Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (57)


TIGA BELAS

PAGI hari di rumah Anna.Oom Boy baru datang dari mengantar Anna ke sekolah. la masuk ke ruang tengah, memperhatikan Nyonya Surya yang sedang merawat pohon pohon kerdil. Tuan Surya membaca Kompas di kursi rotan di dekat istrinya.

Keduanya asyik dengan kesibukan masing masing. Oom Boy menyiulkan lagu Bujangan Koes Plus dengan gaya norak. Dia membayangkan dirinya seperti Murry penyanyi di layar Televisi Republik Indonesia alias TVRI. Tuan Surya tak memberi reaksi apa apa, tapi nyonya Surya tersenyum kecil dan menegur Boy, “Gembira betul kau hari ini, Boy?"
"Biar awet muda," sahut Boy.
"Kau sudah merasa tua? Berapa sih umurmu yang sebetulnya?" tanya Nyonya Surya sambil terus mengatur pohon pohon kerdilnya.
"Jalan tiga puluh dual" kata Boy.
"Ah. Hampir telat dong. Cepat ah cari istri. Kau kan keren, kenapa sih tak mau cari pacar? Nanti aku yang melamarkan sebagai ganti orang tua lu," kata Nyonya. Surya.

Tuan Surya menurunkan korannya, melihat ke arah Boy dan istrinya. Dia tersenyum kecil dan berkata, "Tampang keren kalau gak ada duit juga percuma, Boy. Anak gadis sekarang mana mau punya suami sopir."
Boy cuma meringis saja. Dia memahami kenapa Tuan Surya bicara begitu. Tuan Surya sudah berkali-kali menyuruhnya bekerja, tapi Boy sendiri masih belum mau. la lebih suka menjadi sopir. Terus terang, ia ingin selalu dekat Anna Karenina. la diam diam menaruh hati pada Anna. Tuan dan Nyonya Surya tidak tahu hal itu.

Boy punya sifat cemburu. Ia merasa buta kalau Anna tidak berada di dekatnya. Cuma ia sendiri dan Tuhan Allah Subhannahu Wa Taala yang paham perasaan cinta yang terpendam di hati Boy.
"Dia belum ada pekerjaan yang cocok, Pap. Biar saja. Nanti kan ada waktunya dia punya pekerjaan yang hebat. Jadi pengusaha muda ya Boy?" Kata Nyonya. Surya.
"Pengusaha muda dalam bidang jual beli angin?" kata Tuan Surya. Ia terkekeh-kekeh, menaruh Kompas yang dibacanya, kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Nyonya Surya menoleh ke arah Boy. "Biar saja dia berkata begitu, Boy. Jangan dimasukkan ke hati," katanya. Nyonya Surya memang lebih suka Boy menyopiri dan merawat mobilnya. Boy tersenyum padanya. Kemudian ia berjalan ke kamamya.
Tuan Surya berdandan di kamarnya. Ia termasuk pecandu kerja. Ia selalu gerah melihat Boy tidak mau bekerja, padahal sudah berkali-kali ia menawarkan kesempatan bekerja pada pemuda itu. la akhirnya punya kesimpulan bahwa pemuda semacam Boy adalah pemuda yang tidak jelas tujuan hidupnya. Orangnya gampang putus asa, maunya berfantasi saja. Dia sering mengatakan bahwa fantasi itu memang perlu untuk manusia pekerja yang mendambakan sukses besar. Tapi Boy cuma fantasi-fantasian saja. Kuliah gagal, bekerja ogah. Tuan Surya tak habis pikir.

Berhubung Boy itu anak sahabat karibnya, ia enggan mengusir pemuda itu. Lagipula istrinya selalu membela Boy.

Mobil Volvo hijau-apel, mobil kantor Tuan Surya sudah siap di garasi. Sopir Mat Hasan asal Cirebon sudah duduk di belakang setir. Majikannya punya kebiasaan unik, tidak mau dibukakan pintu atau dibawakan tas.

Tuan Surya selesai berdandan. la keluar dengan menenteng tas Samsonite warna hitam pekat. la menghampiri istrinya.
"Mam, aku berangkat," katanya. Dikecupnya jidat istrinya. Nyonya Surya mengecup dagu Tuan Surya. "Nggak usah mampir di stimbat ya?" kata Nyonya Surya. Suaminya cuma terkekeh-kekeh kecil.

Tuan Surya naik mobil lalu berangkat ke kantornya.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: