Sabtu, 08 November 2008

Ali Topan Anak Jalanan (35)


DELAPAN
dudung langsung berangkat ke Kuningan, Jawa Barat, siang hari itu juga. la naik motor dari rumah Gevaert, sendiri. la sampai di rumah orangtuanya di Kuningan, malam hari lepas Isya'. Ayahnya, Haji Akhmad Mubaraq, ibunya, dan Romlah adiknya baru selesai sholat Isya' ketika ia datang.

Haji Akhmad Mubaraq, Nyi Haji dan Romlah sangat gembira melihat Dudung. Bagi mereka, Dudung adalah harapan di masa depan. Bukan dari segi materi, karena Haji Akhmad Mubaraq termasuk petani kaya di Kuningan. Dudung lebih merupakan harapan untuk memperoleh simbol anak sekolahan yang bisa mengangkat nama keluarga di kalangan orang sedesa. Oleh sebab itu, segala apapun yang diminta Dudung dengan landasan untuk keperluan sekolah selalu di-ACC oleh orangtuanya.

"Jadi uangmu sudah habis, sekarang perlu uang lagi, Dung? Banyak juga ongkos anak sekolah di Jakarta ya. Tapi jangan kuatir, abah akan kasih terus supaya sekolah Dudung berhasil, dan Dudung bisa jadi orang pinter. Abah bangga kalau punya anak yang jadi mahasiswa. Bukan begitu, Fat..."' kata Haji Akhmad ketika Dudung mengemukakan maksudnya. Yang dimaksudkannya `Fat' adalah ibu Dudung yang bernama Sitti Fatima.

"Sip deh, Abah! Pokoknya percaya sama Dudung. Pasti Dudung sukses bawa ijasah buat Abah dan Mamah," kata Dudung. Dia stil yakin dan bersemangat sekali.
"Tapi Dudung harus sering kasih kabar ke Abah dan Amak, biar kami di sini tahu keadaan Dudung di Jakarta. Mamah suka kangen kalau Dudung lama tak memberi kabar," kata ibu Dudung.
"Romlah sih nggak perlu surat Kang Dudung, tapi Si Rofiqoh, anak Pak Lurah itu yang suka nanya Kang Dudung terus. Rofiqoh takut kalau Kang Dudung kawin sama orang Jakarta," kata Romlah.

Dudung mengangguk-angguk mendengarkan ucapan ayah, ibu dan adiknya. Rofiqoh, Rofiqoh, kata hatinya. Rofigoh itu nama gadis manis yang jadi pacarnya semasa di Sekolah Dasar. Rasanya ia dulu begitu terpikat oleh Rofiqoh, malah dulu ia pernah berjanji untuk kawin dengannya. Tapi urusan masa lalu. Sejak dia kenal Jakarta, dan mulai berpikir ala anak-anak Jakarta serta melihat gadis-gadis Jakarta yang sexy, kenangan akan Rofiqoh jadi luntur.

"Kang Dudung sudah punya pacar di Jakarta?" Pertanyaan Romlah menyadarkannya.
"Yaaah, banyak cewek yang naksir Kang Dudung di Jakarta, tapi Kang Dudung masih mikir-mikir, Om," kata Dudung. la panggil adiknya dengan Om saja.
"Artis-artis, ya Kang?" tanya Romlah.

"Macem-macem, Om. Ada bintang pilem, ada penyanyi, ada anak jendral, banyak deh."

"Astaghfirullaaaah. Betul begitu, Dung? Lain kali ajak kemari, Abah mau lihat," kata Haji Akhmad. Istrinya membelalakkan mata. Pak Haji Akhmad tertawa terkekeh-kekeh.
"Ayo dong, Bah, duitnya. Dudung perlu banyak nih. Buat bayar ujian,buat beli blu jins dan jajan sama teman-teman Dudung. Kan nggak enak kalau Dudung terus-terusan dijajanin sama anak-anak. Malu, masa anak Haji Akhmad Mubaraq ditraktir melulu," kata Dudung. la mengrajuk hati ayahnya.
"Asal jangan maen perempuan, Dung. Haraam itu," kata Haji Akhmad. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan mengambil uang ke dalam kamarnya. Tak lama ia keluar lagi dan memberikan segumpal uang kertas pada anaknya.

"Dengar Dung, uang ini harus dipakai secara manfaat, jangan dibuat maen perempuan atau maen judi. Abah dengar Jakarta sekarang jadi kota perempuan jahat dan tempat orang maen judi. Paham?" kata Haji Akhmad.
"Dudung paham, bah," kata Dudung. Ia menerima uang itu dan memasukkan ke saku jaket blue jeans-nya. "Mustinya nginep barang semalem, Dung, Mamah, Abah dan Om masih sono," kata ibunya.

Dalam bahasa Kuningan, 'sono' artinya rindu.
"Wah, besok Dudung mesti masuk sekolah. Kan bukan hari libur. Nanti kalau libur deh, Dudung ajak teman-teman Dudung nginep di sini. Sekarang Dudung langsung balik ke Jakarta saja, biar nggak kemaleman di jalan,"kilah Dudung.
"Nggak capek, Dung? Nanti kalau capek bisa masuk angin. Nanti jatuh di jalanan," kata mamahnya.

Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: