Jumat, 14 November 2008

Ali Topan Anak Jalanan (47)


SEBELAS

Ali Topan dengan rambut kusut, wajah muram dan blue-jeans lusuh berdiri di kios majalah yang terletak di samping toko sepatu Bata di Blok M. Munir, pemuda Medan, pemilik kios itu memperhatikan Ali Topan.
"Nggak sekolah kau, Pan?" tanya Munir dalam aksen Bataknya yang kental. Ali Topan memandang Munir, acuh tak acuh.
"Lu sendiri sekolah apa kagak? Sok pake nanya-nanya gua lagi," kata Ali Topan.
"Ah, pukimak kau lah," kata Munir mengeluarkan ' makian' gaya Medan.
"Kau yang pukimak, lah," kata Ali Topan. Munir menyeringai. Ia tidak marah karena sudah akrab betul dengan lagak Ali Topan.
"Kau habis begadang ya? Tampang kau kusut kali, ah," kata Munir.
"Lu ngoceh aje dari tadi, Nir. Makan pepaya tadi pagi?" kata Ali Topan.
"Kalau makan pepaya kenapa memangnya?"
"Kayak burung kutilang, kalau dikasih pepaya ngoceh terus sepanjang hari," kata Ali Topan. Munir tertawa. Seorang anak penjaja rokok dipanggil oleh Ali Topan. "Dji Sam Soe tiga batang, Bang," kata Ali Topan. la memberikan Rp 100 pada penjaja rokok.
Ali Topan memberikan sebatang Dji Sam Soe pada Munir, yang sebatang disulutnya, sisanya diselipkannya di tempat biasa.
"Kalau udah gua kasih rokok, boleh dong gua lihat-lihat majalah, Nir" kata Ali Topan.
"Biasanya kau main comot saja, nggak pakai kasih rokok. "
Ali Topan menjumput Newsweek, kemudian ia berjalan ke tangga dan duduk di situ. Tanpa menghiraukan orang lalu-lalang, Ali Topan membalik-balik majalah berbahasa Inggris itu.
Maya baru pulang dari sekolah dan mampir di kios Munir siang itu.
"Bang, Gadis yang baru sudah terbit?" tanya Maya. "Sudah," kata Munir. la mengambil Majalah Gadis dan membungkusnya, kemudian diberikan pada Maya.
“Apalagi?" tanya Munir.
Maya tak menjawab. la sedang mengamati Ali Topan yang sedang asyik membaca Newsweek. Pelan-pelan Maya mendekati Ali Topan.
"Heh!" Maya berseru sambil menepuk bahu Ali Topan. Ali Topan kaget, secara refleks tangannya menangkap tangan Maya.
"Eh, lu May!"
Ali Topan melepaskan cekalannya. la berdiri segera. "Ngapain lu?" tanya Ali Topan.
"Ngapain? Kamu yang ngapain di sini. Udah dua hari mbolos, ih, nggak merasa ya, ada yang patah hati," kata Maya.
"Eh, ada juga yang bisa kau bikin patah hati, Pan. Playboy pulak kau rupanya," Munir menyela. Ali Topan membelalakkan matanya. "Lu jangan ikut nimbrung, ah," kata Ali Topan. la menaruh Newsweek di tempatnya, kemudian menggamit lengan Maya. Maya segera mengikuti Ali Topan.
"Hoi! Bayar dulu majalahnya!" Munir berteriak.
"Oh iya, hampir lupa," kata Maya. Ia berbalik dengan wajah tersipu-sipu, lalu bergegas membayar majalah yang dibelinya, kemudian cepat berjalan menyusul Ali Topan. Munir menggeleng-gelengkan kepalanya memandang Ali Topan dan Maya yang berjalan pergi.
"Gila. Tampang Si Topan kusut begitu masih bisa bikin anak gadis mabuk kepayang. Boleh juga dial" gumam Munir.
"Itu namanya tampang kusut yang berbobot, Bang," sahut Erwin, anak Medan penjual mainan plastik yang berdagang di dekat kios Munir.

Ali Topan dan Maya berhenti di depan sebuah toko buku. Mereka pura-pura melihat buku-buku- yang dipajang di dalam etalase.
"Gimana kabar sekolahan, Maya?" bisik Ali Topan. "Kabar sekolahan atau kabar Anna Karenina?" Maya menggoda. Ali Topan tersenyum manis mendengar godaan itu. Maya juga tersenyum, namun matanya memandang Ali Topan secara aneh.
"Gua lagi kumel ya? Lu malu dilihat orang bersama gua, May?" tanya Ali Topan.
"Ssssshhhh... bukan gitu. Lu kayaknya makin kumal makin cakep kok," kata Maya. Ali Topan menyikut lengan Maya.
"Ceritain kabar sekolahan dong. Gua lagi nggak enak pikiran nih, jadi gua cuti dua hari."
"Kalau saya kasih sesuatu, besok kamu cuti terus sampai setahun ya?"
"Mau kasih duit lu?"
Maya tersenyum lagi. Kemudian ia membuka tas sekolahnya dan mengambil sepucuk surat dari celah-celah buku. Surat itu diberikannya pada Ali Topan.
"Nih baca. Dari kekasihmu."

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: