Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (77)


DELAPAN BELAS

Sejak peristiwa makdikipa di depan rumah Panbers, Anna Karenina berstatus orang tahanan di rumahnya sendiri. Ke mana-mana dikuntit terus.

Perkara dimarahi, cuma caci maki dalam bahasa Arab saja yang belum diterimanya. Bahasa Belanda, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa daerah, sudah. Larangan ke luar rumah berlaku 24 jam, kecuali pergi dengan ibunya dan Boy. Lebih sial lagi, diam-diam ayahnya menghubungi Tekab, polisi Team Khusus Anti Bandit, untuk keamanan dan ketertiban Anna.

Sudah jelasAnna kesal dan bosen memperoleh perlakuan kurang ajar itu. Tapi ia masih belum bisa bergerak. Pesawat telepon pun tidak boleh disentuhnya. Komunikasi diblokir sama sekali. la ingin minggat. Itu keputusan hatinya. Keinginan itupun datanglah pada suatu malam. Ayah dan ibunya sedang menemui tetamu di ruang depan. Boy sedang disuruh beli rokok dan "seafood' untuk menjamu tetamu. Para pelayan sedang repot di dapur.

Anna bersiap-siap. Untuk men-check situasi, ia pura-pura pergi ke dapur. "Beliin kue pukis, Dah!" kata Anna pada Saodah, pelayan khususnya. Diberikannya uang Rp500 pada Saodah. "Cepetan ya," Anna lagi. Meyakinkan.
"Iya, Non," sahut Saodah.

Begitu Saodah pergi, Anna Karenina segera beraksi. la masuk ke kamar mandi, dan mengunci pintunya dari dalam. Dari balik tumpukan pakaian kotor di kamar mandi, diambilnya tas plastik berisi celana jeans dan tiga buah kaos oblong.

Kamar mandi itu berjendela kaca yang cuma digerendel saja. Di luarnya, terdapat taman bunga anggrek milik Nyonya Surya, di samping kiri rumah.

Anna membuka gerendel jendela dengan hati-hati. Kemudian, ia lolos dari jendela itu. Tidak seorangpun tahu.Sampai di luar, ia memasang kupingnya. Terdengar tawa ria para tamu dan orangtuanya dari kamar tamu, dan dengan dentingan cangkir-cangkir dari arah dapur.

Setelah melongok-longok ke kanan kiri, Anna berlari, mengendap-endap di antara pohon-pohon anggrek. Untuk mencapai jalan raya, ia harus melewati pintu bambu. Dari pintu itu, ia masih harus melewati halaman depan rumahnya yang terbuka. Jika ayah atau ibunya melihat ke arah halaman, sudah pasti ia ketahuan. Anna tak mau gegabah. Ia mengatur langkah selanjutnya, sambil tetap merunduk di antara pohon-pohon anggrek.

Saat repot mencari akal, mobil Mercy masuk ke halaman. Anna kaget. Dan nyalinya menciut. Jika Boy sampai tahu, gagallah rencananya.

Bor memarkir Mercedes di depan pintu, hingga agak menutupi pandangan dari dalam ke luar. Anna mendengar pintu mobil di tutup dan langkah kaki Boy menuju rumah. Dengan menguatkan hati, ia bergerak cebat ke pintu bambu. Dibukanya pintu itu perlahan-lahan. Kemudian melongok ke luar. Hatinya lega tatkala melihat situasi membantu rencananya. Mobil Mercedes menghalangi pandangan langsung ayah dan ibunya. la bisa berjalan jongkok, atau merangkak, jika Tuhan mengizinkan, dalam beberapa detik ia sudah bisa mencapai jalan raya. Setelah itu, urusan bisa lebih sip.Anna mengatur nafasnya.

Disebutnya nama Tuhan. Lalu ia beraksi. Digigitnya tas plastik berisi pakaian dan dompet uangnya, kemudian ia merangkak cepat. Jarak yang Cuma beberapa meter saja terasa panjang baginya. Hampir-hampir ia tersungkur karena kepalanya terasa pening tiba-tiba.

Maklum, ia belum pernah merangkak lagi semenjak bayi dulu. Matanya berkunang-kunang, tapi ditahannya sekuat tenaga. Jika kali ini gagal, tak ada kesempatan lagi, demikian kata hatinya. Semangatnya untuk bebas tergugah lagi, bernyala-nyala. Diteruskannya merangkak. Terus. Terus. Terus. Akhirnya'sampai juga.

Anna terengah-engah di depan pintu halaman rumahnya. Kaki dan tangannya terasa pegal. Telapak tangannya perih. Tapi hatinya tetap kuat.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: