Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (62)


Dengan kesal Anna menuruti "kebijaksanaan" itu. la pamit pada Pak Broto. Pak Broto mengelus rambut muridnya, lalu mengantar ke luar ruang. Boy, mengikuti Anna dari belakang. Nyonya Surya juga pamit. Ia berjalan mengikuti Boy dan Anna.
Pak Broto memperhatikan mereka, kemudian masuk ke dalam kantornya.

"Hadiiiii!," serunya. Hadi datang segera. "Ada apa, Pak?"
Pak Broto melotot.
"Pakai tanya lagi. Mana es teh buatku? Dan Dji Sam Soe sebungkus, bon dulu di kantin. Cepat kau! Kepalaku pening melihat muka kau yang macam beruk itu!" hardik Pak Broto. la melampiaskan kedongkolan pada Hadi.

"Siap, Pak!" kata Hadi. Lalu berjalan mundur ke pintu. Sampai di luar ia berlari sekencang-kencangnya ke kantin. "He, bibi! Mana es teh aku? Dan Dji Sam Soe sebungkus, ngebon dululah! Cepat kau antar ke kamar Bapak kita, Si Broto Panggabean, bah!" kata Hadi pada bibi kantin. Bibi kantin tertawa.

"Kalau di sini berani bilang Si Broto Panggabean. Kalau di depan orangnya... huh!, bisa dibikin beres kamu, Di," kata Bibi Kantin. Sambil tertawa-tawa, segera membuat es teh manis. Setelah selesai, ia berikan es teh dan sebungkus Dji Sam Soe pada Hadi. "Salam buat Pak Broto," kata bibi kantin.
"Salam pakai cium?"
"Hus!" Bibi kantin melotot. Hadi terbahak-bahak sambil pergi membawa es teh dan Dji Sam Soe.

Begitu Hadi sampai dan menaruh gelas es teh manis, langsung Pak Broto menyambar minuman itu dan menenggak seperti orang menenggak tuak. Segelas es teh manis amblas dengan sekejap mata. Lalu membuka bungkus Dji Sam Soe dengan gigi taringnya.
Hadi segera mengundurkan diri. Pintu kantor Pak Broto ditutupnya dari luar. Hadi tahu, pada saat seperti itu, Pak Broto tidak boleh diganggu gugat.

Pak Broto mengambil sebatang Dji Sam Soe, mengeluarkan tembakau separuh. Kemudian ia mengambil bungkusan ganja dari laci mejanya. Ganja itu dicampur dengan tembakau yang sudah dikeluarkannya, kemudian dimasukkan lagi ke dalam rokok. Sisa tembakau dan ganja disimpannya di dalam amplop. Pak Broto sulit menghilangkan kebiasaan mengganja yang dilakukan sejak masih muda, di Medan dulu.

Sebuah pesawat terbang kertas melayang di dalam kelas. Pesawat itu melayang-layang, lalu menukik, dan mendarat di kepala Maya. Lantas terdengar suara ketawa dari teman-temannya. KetawaAli Topan terdengar paling keras. la yang melayangkan pesawat terbang kertas itu.

Maya tidak marah. Ia tahu, Ali Topan sedang kesal. Anna Karenina sudah pulang bersama Ibunya dan Boy. Di depan pintu, tadi, Boy berdiri dengan gaya sok angker. Ali Topan melemparnya dengan sebutir permen Chiclets. Kena kepalanya. Ketika Anna mengambil tasnya, ia tak berkata apa-apa. Wajahnya merunduk.

Ridwan menghampiri Ali Topan. Ia berbisik-bisik. Ali Topan mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu Ridwan kembali ke tempat duduknya.

Ali Topan berdiri. la mengambil tas sekolahnya, lalu berjalan ke pintu. Teman-temannya memperhatikan. Di tengah pintu, sambil tetap menghadap ke luar, Ali Topan berseru: "He, kenyung-kenyung. Gua poskul duluan. Kalian belajar baek-baek, ye?!"
"Iyeeeee..," teman-temannya serempak menyahut.

Lantas Ali Topan berlalu. Langkahnya tenang, pandangannya lurus ke depan. la terus berjalan, melewati koridor, kantor guru-guru, pintu gerbang sekolah dan menyeberangi jalan.

la terus berjalan. Pelan tapi pasti. Menuju Jalan Panglima Polim Tiga, tempat tukang tambal ban motor dan mobil.
Motornya sudah siap ketika ia sampai. Bannya sudah ditambal, dan bodinya sudah dibersihkan oleh penambal ban.
"Ada berada lobang?" tanya Ali Topan.
"Dua lobang. Pakunya panjang sih," kata penambal ban.
"Brapa?".
"Dua lobang, duaratus deh."

Ali Topan membayar Rp 200, lalu mengambil sepeda motornya.
Tak lama kemudian, ia sudah nangkring di atas motornya. la tak ngebut. Motornya dijalankannya pelan-pelan.
la langsung pulang ke rumahnya.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: