Sabtu, 08 November 2008

Ali Topan Anak Jalanan (34)


Ali Topan cs berada di rumah Gevaert. Mereka sibuk menyerpis motor masing-masing. Gevaert mengerti seluk-beluk mesin motor, lagipula fasilitas berupa oli dan bensin selalu tersedia di rumahnya. Mereka menyerpis motor di garasi. Di teras, ada segerombolan mahasiswi Universitas Panca Sakti sedang repot "belajar". Rasanya mereka tidak bisa belajar sungguh-sungguh, karena Tina dan teman-temannya sering mengikik dan berbisik-bisik mengenai Ali Topan.

"Itu teman Mpok lu ada yang bisa dibawa, Vaert? Kalau ada kita bawa aja ke kamar," kata Bobby, "Soalnye gua lagi patah hati nih, maklum aja mack," tambahnya. la melirik Ali Topan yang sibuk mengisi oli mesin.
"Yang nganggur sih banyak, Bob, cuman taripnya mahal, mack. No pek ceng!" kata Gevaert. Ucapannya membuat Ali Topan, Bobby dan Dudung tertawa terbahak-bahak. Suara tawa itu terdengar sampai di telinga kawanan mahasiswi di teras. Mereka semua menengok ke garasi.
"Jadi lu nyerah sama Topan, Bob? Menang dong gua, Vaert. Sebungkus Dji Sam Soe lu bayar ke gua, Vaert," kata Dudung.
"Nyerah sih kagak, Dung. Kita mengalah sama teman, iya kagak Pan?" kata Bobby.
"Oh, iya. Itu omongan paling bagus yang pemah gua dengar dari mulut lu, man! Kalah adalah kalah," kata Ali Topan. Dia mengerjapkan mata ke arah Dudung. Dudung datang menyalaminya, diikuti Gevaert.

"Selamat ye? Kalau kawin undang-undang kita ah," kata Gevaert. Ali Topan tersenyum. Stel yakin.
"Lu, nggak nyalamin gua, Bob?" kata Ali Topan, Jadi resmi gitu, biar dada gua lapang betul buat nyatronin si Anna," tambahnya. Dengan senyum kecut Bobby menyalami tangan Ali Topan.
"Ngomong-ngomong, gua besok mau mudik, mack," kata Dudung dengan gaya Sunda tulen. la membungkuk pada teman-temannya.
"Asal bawa oleh-oleh, gua doain lu," kata Gevaert.
"Sip. Kita foya-foya deh nanti," kata Dudung, "tapi soal kalah taruhan tetap berlaku, Vaert," tambahnya. "Jangan kuatir!"
Gevaert merogoh sakunya, mengambil uang Rp200 yang diberikannya pada Dudung. "Impas, ye?" katanya.
"Sip”
Dudung mencium uang itu, lalu memasukkannya ke dalam saku jaketnya.
Dari teras, Tina berteriak ke arah mereka. "Haaaiiii! Minumnya di siniiiiii!"
"Okeee!," teriak Ali Topan. Dia membereskan kerjanya, lalu mencuci tangan dengan bensin.
"Kita ke sana dulu, ye," kata Bobby.
"Lu pilih kelir deh sono," kata Ali Topan. Dia mengakak sekeras-kerasnya. Tiga temannya menyambung dengan ketawa yang tak kalah nyaringnya. Para mahasiswi di teras tidak tahu bahwa ketawa itu cuma ketawa bikinan saja.

Selesai membersihkan tangan, Ali Topan menyusul ke teras. la disambut senyum manis dari para mahasiswi. "Eh, Dita, Mira, Sandra, ini dia orangnya, katanya mau kenalan ... ," kata Tina. Dia berpaling ke Ali Topan dan berkata: "Mereka pingin kenalan sama kamu, Pan!"
"Boleh saja, asal ada duitnya," kata Ali Topan sambil menyalami para mahasiswi itu satu per satu.
"Berapa duit?" kata Dita.
"Tergantung jamnya, dan diperhitungkan sewa kamar," kata Gevaert menyela.
"Ih! Omongan adik lu sadis, Tina! Tabok dia Tin!" kata bobby.
Tina menghampiri Gevaert, pura-pura mau memukul kepala adiknya, Gevaert pasang kuda-kuda.
"Eit, kalau lu nabok gua, gua suruh Dudung nyipok lu ya," kata Gevaert. Tina langsung mundur. Mereka tertawa semua.

Begitulah anak-anak SMA bercanda gembira dengan para mahasiswi. Perbedaan umur tidak menghambat mereka.
Suasana tetap meriah sampai mereka pulang ke rumah masing-masing. Ali Topan agak terhibur juga oleh suasana itu. Tapi setelah pulang dari rumah Gevaert, ketika dia seorang diri mengendarai motornya, dia merasa muram lagi. Wajah Anna Karenina dan ucapannya yang dingin membuatnya gelisah.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: