia tahan airmata yang hendak ke luar, namun sia-sia. lapun menunduk. Butir-butir airmata jatuh ke lantai. la menangis, terisak-isak. Dadanya terasa sesak, hatinya terasa hampa. Ia ingin sekali berteriak sekuat-kuatnya. la ingin meledakkan seluruh perasaan yang terpendam lama, rasa kecewa berasal dari rasa kehilangan sesuatu, yaitu perhatian ibunya.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: