Sabtu, 08 November 2008

Ali Topan Anak Jalanan (42)


Ali Topan hafal sikap kakaknya itu. Suka sekali memberi nasihat pada orang lain. Ali Topan suka bosan dengan nasehat Windy yang itu-itu melulu, yang bagi Ali Topan hal itu tak lebih dan tak kurang sebagai `over kompensasi' dari jiwa Windy yang tidak stabil.

"Tumben lu inget ini rumah? Gue kira lu nggak mau balik lagi ke sini," kata Ali Topan. Windy diam saja. "Gua kangen sama lu," kata Windy.
"Kalau kangen, lu bawa aja foto gua," kata Ali Topan. Dia tersenyum. Windy ikut tersenyum. Mereka sama-sama maklum bahwa senyuman mereka bersifat seadanya.
"Jeruk peresnya habis. Minum air es saja Den Bagus?" Mbok Yem menyela.
"Ya, Mbok," kata Ali Topan sambil menepuk bahu Mbok Yem.
"Mama ke mana sih? Masih belum insap juga ya? Kapan sih mama dan papa insap ya, Pan?" gumam Windy setelah MbokYem keluar kamar. l
Ali Topan heran. Tumben Windy mengkritik papa dan mama mereka. Selama ini Windy tak peduli. la sibuk dengan urusannya sendiri dengan teman-temannya yang nggak gelas.
"Aaaah, biar aja deh, Win. Mau insap kek, mau kagak kek, mereka sendiri yang mikul dosanya. Rasanya lucu kalau kita ngasih nasihat sama orangtua kita, iya kagak?"
"Tapi kan kita jadi malu sama orang-orang lain. Gua jadi nggak ngarti apa maunya sih mama dan papa begitu. Kerdil amat jiwa mereka ya?"

Mbok Yem masuk membawa segelas air es.
Ali Topan meminum air es itu, setengah gelas. Sisanya diberikan pada Windy. Windy meminum air itu. Mbok Yem keluar kamar, dia mengerti bahwa lebih baik dia tidak hadir di saat kakak beradik itu sedang "berbicara".

"Soal malu sih emang malu. Tapi keadaannya runyam begini lantas kita mau apa? Gua kan ribut melulu sama Papa. Ntar kebanyakan ribut gua kuwalat lagi. Mendingan cari idup sendiri-sendiri deh, Win," kata Ali Topan.
"Nggak begitu dong. Mereka kan orang tua kita. Kalau mereka khilaf, kan kita yang ngasih tahu."
"Kalau ember bocor kena dibikin betul, kalau mental orang yang bocor kan susah nyoldernya. Menurut gua sih, emang sekarang lagi jamannya orangtua jadi rusak. Bukan cuma orangtua kita, Win, orangtua temen-temen gua juga kebanyakan rusak semua. Udah jamannya," kata Ali Topan.
Ali Topan mencopot sepatunya, kemudian mencopot pakaiannya di depan Windy. Windy memandang adiknya dengan sorot mata sedih. Si adik ini suka kasar dan plasplos omongannya, tapi kebanyakan benar dan logis.
"Lu mau pergi lagi?" tanya Windy ketika dilihatnya Ali Topan membuka lemari dan mengeluarkan baju dan celana jeans.
"Nanti malem gua pergi," jawab Ali Topan. "Ke mane?"
"Ke rumah cewek."
"Siapa cewek lu? Ceritain dong."
"Lu kira gua pengarang yang suka cerita perkara cewek. Pokoknya cewek gua tampangnya kayak Mercy, bukan kayak oplet, Win," kata Ali Topan sambil ketawa. Windy ketawa juga.
"Anak jendral siapa? Biasanya yang tampang Mercy kan anak jendral," kata Windy, berolok-olok. Ali Topan mengakak. Kemudian dia diam tiba-tiba. la memandang Windy.
"Win, gua mau tanya. Kalau cewek ulang tahun itu pantesnya dikasih kado apa sih?" tanyanya.

Windy berpikir. "Dia punya hobi apa?" tanya Windy. "Gua bukan tanya kesukaannya, gua tanya apa yang pantes. Gua baru kenal tiga hari mana gua tahu apa yang dia suka. Yang gua tahu dia suka naik Mercy. Kalau gua turuti kesukaannya kan gawat! Yang umum deh, yang murah tapi dia bisa seneng, kita beliin apa ya Win?" "Kita? Kita siapa?"
Ali Topan tersenyum.
"Begini. Lu sudah betul nangkep omongan gua. Gua mau beli kembang buat cewek, tapi gua nggak punya duit, jadi gua minta duit sama lu. Ha ha ha."

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: