Sabtu, 08 November 2008

Ali Topan Anak Jalanan (41)


si surat cukup pendek, tapi sangat menggoncangkan tangan kirinya yang memegang surat itu.

"Lu ngapain sih, kayak orang mabok aja," gumam Bobby. Ali Topan tersadar. la cepat melipat kembali surat kertas hijau itu. Sebelum dimasukkannya ke dalam amplop, diciumnya surat itu dengan mesra.

"Lu kenapa, Pan?" gumam Bobby lagi. Disikutnya lengan Ali Topan. Ali Topan cuma menjawab dengan sebuah senyuman. la memasukkan surat itu ke dalam sakunya kembali.

Pak Hartanto mulai memberikan pelajaran. Murid-murid menyimak dengan baik, kecuali Ali Topan dan Anna Karenina. Kedua remaja itu merasa gerah di dalam kelas. Pikiran mereka tidak penuh berkonsentrasi ke Ilmu Kimia. Mereka sibuk dengan lamunan masing-masing.

Jam jam pelajaran berikutnya, mereka tetap tidak bisa berkonsentrasi secara penuh. Saat bel berdentang-dentang tanda usai sekolah, barulah hati keduanya merasa lega.

Anna Karenina keluar kelas lebih dulu. Dia berjalan cepat menuju mobilnya.

Oom Boy sudah siap di belakang stir. Tanpa banyak pernik lagi Oom Boy menghidupkan mesin mobil dan langsung menancap gas. Mercedes itu seakan-akan melonjak meninggalkan tempat parkirnya.

Ali Topan dikelilingi tiga sobatnya di tempat parkir motor. la baru saja memberitahu mereka tentang undangan dari Anna.

"Dia bilang sih nggak usah bawa kado, tapi mana enak kita datang nggak bawa kado? Gengsi kita, man! Gua pikir-pikir... gimana nih kalau kita patungan, seorang berapa kek, buat beli kado yang rada pantes," kata Ali Topan.
"Yeee, enak banget lu. Lu yang punya minat masa kita musti ikut repot?" kata Bobby, "kalau emang nggak ada duit, nggak usah gengsi-gengsian deh," tambahnya.

Ali Topan sudah mengira Bobby pasti bersikap demikian. Bobby manusia pelit dan paling pintar mencari alasan untuk menutupi sifatnya itu.

"Menurut lu gimana Vaert?" Tanya Ali Topan.
"Gua sih lagi bokek, mack. Jadi percuma gua kasih pendapat. Gua bilang oke, gua nggak bisa patungan. Gua bilang nggak oke, sulit juga, soalnya kita kan satu geng. Jadi gua abstain deh," kata Gevaert.
"Tapi menurut gua sih, Anna ogah dibawain kado, kalau kita bawain juga nanti dia tersinggung kan jadi repot," tambahnya.

Ali Topan tampak berpikir. Dia tidak menanyai Dudung sebab dia tahu Dudung pasti berkata oke, apapun yang dia ajukan. Dia tahu sifat Dudung, sifat anak desa yang polos. palagi Dudung baru pulang mudik, pasti duitnya banyak. Tapi Ali Topan tak ingin mengganggu Dudung. Dia berpikir, ada benarnya juga perkataan Bobby, kalau nggak punya duit nggak usah gengsi-gengsian!

"Oke deh! Kita jalan," kata Ali Topan, "nanti malam kumpul di rumah Gevaert jam tujuh ya?" tambahnya.Ketiga temannya berkata iya.

Mereka langsung pulang ke rumah masing-masing, tanpa banyak bicara. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka. Yang jelas, terasa ada suasana baru memasuki kehidupan persahabatan mereka. Selama ini mereka seakan menganggap bahwa dunia ini hanya berisi 4 manusia, tapi kini ada seorang gadis memasuki dunia mereka.

Masing-masing lalu menyadari situasi itu, situasi yang mulai berubah, tapi mereka tidak tahu apakah itu berubah baik atau buruk bagi persahabatan mereka berempat.

Mbok Yem sedang bercakap-cakap dengan Windy, kakak perempuan Ali Topan, ketika Ali Topan masuk ke dalam kamarnya.
"Hei!" seru Windy.
"Hei!" seru Ali Topan sambil melemparkan tas sekolah ke tempat tidurnya. Windy mendekatinya, lalu memeluk Ali Topan dan mencium pipi si adik.
"Apa kabar nih? Kangen gua, Pan. Mbok Yem bilang lu suka nglayab terus, jarang ada di rumah. Gimana sekolah lu? Beres? Terusin deh sekolah, jangan males. Sekolah itu penting buat masa depan. Kalau orang nggak sekolah itu bisa susah hidupnya. Lu nggak mau jadi tukang-minta kan?" kata Windy. Dia selalu begitu, artinya selalu banyak memberi nasihat kapan saja, di mana saja.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: