Jumat, 19 Desember 2008

Ali Topan Anak Jalanan (79)


Annapun tersenyum. Rasanya, keindahan pertemuan mereka mampu mengusap dan mendinginkan rasa marah yang bagaimanapun besarnya.
Di luar hawa dingin. Ali Topan mencopot jaketnya, dikenakannya pada Anna.
"Kamu aja yang pakai. Dingin," kata Anna.
"Biarin. Kamu aja yang pakai." Ali Topan memaksa. Akhirnya Anna mau juga.
"Ke mana kita?"
"Ke rumah Mbak Ika, di Depok:'
Ali Topan menghidupkan motornya. membonceng di belakangnya.
"Pegangan baik-baik, An."

Anna menurut. Dirapatkannya badannya ke punggung Ali Topan dan dipeluknya tubuh gacoannya dengan erat dan kuat. Lantas sepasang remaja yang sedang dibadai cinta itu, berlalu, menyatu dengan malam, menuju Depok yang terletak di luar kota.

Di rumah Anna sedang ada acara makan malam. Pak Surya dan istrinya ramah sekali menjamu tetamunya. Di mata para relasi, keluarga Surya memang dikenal ramah-tamah dan baik budi bahasanya.
"Mana anakmu, Sur?" tanya Pak Karno, tetamunya. "Dia sedang ngadat, mengeram di kamarnya," kata Pak Surya.
"Lho, kenapa ngadat? Suruh keluar dong. "
"Tidak mau dia. Biarlah."

Pak Karno memanggil Saodah yang mengantarkan tusukan gigi.
"He, bik, panggilkan nonamu. Bilang, mau dikasih duit sama Pak Karno, gitu," kata Pak Karno. Bik Saodah melihat ke arah majikannya, menunggu persetujuan.
"Tak usah, tak usah bilang mau dikasih duit. Bilang saja, Pak Kamo ingin ketemu. Sana, cepat," kata Pak Surya.
Saodah pun pergilah ke kamar nonanya. la memutar pegangan pintu. Terkunci.
la mengetuk lebih keras dan memanggil lebih gencar, tetap tak ada jawaban.
Akhirnya ia kembali lagi ke ruang makan, melaporkan hasil kerjanya yang sia-sia.
"Saya nggak dijawab, Tuan."
"Lho, kenapa ngga dijawab?"
"Saya kurang paham. Barangkali Neng Anna sudah tidur. Tadi saya disuruh beli kue pukis, tapi sewaktu saya antarkan, pintu kamarnya dikunci”
"Lho, kok bisa begitu?" tanya Pak Surya.
"Apa makan pil tidur? Atau narkotik?" tanya Pak Karno. Orang ini memang sedikit bego. Profesinya pelukis ekspresif, jadi kalau ngoceh juga ekspresif betul.
"Hus!" istrinya yang pendiam, meng-hus-nya. Pak Karno tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku cuma berkelakar saja," katanya. Tapi kelakarnya kali ini tak masuk di otak Pak Surya yang sedang diganggu oleh pikiran curiga.
"Coba aku lihat dia!" kata Pak Surya, lantas segera bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kamar Anna. "Anna! An! Annaaaa! Buka pintuu!" seru Pak Surya.

Berulang-ulang ia memanggil nama anaknya, berkali-kali ia menggedor pintu kamar itu, tapi bunyi kentutpun tak terdengar dari dalam.Akhirnya beliau penasaran seperti Oma Irama. Dan bermaksud membongkar pintu.

"Bongkar saja pintunya, Pap!" seru istrinya, memberi semangat. Sang istri merasa malu pada tetamunya, karena anaknya bandel, tak mau mendengar panggilan orangtua.

Ditonton oleh tetamunya, Pak Surya memasang kuda-kuda. Tangan kanannya diangkat ke atas, tangan kirinya ditekuk ke bawah puser. Kaki kanannya ditekuk sedikit ke belakang seperti gaya Iswadi menendang bola, sedang kaki kirinya diajukan ke depan seperti gaya tukang nandak di Pasar Senen. Setelah mengempos nafas sesaat, diterjanglah pintu kamar Anna. Gubragh! Jebollah pintu yang terbuat dari tripleks itu. Pak Surya kehilangan keseimbangan dirinya, ngusruk ke dalam.kosong!

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: